Budaya Pus Am

Sebenarnya saya ragu untuk menulis artikel ini. Sedikit khawatir bila tulisan ini akan menuai kontraversi seperti jambul Khatulistiwanya Syahrini, karena artikel yang akan saya angkat menyangkut adat-istiadat masyarakat luas di daerah tempat tinggal saya. Setelah saya mempertimbangkan lebih lanjut, saya harus menulis artikel ini dengan berbagai sudut pandang yang berbeda. Sebab pada hakikatnya segala sesuatu hal senantiasa memiliki dua sisi yang bertolak belakang: baik dan buruk, positif dan negatif, menguntungkan dan merugikan.

Masyarakat di daerah barat daya provinsi Kalimantan Tengah mengenal budaya pus-am sejak zaman nenek moyang mereka menempati wilayah tersebut yang meliputi kabupaten Sukamara, kabupaten Lamandau, dan sebagian kabupaten Kotawaringin Barat. Ada pula masyarakat di wilayah selatan kabupaten Ketapang yang terletak di provinsi Kalimantan Barat. Lalu, apakah yang dimaksud dengan budaya pus am itu?

Lebih tepatnya pus am atau kerap juga dilafalkan pusam dalam aksen cepat, adalah suatu kebiasaan masyarakat di wilayah yang telah saya sebutkan di atas, di mana mereka enggan memedulikan suatu persoalan yang mungkin dianggap penting oleh lawan bicaranya. Secara harfiah pus dapat diartikan ‘biar saja’ dalam bahasa Indonesia. Akan tetapi masyarakat cenderung mengartikannya sebagai suatu ungkapan yang berarti ‘masak bodoh’. Masyarakat di perbatasan Kalbar dan Kalteng seringkali melafalkannya, “pus am!” atau “pus am bah!” dengan intonasi meninggi pada kata ‘am’ dan memanjang pada pengucapan kata ‘bah’ menjadi ‘baaah!’ 

Kata ‘am’ dan ‘bah’ itu sendiri tidak memiliki makna yang berarti. Kedua kata tersebut hanya menjadi penghias kalimat, atau penekan kalimat yang mengindikasikan kasar-halusnya suatu pengucapan. Bunyi ucapan tersebut memang tidak nyaman didengar dan terkesan kasar. Akan tetapi kebiasaan mengucapkan kata-kata pus am telah mendarah daging di masyarakat sehingga menjadi tradisi. Saya kerap dibuat jengkel tatkala mendengar seseorang mengatakan pus am kepada saya. Seringnya saya mendengar kata-kata tersebut akhirnya saya menjadi terbiasa dan bersikap sabar ketika menyikapinya. Beberapa kejadian tidak menyenangkan yang pernah saya alami dengan budaya pus am antara lain sebagai berikut:

Pertama, waktu itu saya baru menjadi seorang guru di sebuah SMA. Murid-murid saya tidak berpakaian rapi layaknya pelajar. Dan saya menegur mereka, “Tolong dimasukkan pakaiannya ya, supaya kelihatan rapi!” Namun mereka membalas ucapan saya dengan pernyataan, “Pus am, Pak! Apa guna rapi-rapi?” sambil berlalu meninggalkan saya tanpa mengindahkan teguran saya. Melihat hal itu, saya hanya menggeleng-geleng kepala.

Kedua, pernah suatu ketika saya menyuruh salah seorang siswa untuk menjenguk temannya yang beberapa hari tidak masuk sekolah. “Sudah beberapa hari Rafta tidak masuk sekolah, bisakah kamu mampir ke rumahnya sepulang sekolah nanti? Barangkali dia sakit,” pinta saya waktu itu. Tak disangka jawaban murid yang saya mintai tolong itu seperti ini, “Pus am bah! Apa guna juga menjenguk dia? Biar ja amun dia sakit.” Ujarnya dengan nada datar. Mulut saya ternganga mendengar jawaban tersebut. Apakah dia tidak memiliki solidaritas, pikir saya.

Ketiga, saat sedang ujian berlangsung salah seorang siswa tak kunjung mengisi lembar jawabannya. Sementara waktu ujian akan segera habis. Secara kebetulan saya sedang mengawas. Tentu saja begitu saya melihat kejadian itu, saya langsung menegur siswa yang bersangkutan. “Tolong lembar jawabanmu segera diisi, karena waktu ujian sudah mau habis. Maaf, saya tidak bisa memberi perpanjangan waktu untuk itu,” ucap saya dengan hati-hati. Lagi, mata saya harus membelalak lebar mendengar tanggapan si empu kertas. “Alah, pus am bah, Pak! Mau waktunya habiskah, mau diperpanjangkah nggak urus. Biar nggak dapat nilai juga!” 

Saya tidak habis pikir mengapa orang-orang di daerah tempat tinggal saya memiliki pola pikir yang begitu pendek. Mereka tidak mau memedulikan apa yang orang lain khawatirkan meskipun hal tersebut berkaitan erat hubungannya dengan mereka. 

Kejadian lain yang pernah saya alami, suatu hari saya melihat seorang anak balita kira-kira berusia dua tahun berjalan kaki mengikuti ibunya keluar masuk hutan untuk mencari rebung. Panas matahari begitu terik, bocah itu tidak mengenakan alas kaki sama sekali. Bocah itu meraung-raung kesakitan sambil terus mengejar sang ibu yang berjalan jauh di depan. Saya tidak tega melihatnya, apalagi kaki si bocah dipenuhi luka parut akibat bergesekan dengan semak berduri dan ranting pepohonan yang tidak bersahabat dengannya. “Aduh Bu, ini anaknya kasihan luka-luka. Ayo saya antar ke puskesmas,” tawar saya seraya menggendong si bocah. Sang ibu dengan sikap acuh tak acuh, hanya menoleh ke arah saya sekilas kemudian melanjutkan langkahnya jauh ke dalam hutan. “Pus am, Pak! Suruh dia jalan lagi!” teriaknya tiba-tiba dari kejauhan. Ya, saya maklum penduduk lokal memang terbiasa berjalan tanpa alas kaki. Karena itulah mereka memiliki fisik yang sangat kuat. Tapi untuk anak seusia itu? Terlalu dini rasanya. Atau jiwa saya yang terlalu lembut?

Di lain waktu pernah pula seorang teman meminjam beberapa barang milik saya antara lain jam tangan, jaket, dan sepatu. Entah disengaja atau tidak, semua barang yang dipinjam oleh teman saya itu ditinggalkannya di kamar hotel ketika ia berjalan-jalan ke kota dengan kekasihnya. Setelah saya memintanya untuk mengembalikan barang-barang tersebut, dengan enteng teman saya ini menjawab, “Pus am bah! Ambil aja sendiri ke hotel sana!” Grr… Benar-benar menjengkelkan punya teman seperti itu. 

Ada banyak sekali kejadian berujung pus am yang saya alami. Kebanyakan pus am-pus am itu lebih bermakna ‘Sorry ya, aku nggak peduli’. Sampai akhirnya saya memahami mengapa tradisi pus am telah mendarah daging di masyarakat sejak zaman bahari. Konon dahulu kala di pedalaman pulau Kalimantan pada masa kolonialisme dan imperialisme bangsa barat, para kompeni tidak pernah sampai ke area pedalaman. Sehingga penduduk di pedalaman tidak terlalu menderita seperti halnya penduduk di kota yang notabene banyak mengalami penyiksaan. Penduduk pedalaman berjiwa bebas. Mereka berperang bukan untuk melawan penjajah, melainkan suku lain yang dianggap musuh oleh suku mereka. Begitu negara Indonesia merdeka dan pulau Kalimantan masuk ke dalam wilayah NKRI, penduduk di pedalaman tidak begitu mengerti makna sebuah kemerdekaan. Mereka kurang menjiwai nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila seperti tenggang rasa, toleransi, musyawarah, dan jiwa nasionalisme. Saking kurang memahaminya, pernah saya mengunjungi suatu dusun di pelosok Kalbar pada bulan Agustus untuk melihat perayaan dirgahayu RI di sana. Setibanya di sana saya sangat kaget, karena saya merasa tiba-tiba bukan berada di negara sendiri. Sepertinya saya sudah tersesat ke Republik Polandia. Karena apa? Sang saka merah putih dikibarkan terbalik di setiap halaman rumah para penduduk dusun. Saat saya memberitahu warga bahwa pemasangan bendera di dusun mereka semua terbalik, lagi-lagi warga hanya menanggapi perkataan saya dengan kata, “Pus am!”

Apa saya terus tinggal diam menyikapi orang-orang di sekitar saya untuk melestarikan budaya pus am? Awalnya saya maklum, dan hanya bisa menerima perlakuan yang tidak mengenakkan ini secara sepihak. Seiring bergulirnya waktu akhirnya saya mencoba untuk menentangnya. Tentu saja bukan dengan cara yang ekstrim dan anarkis. Cara saya adalah menempatkan diri saya sebagai bintang drama Korea. Haha… mungkin ini lucu kedengarannya. Silakan Anda baca kembali cerita kejadian-kejadian yang telah saya alami di atas. Bayangkan kalau Anda sedang menyaksikan adegan drama Korea di mana para tokoh-tokohnya sedang cekcok satu sama lain. 

Setiap ada murid yang penampilannya tidak rapi, saya tetap menegur mereka untuk merapikannya tak peduli bila mereka mengatakan pus am kepada saya. Bila mereka tak mengindahkan perkataan saya, maka aksi drama Korea saya adalah menghalangi langkah mereka sebelum mereka berlalu meninggalkan saya. “Hey, biar saya saja yang merapikan pakaian kalian! Orang tua kalian tidak pernah mengajari bagaimana cara berdandan ya? Ayo, sini saya ajarkan sekalian! Penampilan saya sepuluh kali lebih rapi daripada Lee Min Ho. Kalian tahu itu?” Sengit saya seraya bergerak menghampiri mereka.

Setiap kali melihat murid yang tidak peduli terhadap keadaan temannya, saya membujuk mereka dari hati ke hati, “Ayolah, kalian tidak sedang putus cinta kan? Apa kamu tahu kalau dia selama ini sebenarnya sangat perhatian terhadapmu? Kamu pasti tidak tahu kan seberapa besar pengorbanan yang telah dia lakukan selama ini untukmu? Jadi, saya mohon jenguklah dia di rumahnya. Dia pasti akan sembuh setelah melihat kedatanganmu! Ayo, kita jenguk dia sama-sama!” 

Dan setiap kali saya mendapati teman yang tidak bertanggung jawab atas barang-barang yang mereka pinjam dari saya, maka aksi drama Korea saya selanjutnya adalah: “Bisa tolong tunjukkan kartu identitasmu? Silakan tunggu sebentar, tidak lama lagi polisi akan tiba di sini. Baru saja saya melaporkan kalau ada anggota teroris yang mengidap penyakit demensia di sini.”

Haha… Ini konyol sekali, kan? Mungkin ini terlalu frontal. Akan tetapi memang demikianlah karakteristik penduduk di daerah saya. Karakter mereka tidak berbeda dengan karakter orang Korea dalam drama. Saat seseorang bersikap frontal terhadap kita, maka cara jitu yang bisa mengatasinya adalah membalas tindakan secara frontal kembali. Bukan hanya diam menerimanya begitu saja secara sepihak. Karena itulah mengapa saya bersikap layaknya para aktor Korea.  

Usaha saya selama ini tidak sia-sia. Sebagai seorang guru yang berpacu dengan arus globalisasi, saya harus memiliki sikap kontemporer. Di mana jiwa pendidik yang bersemayam di dalam diri saya tidak harus selamanya ortodoks yang senantiasa mengikuti sikap kharismatis Oemar Bakri, sang guru teladan yang fenomenal itu. Katakan saja saya adalah seorang guru yang sensasional, tetapi justru sikap seperti inilah yang cocok diterapkan dalam mendidik putra-putri generasi muda di daerah saya. Dengan berbagai metode pendekatan sensasional yang saya lakukan terhadap orang-orang di sekeliling saya, pada saat ini budaya pus am telah berbalik memberi kesan yang jauh lebih baik daripada empat belas tahun sebelumnya. 

Ketika seorang teman belum mengembalikan uang yang dipinjamnya, sang pemberi pinjaman berkata: “Pus am bah! Enggak apa-apa, nggak dikembalikan juga. Saya ikhlas kok!” Oh, tidakkah ini sangat dermawan? 

Ketika seorang teman membayarkan makanan yang kita makan, kita bermaksud mengganti biaya yang telah dibayarkannya. Maka teman itu akan berkata, “Nggak usah diganti! Pus am bah, biar saya yang bayar!” 

Dengan demikian dari dua contoh kejadian di atas, perkataan pus am telah mengalami pergeseran makna menjadi: “Sudahlah, biar saja tidak apa-apa!” dengan penekanan yang sangat halus. Itulah pengalaman saya dalam kurun empat belas tahun terakhir mengenai budaya pus am di daerah saya. Tak diduga budaya dalam drama Korea bisa memberikan manfaat dalam kehidupan saya. Percayalah, di mana ada aksi pasti akan menimbulkan reaksi. Sampai jumpa di tulisan saya berikutnya ya. Salam…

Contoh Makalah Penelitian Bidang Ekologi

Seperti yang telah saya janjikan pada postingan sebelumnya, postingan kali ini saya ingin menyajikan mengenai salah satu penelitian yang dilakukan oleh murid-murid saya. Ada pun penelitian ini telah kami ikut sertakan pada kegiatan Lomba Peneliti Belia Berbasis Muatan Lokal Tingkat Kalimantan Tengah 2016 yang berlangsung pada tanggal 1-4 September silam. Baiklah, hasil penelitiannya saya sajikan dalam bentuk makalah ya. Semoga bermanfaat bagi semua yang memerlukan. Apabila terdapat kekurangan dan kesalahan, saya mohon masukannya. Terima kasih^^.  

BAB IPENDAHULUAN
Latar Belakang
Pengembangan Tiga Pupuk Organik

 ​

Proyek ini dibuat untuk menanggulangi dampak negatif dari penggunaan pupuk kimia yang secara berlebihan. Selain itu pengembangan pupuk ini juga dapat mengurangi penyerapan air oleh tanaman kelapa sawityang menyerap air sangat banyak. Terutama di Pulau Kalimantan yang didominasi oleh perkebunan kelapa sawit. Karena terlalu banyak menggunakan pupuk kimia yang dapat mencemari tanah. Sehingga tanah yang sudah terkandung banyak pupuk berbahan kimia pada masa peremajaan kelapa sawit, tanah itu tidak bisa digunakan kembali.

Maka dari itu masalah ini harus segera ditangani dengan mengurangi pemakaian pupuk berbahan kimia. Para petani kelapa sawit sebaiknya menggunakan pupuk berbahan alami yang ramah lingkungan dan tidak merusak kualitas tanah.

Daerah Pulau Kalimantan merupakan daerah yang memproduksi minyak goreng dari kelapa sawit dan sebagian penduduknya bermatapencaharian sebagai petani kelapa sawit.Oleh sebab itulah di Pulau Kalimantan terdapat perusahaan-perusahaan yang mengelola minyak kelapa sawit. Dalam usaha tersebut maka para petani dan perusahaan membutuhkan lahan yang subur.

Sebenarnya di daerah Kalimantan mempunyai kualitas tanah yang subur karena curah hujan di Pulau Kalimantan cukup tinggi. Tetapi karena penggunaan pupuk kimia yang secara berlebihan, tanah di daerah tersebut menjadi tidak subur lagi atau menjadi lahan gambut. Selain itu tanaman kelapa sawit banyak menyerap air. Sehingga diperkirakan pada masa yang akan datang volume air tanah di Pulau Kalimantan akan habis. 

Maka hal itu harus segera ditangani dengan menggunakan pupuk organik. Pupuk yang kami buat adalah pupuk campuran dari pupuk kandang, limbah pabrik, dan tandan kosong. Dari ketiga bahan tersebut yangdikombinasikan menjadi satu. Bahan-bahan ini mungkin banyak dikenal masyarakat. Terutama limbah, dan pupuk kandang. Tetapi tandan kosong ini hanya bisa ditemukan di daerah yang berpotensi untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit. Secara umum masyarakat Kalimantan sudah mengetahui pupuk kandang, limbah, dan tandan kosong. Tetapi mereka hanya menggunakan pupuk yang berbahan kimia. Selain itu pupuk yang berbahan pupuk kandang, limbah pabrik, dan tandan kosong kurang dikembangkan oleh masyarakat Kalimantan. Umumnya petani sawit menggunakan pupuk yang berbahan kimia. Para petani menggunakan pupuk kimia seperti NPK. Pupuk Three inOne dapat menggantikan pupuk kimia (NPK). Pupuk NPK adalah pupuk buatan yang berbentuk cair atau padat yang mengandung unsur hara utama nitrogen, fosfor, dan kalium.
Rumusan Masalah

  1. Mengapa pupuk kimia berdampak negatif terhadap lingkungan?
  2. Bagaimana cara menyuburkan kembali tanah di Pulau Kalimantan?
  3. Apakah perbedaan Antara pupuk Three in One dengan pupuk kimia?
  4. Apakah pupuk Three in One ramah terhadap lingkungan?
  5. Bagaimana proses pembuatan pupuk Three in One?
  6. Berapa lama penelitian pupuk Three in One terhadap tanaman sawit?
  7. Apa hasil yang diperoleh bedasarkan pengamatan?
  8. Bagaimana reaksi pupuk tehadap tanaman sawit?
  9. Berapa umur tanaman sawit untuk percobaan?

Tujuan

Proyek ini dibuat untuk menanggulangi pencemaran tanah yang diakibatkan oleh pupuk kimia yang pemakaiannya secara berlebihan. Selain untuk menanggulangi pencemaraan tanah, proyek ini juga untuk memperbaiki kondisi tanah dan untuk menjaga keseimbangan volume air pada tanah yang ditanami kelapa sawit. 

Dengan menggunakan pupuk yang berbahan alami akan mendatangkan keuntungan tanpa mencemari tanah. Dengan memanfaatkan bahan-bahan energi secara efesien guna memelihara, dan meningkatkan kualitas dan melindungi sumber daya alam dengan menggunakan bahan-bahan organik dapat mencapai keseimbangan ekologi melalui pola sistem pertanian/perkebunan.

Penggunaan produk-produk organik akan menghemat pengeluaran dana, dengan mendaur ulang limbah. Selain itu pupuk buatan kami juga dapat menjadikan tanah tidak subur menjadi subur. Dimana bahan-bahan ini memelihara komponen-komponen biotik dan abiotik secara alami. Bahan ini sangat sederhana tetapi masyarakat belum mengembangkannya secara menyeluruh karena kebanyakan para petani sekarang menggunakan pupuk kimia. Pupuk organik ini dikombinasikan untuk mengembangkan bahan-bahan yang sebenarnya umum di lingkungan kita semakin berkembang. 

Manfaat

Manfaat dari pengembangan pupuk ini adalah agar dapat menghasilkan kualitas tanah yang subur tanpa mencemari tanah juga bisa menjaga volume air pada tanah. Berbeda dengan pupuk kimia, pupuk kimia memang menghasilkan keuntungan tetapi juga dapat menjadikan tanah itu tidak produktif lagi. Selain itu pupuk kimia kurang akan kadar airnya. Pupuk organik ini juga bisa menjadikan tanah yang tidak subur menjadi subur.

Pupuk organik ini menjaga kesuburan tanah dibandingkan dengan pupuk kimia, pupuk organik ini lebih ramah lingkungan. Pupuk kimia dapat digantikan dengan pupuk organik. Manfaat yang bisa kita dapat dari pupuk organik selain menyuburkan tanah dan mengandung kadar air yang banyak, pupuk organik juga menjadikan tanaman lebih sehat dan berkualitas yang bagus karena pupuk organik ini tidak mengandung unsur yang sifatnya merusak tanah.PupukThree in One juga dapat mendorong pertumbuhan tanaman karena pupuk Three in One ini menambah atau menghidupkan mikro bakteri di sekitar tanah tanaman sawit, menambah unsur hara di dalam tanah yang terdiri dari tiga jenis unsure yaitu nitrogen, posfat, Dan kalium. Tiga unsure itu ada bahan yaitu dapat menghidupkan bakteri pengurai dalam tanah contohnya seperti cacing, Dan bakteri-bakteri yang sangat bermanfaat untuk melepaskan pupuk-pupuk yang terikat pada tanah yang tidak terserap oleh tanaman. Semakin banyak bahan organik di dalam tanah secara otomatis bakteri pengurai seperti cacing akan banyak,Dan kotoran cacing itu juga sangat bagus untuk tanaman. Pupuk Three in One mudah dibuat dan tidak perlu dibeli, pupuk Three in One ini dibuat dari hasil yang ada di kebun itu sendiri yaitu tandan sawit, dan limbah sawit, dengan dicampurkan pupuk kandang. Dengan kita menggunakan pupuk organik itu, Porositas yang awalnya tanahnya keras akan menjadi gembur. Secara otomatis tanah yang ibaratnya mati tanah itu akan hidup lagi, Dan air pun akan mudah masuk ke tanah.

BAB II

PEMBAHASAN
Proses Pembuatan Pupuk Three in One

Pupuk ini kami beri nama pupuk Three in One(3_in_1). Pupuk ini merupakan gabungan antara pupuk kandang,limbah pabrik,dan tandan kosong.

Pupuk kandang kami ambil dari kotoran sapi, Dengan takaran 9 gram. Pupuk kotoran sapi ini mengandungserat yang tinggi.Serat atau selulosa merupakan senyawa rantai karbon yang akan mengalami proses dekomposisi lebih lanjut. Selain serat, kotoran sapi memiliki kadar air yang tinggi. Selain itu pupuk kandang ini mengandung unsur hara yang sangat baik.

Tidak hanya kotoran sapi, dengan mengembangkan teknologi pengomposanTBS (Tandan Buah segar), akan dihasilksn TKKS (Tandan Kosong Kelapa Sawit) yang jumlahnya sangat melimpah sebanyak 22-23% TKKS atau sebanyak tandan kosong kelapa sawit diubah menjadi pupuk alami 220-230 kg TKKS.Apabila sebuah pabrik mengolah 100 ton/jam maka akan dihasilkan sebanyak 23 ton. Kandungan nutrisi kompos adalah C 35%, N 2,34%, C/N 15, P 0,31%,K 5,53%, Ca1,46%, mg 0,96%, dan air 52%. Kedua pupuk alami ini kami kombinasikan sehingga akan menjadi pupuk dingin karena kedua bahan ini mengandung kadar air yang banyak. Kedua pupuk ini kami kombinasikan agar bisa mencegah kadar air pada tanah tidak habis atau untuk menjaga kadar air pada tanah itu seimbang. Pencampuran tandan kosong ini dengan takaran 7,5 gram.

Setelah itu kami mengombinasikannya lagi dengan limbah pabrik yang ada di daerah kami. Pabrik kelapa sawit (PKS) menghasilkan limbah yang sangat banyak baik limbah padat maupun limbah cair. Limbah yang kami ambil sebenarnya adalah limbah cair karena mengendap maka limbah tersebut menjadi padat. Dimana hasil pembusukan tersebut mengandung unsur hara yang tinggi. Dengan demikian limbah tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pupuk. Limbah cair yang dikeluarkan pabrik kelapa sawit berupa cairan sisa pengolahan minyak. Dibandingkan dengan limbah padat , keberadaan limbah cair ini lebih berbahaya karena dapat merusak alam secara langsung, baik melalui tanah maupun air. Untuk itu membuang limbah cair begitu saja justru dapat memgurangi produktifitas lahan budidaya yang dimiliki pabrik tersebut.

Pada umumnya, limbah cair pabrik kelapa sawit ini dapat diubah menjadi pupuk kompos yang bermutu bagus dengan serangkaiaan metode yang harus dilewati. Pertama, limbah cair memasuki kolam pemanasan (fat pit) untuk memisahkan minyak yang mungkin masih ada. Kedua, limbah dialirkan ke kolam pendinginan (cooling pond) sehingga kandungan sludge-nya mengendap.

Setelah itu, limbah cair diteruskan ke kolam anaerobic untuk mengubah karakteristik limbah yang berbahaya menjadi aman bagi lingkungan. Langkah berikutnya , limbah cair ini dipindahkan lagi ke maturity pond untuk mematangkan limbah cair tersebut. Tahap terakhir ialah limbah cair kelapa sawit ini dialirkan lagi menuju kolam aplikasi untuk pengujian pupuk kompos yang dihasilkan.

Pupuk kompos cair dari sisa pengolahan minyak kelapa sawit ini mempunyai tingkat kesuburan yang tinggi. Hal ini disebabkan karena kandungan unsur hara di dalamnya terbilang tinggi. Sama dengan pupuk kompos dari tandan sawit, pupuk kompos cair ini sangatbagus jika digunakan untuk memupuk pada tanaman-tanaman kelapa sawit yang dibudidayakan. Kandungan hara/nutrisi pupuk organik dari kompos limbah pabrik kelapa sawit adalah nitrogen 1,17%, carbon 14,55%, c-organik 28,53%, rasio C/N 12,45%, fosfat 2,50, p2O5 5,76%, K 1,35%, K2O 1,62. Dalam mencampurkan limbah ini menggunakan takaran 7,5 gram

Percobaan terhadap tanaman dan tanah yang diujikan 
Alat dan bahan:

  1. Tanah gersang dalam polybag 4 kg
  2. Pupuk Three in One 1,5 kg
  3. Bibit kelapa sawit yang berusia 5-6 bulan
  4. Air 1 gayung.

Langkah-langkah percobaan:

  1. Siapkan polybag yang berisi tanah gersang 4 kg dan ditanami bibit kelapa sawit.
  2. Taburkan pupuk Three in One 1,5 kg ke dalam tanah.
  3. Siram tanaman setiap pagi dengan satu gayung air.
  4. Tempatkan polybag di tempat yang mudah terkena cahaya.

Penelitian dilakukan selama 5 hari terhitung dari bulan agustuus 2016

Hasil Penelitian

 1. Pertama saat percobaan pada tanaman sawit yang berumur 5-6 bulan dengan di beri pupuk Three in One, yang satunya diberi pupuk kimia. Dengan takaran pupuk Three in One 1,5 kg pada polybag yang berisi tanah gersang 4 kg. Dan tanaman sawit yang satunya di beri pupuk kimia dengan takaran yang sama. Dan berberapa hari kemudian sawit yang berisi pupuk Three in One itu tetap hidup karena tanah yang asalnya keras menjadi gembur. Sedangkan tanah yang berisi pupuk kimia itu kering dan tanamannya mati. 


2. Selain tanaman sawit kami mencobanya pada dua tanaman cabai, Dan satu eceng gondok sebagai perbandingan. Tanah gersang 4 kg diisikan ke dalam polybag lalu diberi pupuk Three in One 1,5 kg ke cabai. Dan tanaman cabai yang satunya diberi pupuk kimia dan tanah gersang 4 kg. Dari hasil percobaan tanaman yang diberi pupuk Three in one segar dan tanah yang awalnya keras menjadi gembur. Sedangkan cabai yang diberi pupuk kimia itu kering dan mati.
Tanaman yang diberi pupuk Three in One


3. Selain cabai, Kami mencobanya dengan eceng gondok di dalam polybag dan dikasih pupuk Three in One. Dengan takaran pupuk 7,5 kg dan eceng gondok ini mampu bertahan selama dua setengah hari, sedangkan eceng gondok yang ditanam di dalam tanah tanpa diberi Three in One, hanya mampu bertahan selama setengah hari.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Dari pokok yang dibahas dapat disimpulkan bahwa penggunaan bahan-bahan daur ulang atau penggunaan organik bagi pertanian/perkebunan sangat ramah lingkungan. Dan tidak mencemari tanah. Di manabahan-bahan ini memelihara komponen-komponen biotik dan abiotik secara alami. Pada dasarnya pertanian/perkebunan mengajak kita untuk menjaga lingkungan dengan menggunakan bahan organik yang ramah lingkungan. Dan mengurangi pemakaian yang berbahan kimia. 

Saran

Kita harus bisa mengelola pupuk organik untuk mengurangi pemakaian dari pupuk kimia. Untuk meningkatkan kualitas hidup yang lebih maju tanpa ada dampak negatif. Masyarakat harus cermat dalam menggunakan pupuk kimia agar bisa menjaga ekologi lingkungan. Serta menjaga lingkungan yang ada di sekitar kita, sehingga kita harus bisa memanfaatkan bahan-bahan yang ada di serkitar kita dari bahan yang tidak berguna menjadi berguna untuk kehidupan kita.

Referensi

http://www.petanihebat.com/2014/02/tandan-kosong-kelapa-sawit-dan.html

http://alamtani.com/pupuk-kandang.html

http://hanageoedu.blogspot.in/2011/12/geomorfologi-pulau-kalimantan.html

https://nanainside.wordpress.com/2011/05/21/seleksi-lahan-kekapa-sawit/?_e_pi_=7%2CPAGE_ID10%2C4578763364

http://racmatsibali.blogspot.com/2014/03/makalah-prinsip-ekologi-pertanian.html

http://organikilo.co/2014/12/kandungan-unsur-hara-kotoran-sapi-kambing–domba-dan-ayam.html

Lomba Peneliti Belia Kalimantan Tengah Berbasis Muatan Lokal 2016

Setahun lamanya saya tidak menulis di sini. Rasa malas yang begitu besar mengalahkan niat saya untuk konsisten menulis. Pekerjaan di kantor dan di rumah yang tak pernah ada habisnya membuat saya lelah sehingga saya malas untuk menulis. Belum lagi tugas kuliah yang terus bertambah dari minggu ke minggu semakin membuat saya enggan untuk mengetik. Saya sangat capek berkutat di depan laptop terlalu lama. Ah ya, pembaca mungkin kaget mengetahui saya kuliah lagi. Belum puas rasanya dengan sederet gelar yang saya miliki. Tugas dan inisiasi yang diberikan para tutor setiap minggu membuat saya stress tingkat dewa. Bagaimana tidak, dalam satu minggu saja terdapat lebih dari 20 latihan dan inisiasi diberikan. Oh, tidaaaak… Ada Baygon di situ? Tetapi ini sudah menjadi keputusan saya. Suruh siapa bercita-cita jadi profesor?
Tapi justru karena tugas dari para tutor inilah yang menyebabkan saya pada akhirnya kembali lagi ke sini. Hallo kring… kring… olala, apa kabar dunia? Teuteup asyeek! Tugas seabreg yang diberikan oleh para tutor membuat saya harus rajin online di dunia maya. Bukan untuk membuka Fakebook dan Nitrogram, atau mencari daftar tahanan yang kabur dari LP Cipinang. Melainkan buka-buka blog orang, pemirsa! Sst… jangan bilang-bilang siapa-siapa yah kalo saya suka nyontek! Hihihi…
Nah, gara-gara sering membuka blog orang demi mencari secuil jawaban, mengapa tidak membuka blog sendiri saja? Bukankah lebih baik kita yang menjadi narasumber bagi setiap tukang nyontek musafir yang berkelana di dunia maya? Sejumlah ide untuk dituangkan ke dalam tulisan pun kembali merangsek di dalam pikiran saya. Sebenarnya sudah lama juga sih menjadi draft di kepala. Baru sekarang bisa direalisasikan. Tulisan saya kali ini akan bercerita tentang pengalaman saya mendampingi para siswa saya yang mengikuti Lomba Peneliti Belia Provinsi Kalteng 2016. Kegiatan ini berlangsung pada tanggal 1-4 September 2016 silam. Belum basi untuk dibicarakan, bukan? Jujur saja, ini merupakan kali pertama sekolah kami mengikuti kegiatan LPB (Lomba Peneliti Belia). Tahun-tahun sebelumnya, sekolah kami tidak pernah mendapat tawaran dari dinas pendidikan kabupaten. Maklumlah, sekolah kami bukan berada di kota. Mungkin karena kebetulan tahun ini prestasi sekolah kami sangat baik dalam kontes debat bahasa Inggris di tingkat kabupaten, barulah dinas pendidikan memberi kepercayaan kepada kami untuk mengikuti kegiatan LPB di Palangka Raya. Mungkin pembaca tidak mengerti, apa korelasi prestasi debat bahasa Inggris dengan lomba ini? Sebetulnya tidak ada hubungannya sama sekali. Namun perlu pembaca ketahui, Lomba Peneliti Belia umumnya menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar. Mengunggah…
Sekilas mengenai Lomba Peneliti Belia, merupakan suatu kegiatan lomba penelitian yang dilakukan oleh para pelajar SMP dan SMA yang berusia maksimal 20 tahun. Karena subjeknya masih berstatus sebagai pelajar muda, maka tak heran bila lomba penelitian ini disebut Lomba Peneliti Belia. Kegiatan ini diselenggarakan setiap tahun oleh lembaga CYS (Center for Young Scientist) dan bekerja sama dengan dinas pendidikan provinsi. Hanya ada sepuluh provinsi di Indonesia yang ditunjuk oleh CYS untuk melaksanakan kegiatan ini. Saya beruntung karena provinsi Kalimantan Tengah termasuk salah satu di antara sepuluh provinsi itu. Oh ya, lomba ini tidak putus sampai di tingkat provinsi saja. Tapi juga terus berlanjut hingga tingkat internasional. Saya begitu kaget ketika mengetahui bahwa perwakilan dari provinsi saya dua tahun silam berhasil menjadi juara umum di tingkat internasional. Sekali lagi, INTERNASIONAL pemirsa! (Beri tepuk tangan untuk putra daerah Kalimantan Tengah).Tidak memiliki bekal maupun pengalaman, saya mengajak 4 orang siswa yang dibagi ke dalam 2 kelompok dan saling berpasangan, untuk melakukan penelitian sederhana. Penelitian kami berhubungan dengan ekologi. Kelompok pertama meneliti suatu media yang dapat memadamkan api secara efektif, mengingat daerah saya rawan sekali terjadi kebakaran hutan. Akhirnya setelah melakukan percobaan dan berobservasi langsung di hutan belakang sekolah, kelompok pertama ini berhasil menciptakan larutan yang dapat memadamkan api hingga ke titik api di dalam tanah. Pembaca bingung kan? Sama, saya juga bingung. Bahannya sangat sederhana dan mudah diperoleh. Mudah pula pembuatannya. Tinggal campurkan saja bahan-bahan berikut ini: air jeruk lemon, larutan NaCl (bisa air garam, atau cairan infus), soda kue, dan cuka. Kemudian semprotkan larutan yang sudah dibuat ke arah titik api di lokasi kebakaran. Hasilnya, api langsung padam begitu cepat karena kinerja larutan yang efektif mencapai titik api di dalam tanah. Bahkan tidak ada asap yang tersisa. Karena bila masih terdapat asap yang tersisa dapat memicu kembali terjadinya kebakaran. Sederhana sekali, bukan?Kelompok kedua melakukan penelitian pupuk three in one terhadap berbagai jenis tanaman. Pupuk ini merupakan campuran antara kotoran hewan, limbah kelapa sawit, dan janjangan kelapa sawit yang sudah dipreteli buahnya. Campuran ketiga jenis pupuk ini diujikan terhadap beberapa jenis tanaman baik tanaman perkebunan maupun tanaman pertanian. Tanaman perkebunan yang kami uji khusus tanaman kelapa sawit. Pupuk yang kami buat bereaksi mengembalikan kesuburan tanah, dan meminimalisir tingkat penyerapan air yang berlebihan yang dilakukan oleh tanaman kelapa sawit. Seperti yang kita ketahui tanaman kelapa sawit sangat rakus akan air, sehingga tanaman lain di sekitarnya bisa mengalami dehidrasi tingkat dewa (kaya orang aja ya). Sedangkan tanaman pertanian yang kami uji adalah tanaman cabai. Luar biasa dalam hitungan hari saja tanaman cabai yang kami uji tumbuh pesat dibandingkan dengan tanaman cabai seumurnya yang tidak diberi pupuk. Dalam waktu dua minggu tanaman cabai yang diberi pupuk berbuah sangat lebat. Sedangkan yang tidak diberi pupuk tak kunjung berbuah sama sekali. Tak ketinggalan kami pun melakukan uji coba pupuk three in one buatan kami terhadap tanaman enceng gondok yang biasa tumbuh di rawa-rawa atau tanah gambut. Awalnya tanaman eceng gondok kami pindahkan ke dalam sebuah polybag berisi tanah tandus. Kemudian setelah kami beri pupuk three in one, ajaib tanaman tersebut mampu hidup hingga saat ini, pemirsa! Sedangkan tanaman eceng gondok lain yang juga dipindahkan ke dalam polybag berisi tanah kering tanpa diberi pupuk buatan kami, namun kami sirami sehari tiga kali. Hasilnya? (Mengutip perkataan Teteh Syahrini) Alhamdulillah ya, tanaman tersebut mati keesokan hari. Cerita mengenai 2 penelitian para siswa saya akan saya tulis pada postingan berikutnya.

Tibalah saatnya lomba. Kegiatan LPB Kalteng tahun ini diselenggarakan di Hotel Royal Global Palangka Raya, Jalan Tjilik Riwut KM2,5. Oh ya hotel ini cukup unik, karena saat saya menaiki lift menuju lantai 6 saya tidak menemukan adanya lantai 4. Pun begitu saat turun-naik tangga. Begitu lantai 3 dilewati langsung bablas lantai 5. Di manakah lantai 4 berada? Banyak tamu yang menduga kalau lantai 4 berada di dunia maya. Maksudnya? Kembali ke perlombaan, setelah acara dibuka secara resmi oleh perwakilan dinas pendidikan provinsi, para peserta yang mencapai 91 orang diminta untuk memajang poster penelitian dan menjawab sejumlah pertanyaan yang diajukan dewan juri terkait penelitian yang mereka buat. Saya sangat kagum dan bangga kepada para pelajar SMP dan SMA yang mengikuti kegiatan ini. Murid-murid saya sangat minder setelah melihat poster penelitian para peserta lain. Terlebih mereka sangat grogi melihat peserta lain sangat mantap dan meyakinkan saat menjawab pertanyaan dewan juri dalam bahasa Inggris yang amat fasih. Hanya 20 peserta yang layak masuk ke babak final. Di mana para finalis harus tampil mempresentasikan makalah yang telah mereka buat mengenai penelitian mereka di hadapan dewan juri yang super kritis (dosen berbagai universitas ternama tanah air) dan para peserta lainnya. Presentasi ditampilkan menggunakan layar LCD dengan format power point dan menggunakan bahasa Inggris. Wow cool.

Berselfie ria di depan poster penelitian kami.
Saya tidak mengira penelitian para peserta umumnya penelitian sederhana namun sangat bermanfaat bagi manusia. Beberapa penelitian yang saya ingat di antaranya ramuan kalapapa sebagai obat tonsillitis (keluar menjadi juara pertama untuk bidang ekologi), saripati tanaman cemot sebagai hand sanitizer (juara favorit pilihan juri), penerapan rumus matematika ke dalam motif batik khas Kalimantan Tengah, pembuatan aplikasi kamus 3 bahasa: Dayak-Indonesia-Inggris, penemuan lintasan bunglon (suatu alat yang dapat membuktikan bahwa energy tidak dapat diciptakan dan energy tidak dapat dimusnahkan), dan pembuatan biopolybag dari pelepah kelapa sawit, serta masih banyak penelitian lainnya yang sangat luar biasa hebatnya. Sepertinya saya tidak dapat bercerita lebih banyak lagi. Silakan amati saja galeri foto yang saya pajang di sini. Sebagai penutup, saya berharap dengan adanya kegiatan ini akan semakin banyak generasi muda Indonesia yang berhasil menciptakan suatu penemuan baru dan bermanfaat bagi masyarakat dunia. Maju terus generasi muda Indonesia!

Bersama para murid kebanggaan.

Presentasinya pakai Bahasa Inggris. Jurinya itu lho kalo nanya bilang ‘pertanyaannya simple’, tapi ko pesertanya pada kesusahan menjawabnya ya..

Ini para peneliti senior. Coba tebak, saya di mana?

Narsis bareng boleh kan?
Silakan klik LPB Kalteng 2016

Ketika Langit Tak Lagi Biru

Pernahkah kalian merindukan matahari seperti apa yang sedang kurasakan?
Sudah sebulan ini aku tak melihat langit biru seperti biasanya
Matahari yang hangat menyinari dunia begitu indahnya
Dan bintang-bintang yang menghiasi malam bagai untaian mutiara di angkasa
Semua yang kulihat di sekelilingku begitu putih menyelimuti
Udara yang kurasakan membuatku pengap
Napasku kian sesak, dan tak urung membuatku perih
Kapan musibah ini akan berakhir?

STOP!

Kabut tebal yang menyelimuti Kota Palangka Raya

image

Pagi ini gue bangun dengan setumpuk cucian di depan kamar mandi. Gue harus segera menjemur sebelum hari semakin siang. Selama dua minggu berturut-turut semua sekolah diliburkan. Kabut asap melanda negeri gue. Pembaca udah sering nonton berita di tv kan? Kalimantan jadi trending topic lagi, pemirsa! 😉 Sepanjang bulan Agustus lalu gue masih asyik nimatin perjalanan bolak-balik dari Balai Riam ke Pangkalan Bun. Tapi sekarang udah nggak bisa lagi lantaran kabut asap yang begitu tebal. Cucian yang gue jemur sangat susah kering karena nggak ada sinar matahari yang menyerapnya. Kalaupun kering,  jemuran gue pada bau apek terkena asap. Percuma aja pake pewangi seember juga.

Terkadang orang Indonesia baru sadar bahwa sesuatu itu amat penting bagi mereka di saat sesuatu tersebut mulai hilang dari hadapan mereka. Matahari contohnya! Selama matahari ada bersinar dengan teriknya, orang-orang sering protes dan mengeluh berlebihan. “Uuh, panas banget kaya di neraka! Neraka bocor kali ya?” (emangnya situ pernah ke neraka?), “Matahari panas banget sih, coba turun hujan aja!” keluh sebagian warga di kampung gue beberapa bulan lalu. Mereka sering mengupdate status di berbagai media sosial. Padahal, mereka sama sekali nggak nyadar coba kalau nggak ada matahari apa bisa jemuran mereka kering? Apa bisa tanaman yang mereka pelihara berfotosintesis? Apa bisa mereka menikmati ikan asin yang dijemur para nelayan? Enggak kan? Lol *berlagak sok bijak ya gue*

Gue jadi ingat tulisan Mbak Feli di blognya tentang musim dingin di Norwegia. Di sana matahari benar-benar dihargai. Sepanjang musim dingin orang-orang Norwegia selalu merindukan matahari sebab langit selalu kelihatan mendung sepanjang musim dingin. Begitu sommer (musim panas) tiba, orang-orang pada asyik berlibur menikmati indahnya dan hangatnya cahaya matahari. Orang-orang lebih suka beraktivitas di luar rumah sepanjang musim panas berlangsung. Perasaan ini yang sekarang lagi gue rasain di Kalimantan. Gue kangen banget sama hangatnya sinar matahari. Gue kangen berjemur di bawah terik matahari pagi supaya gue nggak kekurangan vitamin D.

Gue gak habis pikir sama bc (broadcast) yang disebarkan orang-orang via BBM. Mereka menulis meminta pertanggung-jawaban pemerintah atas kabut asap yang melanda Kalimantan dan Sumatra. Hellooooo… ini yang salah siapa, yang bertanggung jawab siapa! Kok bisa-bisanya para netizen menulis sekeji itu? Gue nulis artikel ini bukan sekadar mengeluh soal keadaan di kampung gue. Tapi gue juga ingin meluruskan supaya para netizen berpikir dulu sebelum bertindak. Jangan sampai ada pihak tertentu yang menjadi kambing hitam. Gue di sini sebagai pihak yang fair dan objektif. *Serius loe, Gih?* (pembaca mikir sambil ngupil).

Jadi gini, sepengamatan gue kalau musim kemarau semakin panjang, biasanya mayoritas penduduk di Kalimantan (dan mungkin juga di Sumatra) pada ngebakar kebun atau hutan buat buka ladang baru. Di samping tujuan mereka, dengan pembakaran tersebut diharapkan asap yang dihasilkan bisa berubah menjadi awan mendung di langit hingga kemudian bisa menurunkan hujan. Sayangnya pemikiran yang demikian simple itu terlalu awam bagi masyarakat di sini. Mereka tidak berpikir kalau asap bisa menyebabkan gangguan pernapasan. Hasil pembakaran juga sebenarnya bisa membahayakan bagi semua orang. Mereka tidak tahu kalau asap pembakaran menghasilkan zat asam dan kloroflorokarbon yang dapat menyebabkan terjadinya hujan asam. Kalau sudah begini, tanaman tidak akan tumbuh subur melainkan mati seketika. Saking gersangnya tanah di Kalimantan pada musim kemarau, percikan api sangat mudah merembet dari satu lokasi lahan ke lahan yang lain. Jangan remehkan ranting kayu sekecil apapun. Api juga dapat timbul karena terjadinya gesekan antara sepotong ranting dengan ranting lain, kemudian menjalar membakar dedaunan kering dan alang-alang yang yang telah menguning. Kebakaran pun semakin besar hanya dalam hitungan menit bahkan detik.

Peraturan dibuat untuk dilanggar

image

Terus, kenapa pemerintah yang disalahkan atas kejadian ini? Kenapa pemerintah diminta bertanggung jawab atas musibah ini? Memangnya pemerintah yang telah sengaja membakar lahan? Atau jangan-jangan warga marah kepada pemerintah hanya karena pemerintah tidak memberikan bantuan pemeliharaan tanaman, memberikan pupuk gratis misalnya, atau membantu membuatkan saluran irigasi untuk warga? Wah, picik sekali ya kalau begitu. Seharusnya masyarakat sadar kalau selama ini pemerintah telah berperan aktif dalam pemeliharaan dan pelestarian alam. Banyak sekali hutan konservasi dan cagar alam yang dibuat oleh pemerintah guna melestarikan alam. Pemerintah juga telah membuat undang-undang pelestarian hutan yang seharusnya dipatuhi oleh masyarakat. Kendati sekalipun sayangnya belum semua masyarakat Indonesia sadar lingkungan, terutama Undang-Undang Pelestarian Hutan. Padahal berbagai sosialisasi telah pemerintah lakukan hingga pemasangan papan peringatan di sepanjang tepian hutan.  Semua demi kebaikan seluruh warga negara Indonesia. So, sebaiknya dalam keadaan seperti ini jangan saling menyalahkan ya! Think it wisely! Semoga musim hujan segera datang menumpas kabut asap yang melanda negara kita. Amin. 

Sebuah perahu sampan teronggok di bibir sungai yang mengering

image

Biasanya sungai akan dikeruk diperlebar pada musim kemarau

image

Stop pembakaran hutan!

image

Rawa yang menjadi tempat mencuci darurat, kotor tercemar

image

Kabut yang menyelimuti hutan Kalimantan

image

Amati, matahari begitu kecil tertutup kabut!

image

Jalan dari dan menuju kampung gue, full of dust

image

Setiap hari wajib pakai masker!
image

image

Pohon ketapang yang meranggas

image

Lapangan bola di kecamatan, gersang tanpa rumput

image

Kabut pagi yang menyelimuti pelabuhan speedboat Sukamara, membuat aktivitas pelabuhan terhenti

image

Jalan di kampung gue pagi hari
image

image

Silakan lihat juga:

Keluhan dan Doa Seorang Pramugara Tentang Kabut Asap di Palangka Raya

Inilah Bimbel Gue!

image

Kali ini gue mau cerita soal bimbingan belajar (bimbel) gue yang udah gue diriin sebelas tahun lamanya. Pembaca mungkin banyak yang nggak percaya kalo bimbel gue udah berdiri selama itu. Sehebat apa sih bimbel yang gue punya, dan kok bisa bertahan begitu lama? Well, simak cerita gue selengkapnya aja! Sorry kalo tulisan gue kali ini nggak ada unsur komedinya. Gue mau serius cerita sama kalian semua. Araseo? (Ceileh, sok jago Bahasa Korea ya gue :)).

Seperti yang udah gue ceritain dari postingan gue terBAHEULA, bimbel gue ini gue dirikan secara nggak diduga. Ini semua di luar planning gue. Tahun 2004 gue hijrah ke Kalimantan, awalnya bukan buat ngediriin bimbel. Melainkan buat cari kerja jadi karyawan perusahaan minyak kelapa sawit. Niatnya sih waktu itu gue mau ngelamar jadi operator di perusahaan yang namanya PT. KSK (Kalimantan Sawit Kusuma), perusahaan minyak kelapa sawit terbesar di Kalimantan. Tapi Om gue ngelarang keras lantaran gue pake kacamata minus. Emangnya kalo pake kacamata minus gak boleh kerja gitu? Kenyataannya gue perhatiin banyak banget karyawan PT. KSK yang pake kacamata. Gak tahu kali ya cowok yang pake kacamata minus itu tampangnya manis-manis (kaya gue, Afghan Syahreza, sama Pradikta Wicaksono 😎 ). Sampe sekarang gue gak tau pasti kenapa Om gue waktu itu ngelarang keras gue ngelamar ke sana. Sampe akhirnya gue ikut kerja sama paman gue yang lain, paman yang jadi Bapak Pembangunan (alias developer) di kabupaten tempat tinggal gue. Meskipun begitu, gue nggak dapet bagian yang enaknya kok. Gue jadi kuli. Beneran gue jadi kuli! Aneh? Tugas gue ngegali tanah buat bikin kuburan gue sendiri nimbun pondasi mesjid yang lagi dibangun di Desa Pangkalan Muntai. Sumpah, ternyata berat banget! Gue harus nyangkul tanah yang kerasnya minta ampun (berhubung lagi musim kemarau), terus dibawa ke mesjid pake angkong yang jaraknya 200 meter dari lokasi penggalian. Yang bikin gue berat adalah kerasnya si tanah. Gue heran, kok bisa tanah lempung jadi sekeras batu? Pake formalin kali ya? 😅 Alhasil tangan gue lecet semua dan kapalan (ini baru cowok sejati 💪). Tapi gue gak betah kerja di sana. Kampung tempat kerja gue sepi banget, dan gue gak punya passion di bidang seni bangunan. Haha… gak bakat jadi tukang kali ya 👷🏰 .

Akhirnya seminggu kemudian gue balik ke rumah bibi gue. Kebetulan tahun ajaran baru sekolahnya adek sepupu gue yang kelas 4 SD, baru aja dimulai. Gue lihat di rapornya adek sepupu gue itu nggak ada pelajaran Bahasa Inggris. Gak tahu dapet inisiatif dari mana, gue langsung ngedatangin rumah kepseknya buat ngelamar jadi menantunya. Eh salah deng, maksud gue buat ngelamar jadi guru Bahasa Inggris di sekolahnya. Gue nggak bawa ijazah, apalagi surat kawin. Tapi Alhamdulillah, gue langsung diterima sebagai guru volunteer sama Pak Kepsek. Manakala waktu itu gue juga masih terbilang anak kemaren sore, soalnya kan gue baru aja lulus SMA. Gila, berani banget ya gue ngelamar jadi guru? Inilah petualangan pertama gue menjadi penerus Engkong Oemar Bakri (ngikutin lagunya Om Iwan Fals: Oemar Bakri… Oemar Bakri…). Tapi Engkong Oemar Bakri masih mending, berangkat ke sekolah naek sepeda ontel jadi pegawai negeri pulak! Nah gue, ke sekolah aja selalu jalan kaki. Gempor  deh kaki gue setiap hari. Engkong, sepedanya warisin atuh ke gue :oops::| .

Sejak gue ngajar di sekolahnya adek sepupu gue, bibi gue nyaranin supaya gue buka les juga di rumah. Soalnya waktu itu belum ada satu orang pun guru yang membuka usaha bimbingan belajar. Gue pikir, kenapa enggak? Toh, selama gue SMP dan SMA di Bogor, gue udah biasa ngajar les privat anak tetangga gue yang masih SD. Jiwa pendidik gue kembali bangkit. Darah ‘guru’ para leluhur gue nurun ke gue. Emang udah suratan Illahi kali ya, gue harus jadi seorang guru di Kalimantan.

image

Baru sehari buka les, murid gue udah terkumpul sebanyak 40 orang. Wow, luar biasa sekali bukan? Itu artinya perhatian masyarakat terhadap dunia pendidikan lumayan tinggi. Gue semakin semangat buat ngejalanin bimbel sampe seterusnya. Meski pelanggan gue terbilang banyak, tapi waktu itu gue masang tarif lumayan murah cuma Rp20.000,00 perbulan. Demi peningkatan penghasilan, gue terus door to door nyari tambahan pelanggan supaya bimbel gue semakin rame. Gue rela berjalan kaki berkilo-kilometer jauhnya (sumpah sakit banget, karena nggak ada angkutan umum di sini).

Tok! Tok!

“Ya, ada apa ya?” tanya pemilik rumah.

“Permisi Bu, maaf mengganggu. Apakah Ibu punya anak yang sedang bersekolah di SD atau SMP?” kata gue sopan.

“Ada. Emangnya kenapa, Mas? Mas mau nyulik anak saya ya?” seloroh si ibu pemilik rumah.

JEBREDT! (pintu pun ditutup).

Ting tong!

“Mau cari siapa?” tanya penghuni rumah berikutnya.

“Saya mau cari…” jawab gue.

“Maaf ya, lowongan pembantu di rumah ini sudah diisi sama saya! Silakan cari rumah lain saja ya!” penghuni rumah itupun ngelambaikan tangannya bak Miss Universe yang habis kecebur got.

Hadeuh… kenapa sih orang-orang di sini pada aneh-aneh? Tapi gue gak gentar dan terus berusaha, maju terus ketokin pintu rumah orang. Keluar masuk hutan dan perkampungan penduduk sampe nyasar di sawitan dikejar-kejar orang utan. Alhamdulillah usaha gue membuahkan hasil. Jumlah pelanggan gue menembus angka di atas 50 orang. LUAR BINASA! (Ups, maksudnya luar biasa pemirsa!). Anak-anak peserta didik gue bahkan banyak yang berhasil menembus peringkat sepuluh hingga tiga besar di sekolahnya masing-masing. Orang-orang mulai berpikiran kalo ternyata bimbel itu sangat penting, mengingat perilaku anak zaman sekarang yang pada malas belajar. Melihat keberhasilan gue dalam mendidik anak, orang-orang sekampung semakin rame berdatangan ngantri sembako buat daftar les sama gue. Saking ramenya bimbel gue, gue sampe nambah jadwal kelas malam. Malahan ada yang enggak keterima sama gue lantaran kelasnya kepenuhan (biasanya gue nampung maksimal 8 murid perkelas). Benar-benar keberhasilan yang luar biasa buat gue. Semakin dikenal dan terbukti kaya apa kualitas gue, gue mulai berani naekin tarif. Tiap tiga semester sekali gue pasti naekin tarif menyesuaikan tingkat perekonomian masyarakat di kampung gue. Yang dulu awalnya cuma Rp20.000,00 perbulan, gue naekin jadi Rp40.000,00 pas tahun 2006. Terus jadi Rp75.000,00 setelah tiga semester berikutnya. Kemudian naek lagi jadi Rp150.000,00 pada tahun 2010 dan Rp175.000,00 perbulan pada tahun 2012. Hingga akhirnya sekarang gue udah masang tarif Rp1.500.000,00 persemester. Tentunya kenaikan tarif ini gue imbangin sama fasilitas yang terus bertambah.

image

Sebenarnya bimbel gue cuma bimbel rumahan yang biasa-biasa aja. Bukan pula bimbel resmi yang punya izin operasional dari Dinas Pendidikan. Waktu itu minta izin sama dinas setempat dianggap masih kurang penting karena daerah tempat tinggal gue adalah daerah terbelakang yang sedang berkembang. Jadi gue belum terlalu mikirin pentingnya dapat izin operasional dari dinas pendidikan setempat. Tapi semenjak enam tahun terakhir, kampung gue semakin banyak perantau yang datang dari Jawa. Dan mereka turut membuka usaha buka bimbingan belajar kaya gue. Di sinilah gue mulai ngerasa izin operasional itu sangat penting demi eksistensi bimbel gue yang paling pertama ada. Meskipun begitu banyak bimbel baru di kampung gue, masyarakat menilai bimbel yang mereka bikin belum mampu menandingi kehebatan bimbel gue (ceileh… sombong amat ya gue 😚). Bimbel yang mereka bikin hanya sebatas ngajarin pelajaran Matematika, IPA, IPS, PKn, dan Bahasa Indonesia. Sedangkan di bimbel gue, hampir semua pelajaran diajarkan terkecuali Pendidikan Agama untuk yang non Islam. Gak mungkin kan gue ngajar pelajaran Pendidikan Agama Kristen, Hindu, atau Budha, sementara agama gue sendiri Islam! Boleh dibilang bimbel gue ini merupakan bimbel yang komplit karena berbagai bahasa asing (Inggris, Jepang, Korea, Mandarin, dan Italia) menjadi mata pelajaran optional berdasarkan kesukaan para murid. Sementara mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) menjadi pelengkap di bimbel gue. Setiap hari murid-murid les gue datang ke rumah membawa laptop pribadi  (dan sebagian lain udah gue sediakan di bimbel). Begitu mereka datang biasanya mereka bakal bertegur sapa sama semua orang di rumah pake Bahasa Inggris atau bahasa asing yang mereka suka.

“Hello, good afternoon teacher. Jal jinaeseoyo?” sapa murid-murid gue yang suka Bahasa Inggris dan Korea.  

“Good afternoon. Ne, jal jinaeseoyo!” balas gue ke mereka.

“Sensei, watashi wa shukudai ga arimasu. It’s very difficult! Oshiete kudasai ne!” celoteh murid gue yang suka ngomong Jepang campur Inggris.

“Hontou desu ka? Let’s try to solve it!” ajak gue ke mereka.

“Lao shi, wo bu ming pai! Please, repeat it once again!” Nah kalo yang ini murid gue yang jago Mandarin.

Keren kan? Kecil-kecil para murid gue udah belajar jadi polyglot niruin gue. Haha… 😆 . Oya selain jago bahasa asing,  banyak murid gue yang berhasil menjadi juara olimpiade SAINS (Matematika dan IPA) lho. Baik di tingkat kecamatan, kabupaten, maupun provinsi. Beberapa di antaranya ada yang sudah menembus tingkat nasional. Bayangkan, TINGKAT NASIONAL, pemirsa! Kampung gue cuma kampung kecil, bimbel gue juga bukan bimbel berkelas, tapi hasil didikan gue benar-benar ‘JADI’! Kebanyakan murid gue, walaupun sudah berhasil menjadi juara, mereka selalu ngotot sama ortunya supaya terus lanjut les sama gue. Saking ngebetnya senang diajar sama gue, sampe-sampe pernah ada murid gue yang pindah ke kota terus dia maksa ortunya supaya gue ikut pindah sama mereka. Hadeuh… aneh kan? Kalian tahu apa yang terjadi sama murid gue itu sekarang? Dia nggak mau sekolah kalo gurunya bukan gue (ini serius lho! Swear! ✌).

Semenjak munculnya banyak bimbel baru di kampung gue, gue juga gak berhenti meningkatkan kualitas pelayanan gue terhadap pelanggan. Malahan saking dianggap bagusnya kualitas bimbel gue, banyak pelanggan yang berlangganan turun-temurun mulai dari anak pertama, anak kedua, hingga seterusnya. Ditambah lagi tanpa harus bikin iklan ataupun promosi ke sekolah-sekolah, usaha bimbel gue malah dipromosiin sama para pelanggan gue sendiri. Banyak di antara mereka yang mengajak keluarganya buat jadi pelanggan gue juga. Jadi intinya gue udah gak serepot harus door to door kaya dulu lagi. Biasanya para calon pelanggan gue datang sendiri ke rumah karena mendengar promosi dari kerabat mereka soal bimbel gue.

Well, pembaca pasti bertanya-tanya sebenarnya modal bikin bimbel itu gede gak sih? Terus kaya apa manajemennya supaya bimbel kita bisa awet tahan lama dan tetap menjadi primadoni? (maaf, primadonanya lagi izin ke wc sebentar. Hihihi… 😄). Nih, gue kasih tips sama bocorannya ya. Kali aja pembaca ada yang langsung bikin bimbel sehabis baca tulisan ini.

image

1. Tempat bimbel bisa rumah pribadi. Enggak harus di pinggir jalan raya yang rame dilewatin banyak kendaraan. Kenyataannya suara bising kendaraan malah ngeganggu konsentrasi belajar para peserta didik. Kebetulan rumah gue berada di paling pojok sebuah gang (tapi mobil bisa masuk), suasananya sepi nyaris gak ada tetangga, halaman cukup luas, dan banyak pepohonan. Adem, asri, dan teduh bikin murid-murid gue nyaman belajar. Ruang belajar les hanya ada dua ruangan (indoor dan outdoor). Gue sengaja bikin kelas outdoor selain supaya murid-murid bisa menyatu dengan alam, murid-murid juga bisa menghirup udara segar, dan nggak ngerasa jenuh belajarnya.

2. Sediakan fasilitas penunjang pelajaran mulai dari buku paket, buku kumpulan soal, peta, atlas, kerangka manusia, struktur tubuh manusia, globe, CD untuk listening bahasa asing, meja belajar, mikroskop, alat musik, dll. Kisaran biayanya kira-kira Rp3.000.000,00-Rp5.000.000,00.

3. Penataan ruang belajar dibuat senyaman mungkin. Buatlah posisi duduk lesehan supaya para peserta didik nggak terlalu pegal. Ajak para peserta didik menikmati fasilitas yang kita sediakan, misalnya nonton film kartun berbahasa Inggris. Niscaya para murid cepat nyerap bahasa asing yang lagi mereka pelajari. Atau bisa juga ajak mereka nyanyi diiringi piano dan alat musik lainnya. Suasana belajar kaya gini bikin murid nggak ngerasa boring.

4. Kalau bimbel kita pengen dapet izin operasional dari dinas pendidikan, sebaiknya kita bikin izin dulu ke notaris. Persyaratannya antara lain surat keterangan usaha dari kepala desa dan  fotokopi KTP 6 orang: pembina lembaga bimbingan, ketua, sekretaris, bendahara, dan dua orang anggota lainnya. Biaya izin notaris relatif terjangkau, kemaren gue cuma disuruh bayar satu juta rupiah. Sedangkan waktu ngajuin izin operasional ke dinas pendidikan nggak diminta uang administrasi sama sekali alias free. Malahan kalau bimbel kita rutin bikin laporan ke dinas pendidikan, pihak yang terkait di dinas pendidikan bakal ngasih bantuan operasional seperti buku-buku penunjang pelajaran, meja, kursi, dan fasilitas lainnya. Asyik kan? 🙂

5. Meskipun bimbel kita udah maju, kita harus komitmen dan konsisten terhadap usaha kita! Para tenaga pengajar harus selalu mau belajar mengikuti perkembangan dunia pendidikan, dan jangan pernah ngerasa ‘mentang-mentang sudah jadi guru, kita sudah pintar, dan nggak perlu belajar!’ itu sih sama aja nonsense! Sejatinya guru itu harus selalu meningkatkan skill, supaya enggak dipandang remeh sama muridnya. Mengajar tanpa belajar itu namanya guru sombong! Belajar tanpa mengajar itu namanya guru malas dan pelit!

6. Kuasai jenis usaha! Lihat usaha bimbel yang menjadi pesaing bisnis kita. Apakah mutu kita berada di bawah mutu bimbel mereka. Kalau iya, cari segera solusinya! Kalau ternyata bimbel kita lebih baik mutunya daripada bimbel sebelah, pertahankan dan terus tingkatkan! Gue pribadi pada prinsipnya nggak pernah memandang orang yang sama-sama buka usaha bimbel sebagai saingan. Toh rezeki itu sudah ada yang mengatur, yaitu Tuhan! Gue selalu menyerahkan segalanya kepada Tuhan, dan ngebiarin semua berjalan apa adanya. Tukang baju aja di pasar nggak cuma ada satu kan? Biarkan konsumen yang memilih. Semakin banyak konsumen yang tahu kualitas kita, niscaya semakin banyak pula orang yang ingin menjadi pelanggan.

7. Buatlah laporan berkala mengenai pemasukan bimbel dan kegiatan bimbel supaya program bimbel menjadi terarah dan berjalan dengan baik! Ada kalanya dana yang masuk dari peserta bimbel harus dialokasikan untuk berbagai keperluan yang menunjang kegiatan bimbel. Usahakan agar dana yang masuk tidak tercampur dengan kepentingan pribadi. Jadi sebaiknya dana pribadi dipisahkan terlebih dahulu.

Well, segitu aja kali ya cerita soal bimbelnya. Semoga tipsnya bermanfaat. Kalo ada yang mau daftar di bimbel gue, gue tunggu lho… Ini alamatnya:

Bimbingan Belajar Sugih
Desa Bangun Jaya
Jalan Raya PT. KSK RT1/1
Kec. Balai Riam
Kab. Sukamara
Kalimantan Tengah 74173

Gallery

image

image

image

image

image

image

Aneka Pizza Unik Kreasi Chef Sugih

Hidup di pedalaman bikin gue gak bisa ngerasain apa yang orang kota bisa nikmatin. Salah satu misalnya adalah ngenikmatin makanan cepat saji (fast food) kaya hamburger, lasagna, spageti, kebab, dan pizza. Dulu selama zaman gue masih sekolah di Bogor dari kecil gue suka banget makan pizza tiap kali dibeliin sama bokap. Biasanya bokap ngebeliin pizza pas kami sekeluarga jalan-jalan mengisi liburan ke Taman Safari, Puncak, Dufan, Ancol, Taman Mini,  dll (dan lupa lagi, pemirsa). Gue selalu inget bokap gak pernah absen ngebeliin pizza tiap kali kami sekeluarga pergi jalan-jalan bersama. Meskipun banyak sodara gue yang gak terlalu doyan makan pizza cuma gara-gara toppingnya yang agak lengket dan sering bikin mereka muntah, akhirnya cuma gue yang selalu ketagihan. Sekarang kalo gue makan pizza, gue selalu inget kenangan jalan-jalan sama almarhum bokap. Rasanya sering sedih tiap kali inget semua kenangan itu.

Selain pizza, gue juga hobby banget makan burger. Walaupun kata nyokap masakan di rumah jauh lebih menyehatkan ketimbang fast food yang dijual di pinggir jalan. Kebanyakan fast food di pinggir jalan memang kurang higienis dan terlalu banyak mengandung zat pengawet. Jadinya semua makanan itu malah tergolong junk food alias makanan sampah. Parahnya junk food bisa menimbulkan berbagai penyakit karena terlalu banyak mengandung kolesterol.

Semenjak tinggal di daerah pedalaman gue gak pernah lagi bisa makan pizza ataupun burger. Alhasil gue cuman bisa ngiler tiap kali ngeliat iklannya di tv. Gue juga ngerasa prihatin sama murid-murid gue kalo pas gue ngajar Bahasa Inggris. Masalahnya sering banget muncul percakapan di buku yang temanya soal makanan. “What kind of food do you like? Do you like pizza, hotdog, or hamburger?” (Makanan seperti apa yang kamu suka? Apakah kamu suka pizza, hotdog, atau hamburger?). Murid-murid gue cuma bisa bengong tiap kali ketemu dialog model gitu di buku. Soalnya mereka belum pernah ngerasain kaya apa rasanya burger sama pizza. Kesannya pizza & burger adalah makanan mewah yang cuma bisa dinikmatin sama orang kota. Boro-boro pizza, bisa makan bakso aja dah syukur.

Berbekal keterampilan memasak yang gue punya, pas nyokap buka kafe baru  bulan kemaren, gue berinisiatif buat ngenalin aneka western food ke masyarakat di kampung gue. Kalo nyokap cuma bikin masakan Indonesia kaya soto ayam Bogor, pempek Palembang, Gado-gado Betawi, nasi goreng spesial, asinan Bogor dan lain sebagainya, gue melengkapinya dengan menu burger, pizza, kebab, dan sosis bakar. Semua diolah dengan tangan gue sendiri. Tentunya dijamin higienis karena gak pake zat-zat yang aneh-aneh.

Baru hari pertama kafe nyokap dibuka, antrean pembeli langsung membludak. Soalnya pas hari itu gue gencar banget ngepromosiin ke semua orang di sekitar gue. Termasuk semua kontak yang ada di hp. Alhamdulillah, respon masyarakat soal pizza yang gue bikin jadi trending topic orang sekampung. Banyak dari pembeli yang tersenyum sumringah karena baru pada tahu yang namanya pizza. “Oh, jadi ini yang namanya pizza toh? Enak juga ya!”, “Wah asyik, kita gak perlu turun ke kota lagi buat beli pizza!”, “Mantap deh meskipun ini di kampung tapi menu yang ada di kafe ini internasional banget! Bisa bikin sushi sama bulgogi nggak?” Ada kepuasan tersendiri waktu gue ngeliat ekspresi para pembeli. Lucunya di kampung gue sebenarnya banyak banget pendatang dari Pulau Jawa, tapi mereka pada nggak tau sama yang namanya pizza dan burger. “Pizza? Apa itu pizza? Sejenis rendang atau supkah? Burger itu bubur seger yak?” #Gubrak! *nih orang habis semedi di dalam goa kali ya?*

Nah, supaya pizza diminati para pembeli selain toppingnya harus enak dan gurih, bentuk-bentuk pizza juga harus dibuat seunik mungkin supaya minat konsumen lebih besar dan menggugah selera makan. Pizza yang gue bikin bahannya mudah didapat dan harga jualnya pas dengan kantong anak kos-kosan. Pemirsa mau nyoba bikin sendiri? Berhubung gue bukan orang pelit, nih gue kasih deh resepnya. Silakan disimak ya…

Beberapa pizza unik kreasi gue sebelum dipanggang :

Pizza Sakura buat pengagum keindahan negara Jepang.

image

Pizza Romantis buat pasangan yang lagi dimabuk cinta.

image

Pizza Bintang buat anak-anak yang memiliki cita-cita tinggi.

image

Butterfly Pizza buat pecinta keindahan
image

Pizza bundar untuk orang yang menyukai kesederhanaan
image

Ordinary pizza satu untuk kebersamaan
image

Sunflower pizza untuk hari yang selalu ceria
image

Resep Pizza Unik

Bahan adonan :
-Tepung terigu 400 gram
-Telur ayam 1 butir
-Mentega 3 sdm
-Minyak goreng 3 sdm
-Fermipan (ragi instan) 40 gram
-Air susu hangat 1 gelas

Cara membuat adonan :
1. Campurkan semua bahan di atas dalam sebuah baskom.
2. Aduk rata, lalu masukkan air susu hangat dan campurkan kembali hingga adonan menyatu menyeluruh.
3. Bila adonan sudah kalis dan tidak lengket di tangan, gumpalkan adonan menjadi satu bulatan penuh! Lalu tutuplah baskom dengan kain serbet bersih selama minimal 15 menit agar adonan mengembang.
4. Sementara adonan didiamkan, siapkan bahan tumisan untuk topping.

Bahan topping :
-Bawang bombay setengah siung, cincang halus;
-Cabe hijau 3 buah, iris menyerong;
-Bawang bakung 2 batang, iris tipis;
-Telur ayam 1 butir, kocok hingga putih dan kuning telur merata;
-Sosis daging ayam/sapi 4 buah, iris menyerong. Selain sosis bisa juga memakai jamur kancing yang diiris tidak terlalu tebal;
-Tomat 3 buah, cincang halus;
-Paprika 1 buah, iris memanjang 2 cm. Bila tidak ada paprika bisa diganti dengan satu buah jagung manis, preteli jagung dan buang batangnya.
-Daging ayam 300 gram, goreng kemudian cincang dadu atau potong suwir-suwir. Bisa juga memakai daging kornet untuk penyuka daging sapi;
-Gula pasir secukupnya;
-Bumbu penyedap Royco/Masako secukupnya.

Cara membuat topping :
1. Tumis bawang bombay hingga harum.
2. Masukkan cabe hijau, bawang bakung, tomat, sosis, telur, daging, dan sayuran lainnya.
3. Bubuhi gula pasir dan bumbu penyedap, aduk hingga tumisan terasa gurih dan aromanya tercium harum.

Bahan pelengkap pizza :
-Keju parut secukupnya;
-Saus tomat/saus pedas (sesuai selera), bisa juga menggunakan mayonaise untuk menciptakan rasa yang berbeda.

Cara membuat pizza :
1. Ambil adonan sebanyak kepalan tangan, pipihkan di atas teflon.
2. Cetak adonan sesuai bentuk yang diinginkan. Misalnya bentuk hati, bintang, bunga, lingkaran, lingkaran bergerigi, dan lain sebagainya. Berikan batas tepian sedikit lebih tebal/tinggi daripada bagian tengahnya.
3. Oleskan mayonaise atau saus ke atas adonan yang telah dipipihkan dan dibentuk sesuai keinginan. Pastikan olesannya merata!
4. Tuangkan topping yang telah ditumis ke atas adonan yang telah dilumuri mayonaise/saus.
5. Ratakan topping di atas permukaan pizza.
6. Tuangkan saus sekali lagi di atas topping!
7. Taburkan irisan keju atau keju yang telah diparut!
8. Panggang dalam keadaan tertutup rapat di atas kompor dengan nyala api kecil selama kurang-lebih 5 menit.
9. Tusuk dengan garpu untuk memastikan kematangannya! Bila adonan tidak melekat pada garpu, berarti pizza sudah matang. Pastikan pizza tidak gosong dan mudah diangkat dari teflon!

Pizza siap disantap!^^  Satu adonan di atas dapat disajikan hingga 5 porsi (5 teflon). Selamat mencoba ya…

Postingan selanjutnya gue kasih resep kebab super, mayonaise lemon, dan cara bikin sosis home made. Jangan lewatkan!

Kepulanganku ke Kalimantan yang Menyedihkan

Allowh pembaca, kumaha daramang? (Bagaimana kabarnya?) Pasti pada sehat semua kan? Syukur deh kalau pada sehat, kalau lagi sakit cepet minum Baygon ya… 😀 Ups… Kembali lagi BJ (baca : Blog Jockey) Sugih akan berbagi cerita untuk kalian semua. Sorry nih sebelumnya kalau aku lama hilang dari blogku selama beberapa bulan terakhir ini. Maklum, berhubung aku sudah kembali ke Kalimantan aku terlalu serius bermeditasi di rimba raya pulau ayam betina ini. Wuahahaha… *lalat masuk mulut* Eh ngomong-ngomong soal Kalimantan, kalian sependapat nggak dengan pikiranku kalau pulau ini bentuknya mirip dengan ayam betina yang sedang bertelur? (Pembaca menyahut : “Hah, ayam betina?”) Iya, bener! AYAM BETINA YANG LAGI NELOR! (tuh, sudah diCAPLOCKS kan! Eh salah, maksudnya diCAPSLOCK!) Coba deh bayangkan Sabah (Malaysia) itu kepala ayamnya, terus Sarawak (Malaysia) sayapnya, dan wilayah Kalimantan (Indonesia) adalah badannya yang lagi duduk mendekam di atas sarangnya. Sementara Pulau Laut yang terletak di sebelah tenggara Provinsi Kalimantan Selatan diimajinasikan seperti sebutir telur yang menggelinding keluar dari bawah perut induknya. Nah, gimana? Nggak nyambung kan? Itu pasti karena khayalanku yang terlalu tinggi. Gkgkgk… *ketawa sambil keselek sepatu* 🐔🐤🐥🐣

Tuh, imajinasiku nggak salah kan?

image

image

Hmm, sebenarnya selama dua bulan terakhir ini pikiranku sedang rusuh:|:(. Sampai-sampai aku malas membuka lagi blogku yang tercinta ini. Padahal banyak sekali notifikasi yang masuk ke blogku ini. Ada pembaca yang minta foto plus tanda tangan-lah, ada yang pengen ketemuan-lah, yang mau pinjem duit juga ada ✋#PLAK *Ditampar pembaca penulisnya ngibul*. Selama dua bulan terakhir aku sering melamun, menangis sesenggukan, dan tertawa-tawa sendiri di dalam kamar. Pembaca pasti mengira aku gila kan? Kalau diperiksakan ke psikiater atau psikolog, mereka pasti akan memvonisku bahwa aku jauh lebih akut daripada gila! 😱 Jadi, aku ini kenapa? Apakah aku sudah menjadi teman seperguruannya Wiro Sableng? Wow, asyik dong! Berarti guruku adalah Sinto Gendeng yang nyentrik itu. Hoho… Salam hormat, Guru! 😀 😘🙏

Hallo Bro, what’s up Bro?^^

image

Pembaca masih ingat kan ceritaku pada postingan sebelumnya? (Pembaca menyahut : NGGAK!!!) Hadeuh, pembacanya habis kebentur tembok ya, jadi pada amnesia! Kepulanganku ke Kalimantan Tengah adalah memenuhi perintah mantan atasanku (sebut saja Mrs. Headmi-STRESS) bahwasanya namaku telah terdaftar sebagai calon peserta sertifikasi di dinas pendidikan kabupaten. Mendengar sertifikasi, siapa sih yang tidak menginginkannya? Apalagi tunjangannya! Padahal saat menerima panggilan dari Mrs. Headmi-STRESS, aku sedang berada di Pulau Jawa guna mempersiapkan aplikasi beasiswa S2 ke luar negeri. Akhirnya aku terpaksa menunda pengajuan aplikasi beasiswa itu lagi. Lantas aku segera pulang untuk menyerahkan berkas sertifikasi ke kantor dinas pendidikan kabupaten. Waktu yang kumiliki hanya tersisa satu hari, deadline penyerahan berkas ke kantor dinas jatuh pada tanggal 16 Maret silam. Sebelum berangkat ke kantor dinas, pagi-pagi sekali aku datang ke sekolah tempat terakhirku bekerja untuk menjumpai Mrs. Headmi-STRESS dan meminta tanda tangan beliau. Namun sayangnya Mrs. Headmi-STRESS sedang melakukan perjalanan dinas ke luar kota. Mau tidak mau aku harus menghubungi pihak dinas pendidikan kabupaten agar berkenan memberikan kelonggaran waktu untukku. Dengan resiko aku harus membayarnya dengan menerima makian dari staf kantor dinas yang kuhubungi. Hiks nasib diomeli… T_T  😭 *Ijah pembantu tetangga sebelah rumah pun ikut menitikkan air mata* “Terima kasih ya, Ijah!” (Mata saya kepedesan ngiris bawang, Pak!–> sahut Ijah) #GUBRAK! 😥

Selagi aku mengunjungi sekolah, aku pun bertemu dan berkenalan dengan Bu Atun (bukan nama sebenarnya, karena beliau adalah tersangka kasus pembunuhan kecoa di rumahnya), guru baru yang menggantikan posisiku setelah aku hengkang dari sekolah. Setelah berbasa-basi sebentar, Bu Atun menanyakan berkas apa yang kubawa. Tanpa meminta izin terlebih dahulu beliau langsung melihat-lihat map yang kubawa. Beliau langsung memprotes mengapa aku memiliki berkas-berkas pengajuan sertifikasi sementara beliau tidak. Well, tentu saja aku punya karena aku sudah menghonor sangat lama : SEBELAS TAHUN sodara-sodara. Salahkah aku bila namaku terdaftar sebagai calon peserta sertifikasi setelah pengabdian yang begitu lama? Sedangkan Bu Atun sendiri baru menghonor beberapa bulan di Kalimantan. Selebihnya beliau lebih lama menghonor di Pulau Jawa. So, mengapa beliau tidak mengikuti sertifikasi di Pulau Jawa saja. Pemirsa setuju? Lucunya Bu Atun menggugatku karena aku masih memiliki Surat Keperjakaan, eh salah, maksudku Surat Keputusan (SK) Kepala Sekolah yang menyatakan kalau aku masih aktif mengajar. SK tersebut memang dibuat oleh kepala sekolah atas inisiatif kepala sekolah (Mrs. Headmi-STRESS) sendiri. Saat meneleponku selagi aku masih di Jawa, Mrs. Headmi-STRESS memohon padaku agar bilamana aku lolos sertifikasi maka aku harus kembali aktif mengajar di sekolah. Tentu itu adalah sebuah komitmen, bukan?

Pada hari selanjutnya, Mrs. Headmi-STRESS berhasil kutemui setelah beberapa kali bolak-balik di teras rumahnya. Pembaca jangan meniru perilaku mantan pimpinanku ini ya, Mrs. Headmi-STRESS baru berangkat ke sekolah pukul 8 pagi, di mana pada pukul tersebut rekan-rekan kerjaku pun baru mengisi absen di kantor guru sambil ngopi dan sarapan pagi. Sedangkan para murid sudah masuk ke lingkungan sekolah sejak pukul 05.30 pagi. Hebat kan para murid di sekolahku itu? Mereka luar biasa disiplin.  Mereka belajar tidak dibimbing oleh para guru lho, melainkan oleh ketua kelasnya! Keren kan? *Ayo kumpulkan orang tua murid, kita demo sekolahnya!* GLEKH! 😅

Mrs. Headmi-STRESS bukannya mempersilakanku masuk ke dalam rumahnya malah menyuruhku untuk merapikan berkas di sekolah. Otomatis ini akan mengulur waktu keberangkatanku ke kantor dinas pendidikan kabupaten karena aku harus menantikan beliau selesai berdandan. Manakala staf pegawai dinas yang kuhubungi kemarin memintaku untuk datang selambat-lambatnya pukul 2 siang. Sedangkan lagi perjalananku dari sekolah menuju kantor dinas pendidikan memerlukan waktu sekitar 3 hari 3 malam (itupun kalau sanggup jalan kaki 😛 ). Yang membuatku kesal pada hari itu adalah Mrs. Headmi-STRESS malah sengaja mengulur-ulur waktu sehingga membuatku berangkat agak siang. Sempat kulihat olehku Bu Atun menemui Mrs. Headmi-STRESS di ruangannya. Tampaknya mereka terlibat percakapan yang sangat serius. But I don’t know what’s the topic about…  Apakah Mbah Google mengetahuinya?

Yeah, akhirnya seluruh berkasku telah ditandatangani dan dilegalisir oleh Mrs. Headmi-STRESS. Berhubung aku sudah tidak memiliki kendaraan pribadi, aku terpaksa berangkat ke kantor dinas dengan menumpangi speedboat. Pembaca tahu speedboat enggak? Kalau belum tahu, speedboat itu adalah kapal pesiar mewah yang dapat menampung delapan sampai sepuluh orang penumpang dengan kecepatan yang maha dahsyat dan mengalahkan kecepatan kilat saat balapan dengan petir. Sayangnya ketika aku tiba di pelabuhan speedboat, matahari sudah tinggi (heran matahari kok bisa tinggi ya, padahal tidak minum susu *pembaca ikut nyeletuk*), sehingga suasana di pelabuhan pun sudah sangat sepi. Tidak ada satupun calon penumpang yang menampakkan batang hidungnya (untung bukan batang kemaluannya ye…😜). Alhasil kalau sudah begini aku harus pasrah kepada supir speedboat yang suka memasang tarif semaunya. Kata ‘sepakat’ pun terpaksa ditempuh setelah supir speedboat menyebutkan Rp400.000,00 sebagai ongkos perjalananku pulang pergi. Tarif tersebut termasuk mahal bagiku, karena tarif umum sebenarnya hanyalah Rp60.000,00. Berhubung sekarang mencarter, apa boleh buat daripada tidak berangkat sama sekali. Heuh, jadi seperti bos besar saja pakai acara mencarter speedboat segala. Mana uang tabungan sudah menipis sisa ongkos pulang dari Jawa. Sepanjang perjalanan di atas speedboat dalam hati aku tak putus berdoa,”Ya Allah, tolong Baim Ya Allah!” eh salah deng, doaku kira-kira begini : “Ya Allah, semoga semua pengorbanan hamba ini tidak sia-sia. Hamba sudah banyak mengorbankan biaya, waktu, pikiran, dan tenaga untuk masa depan hamba. Kiranya mudahkanlah jalan hamba untuk meraih kesuksesan. Amin.” Setibanya aku di kantor dinas pendidikan kabupaten, aku beruntung tidak bertemu dengan staf yang mengomeliku via telepon kemarin. Langsung saja aku menaruh berkasku di atas meja si pengomel tersebut yang konon kata teman-temannya sedang menikmati makan siang di luar. Segera kuambil langkah seribu sebelum staf itu kembali ke kantor dan mungkin akan menatapku dengan sinis karena keterlambatanku menyerahkan berkas. Lha wong kabar yang kuterima dari Mrs. Headmi-STRESS saja telat, jadi salahkah kalau aku terlambat? 🐣

2 Minggu kemudian…

Whatsapp from Mrs. Moon… (maaf demi keamanan bumi dan jagad raya, nama terpaksa disamarkan) : “Good afternoon Mr. Sugih. How are you?”
Me: “Good aftie Mrs. Moon…  Jus sosro (maksudnya ‘Just so so’), and you?”
Mrs. Moon… : “Very well, ngomong-ngomong kenapa Mr. Sugih mengundurkan diri dari sertifikasi?”
Me (mata melototin layar hp) : “HAAHH?” 😨
Mrs. Moon… : “Lho emangnya enggak ya?” 😓
Me (calm down) : “Ya enggaklah Bu, ngapain saya ngundurin diri dari sertifikasi?” 🐙
Mrs. Moon… : “Ya, saya pikir juga gitchu. But my hubby bilang YES!” 🐳

*Azeeek… aku dapet YES!* 🙌

Me (melototin layar hp lagi) : “Ciyuz Bu? Bukan Mie Bakso kan?” 🐨
Mrs. Moon… : “Uhm, gimana ya… Sebaiknya Bapak hubungi orang dinas pendidikan kabupaten deh!”
Me (penasaran) : “Madam, kasih tahu dong ada apa sebenarnya?” 🐲
Mrs. Moon… : “Just call kantor dinas, OK?”
Me (hopeless) : “Alright, thank you for your information!” 👍
Mrs. Moon… : “Anything for you!” 🐧

Entah mengapa semenjak hari itu aku menjadi gelisah sendiri (pengennya sih ditemenin sama Chelsea Islan). Ingin menghubungi kantor dinas takut kena omel seperti kejadian dua minggu lalu. Akhirnya kuputuskan untuk memancing ikan bersama Mrs. Moon… agar beliau bersedia menceritakan hal yang disembunyikannya dariku.

Me : “Hallo Bu, saya sudah menghubungi kantor dinas tetapi mereka tidak memberikan informasi apapun mengenai berkas sertifikasi saya.”
(sorry Mrs. Moon… I’m lying).
Mrs. Moon… : “Masak sih, Pak? Padahal suami saya bilang dia melihatnya sendiri lho Pak!”
Me : “Melihat apa Bu?”

*Badan langsung merinding jangan-jangan suami Mrs. Moon habis melihat penampakan di rumahnya. Hiii….* 😨

Mrs. Moon… : “Tapi jangan bilang ke orang lain, kalau saya yang ceritain soal ini ke Bapak ya Pak!”
Me : “Of Course!” ✌
Mrs. Moon… : “Suami saya melihat Mrs. Headmi-STRESS membuat surat pengunduran diri Pak Sugih dari tes sertifikasi, dan Mrs. Headmi-STRESS sudah memalsukan tanda tangan Pak Sugih di atas materai pada surat tersebut.”
Me : “impossible! Mrs. Headmi-STRESS justru yang menyuruh saya pulang ke Kalimantan untuk mengikuti tes sertifikasi. Bagaimana mungkin beliau membuat surat pengunduran diri saya dari sertifikasi?”
Mrs. Moon… : “Saya juga bingung, Pak. Padahal hubungan Bapak sama Mrs. Headmi-STRESS baik-baik saja kan?”
Me : “Kami nggak ada masalah kok, Bu. Mrs. Headmi-STRESS malah meminta saya untuk kembali mengajar di sekolah kalau saya lulus tes.”
Mrs. Moon… : “Mungkin ada faktor lain yang menyebabkan Mrs. Headmi-STRESS memalsukan tanda tangan Bapak.”

Ooh… tega sekali Mrs. Headmi-STRESS mempermainkanku. Belum tahu dia kalau aku ini adalah siluman terganteng kesayangan Ratu Hangcinda. Bisa terjadi badai salju di Kumayan kalau dia berani mempermainkanku. Oh merapi dan laut….  Ups…. (Kok ceritanya jadi gene seh? *pembaca mulai sewot*). Maaf… maaf pembaca, penulis terbawa es-mosi 😅. Dia yang memaksaku pulang ke Kalimantan agar aku mengikuti tes sertifikasi, akan tetapi justru dia juga yang menghapus namaku dari calon peserta sertifikasi. Tidak ingatkah dia betapa besarnya pengabdianku kepada sekolah selama ini? Betapa banyak murid di sekolah kami yang berhasil menyabet gelar juara Olimpiade Sains baik tingkat kabupaten maupun provinsi berkat bimbinganku, karena guru-guru lain merasa tidak mampu. Setiap tahun sekolah kami selalu memborong seluruh kejuaraan olimpiade sains di daerah kami hingga tidak ada sekolah lain yang mampu menandingi sekolah kami. Bayangkan sodara-sodara, tahun ini saja semua juara 1-2-3 Olimpiade Matematika dan IPA diborong oleh sekolah kami tanpa ada yang tersisa.  Semua orang mengatakan mengapa sekolah kami selalu menjadi juara karena sekolah memiliki ‘aku’. Guru yang paling dielu-elukan masyarakat sebagai guru terpintar di daerah kami. Guru yang selalu diandalkan oleh pihak sekolah dalam berbagai perlombaan hingga sekolah mendapat anugerah sekolah unggulan. Bahkan sampai aku mengundurkan diri dari sekolah pun, semua pihak sekolah masih terus mendatangiku untuk meminta bantuanku di saat sekolah mengikuti suatu lomba. Apakah tidak ada guru lain di sekolah yang dapat diandalkan selain aku? Mereka selalu menjawab : “TIDAK ADA!”

Setelah mendengar kesaksian Mrs. Moon dan suaminya, aku tidak mendatangi Mrs. Headmi-STRESS sama sekali untuk meminta penjelasan darinya. Orang-orang di sekelilingku mengomporiku agar aku menuntut Mrs. Headmi-STRESS karena telah memalsukan tanda tanganku. Sebentar, mengompori artinya memberi kompor ya? Azeeek… kita masak yuk! Eeh… *salah fokus*. Namun aku pikir, apa gunanya pula menuntutnya sedangkan hal itu tidak dapat mengembalikan keadaan menjadi seperti semula. Meskipun akhirnya aku mendengar langsung kesaksian dari guru-guru lain bahwa apa yang telah diceritakan oleh Mrs. Moon… padaku adalah benar. Ternyata secara terang-terangan Bu Atun telah mendesak Mrs. Headmi-STRESS agar namaku dihapus dari daftar calon peserta sertifikasi dan digantikan oleh Bu Atun karena Bu Atun sangat berkeinginan sekali mendapatkan tunjangan sertifikasi.

“Pak Sugih kan sudah tidak mengajar lagi di sekolah ini. Jadi untuk apa dia didaftarkan sertifikasi? Mending diganti saya aja, Bu! Toh, saya kan guru penggantinya!” 👻 cerita para guru menirukan ucapan Bu Atun saat mendesak Mrs. Headmi-STRESS (untung bukan menirukan suara binatang ya 😛 ).

image

Aku heran pembaca, mengapa di dunia ini banyak sekali orang yang rakus akan harta? Meskipun Bu Atun adalah pendatang namun beliau termasuk orang yang cukup kaya di desa kami. Ayahnya membuka usaha toko kain dan konveksi. Bu Atun sendiri meskipun belum berkeluarga namun memiliki usaha toko kelontong yang sangat besar di desa kami. Beliau bahkan memiliki beberapa unit truk dan beberapa pegawai di tokonya. Lantas belum cukup jugakah dengan gaji honor yang diterimanya dari bendahara sekolah setiap bulan? Sampai harus menggeser namaku dari calon peserta sertifikasi hanya untuk mendapatkan uang tunjangannya.

Mungkin saat ini aku terpuruk karena kebodohanku yang mau saja disuruh kembali ke Kalimantan hanya untuk dipermainkan. Sedangkan angan-angan yang belasan tahun lamanya kuimpikan untuk dapat mengecap pendidikan di luar negeri, lagi harus kuurungkan. Selama beberapa hari aku mengurung diri di dalam kamar berintropeksi diri adakah selama ini aku telah berbuat salah kepada orang lain. Jika ada, mungkin ini adalah teguran dari tuhan untukku. Mama turut sedih melihat keterpurukanku. Mama bahkan merasa sakit hati oleh perbuatan Mrs. Headmi-STRESS sang kepala sekolah yang tidak bertanggung jawab. Di saat yang bersamaan dengan masalah ini, seorang murid kebanggaanku berhasil menembus olimpiade sains nasional. Kepada pihak sekolah muridku ini memohon agar dia mendapat bimbingan ekstra dariku lagi. Dia tidak mau dibimbing oleh guru lain, karena dia merasa hanya akulah satu-satunya guru yang dapat membimbingnya dalam olimpiade. Hanya dengan bimbinganku dia mudah mengerti persoalan matematika yang tidak dipahaminya. Akhirnya pihak sekolah pun menghubungiku dan memintaku untuk membimbingnya. Haruskah aku menolak permintaan pihak sekolah setelah aku dipermainkan oleh sang kepala sekolah? Hatiku berontak mengatakan TIDAK! Enak sekali mereka masih berani memerasku setelah apa yang mereka perbuat terhadapku. Akan tetapi aku tetap membimbing murid kebanggaanku itu. Bukan demi sekolah. Melainkan karena dia adalah jerih payahku. Aku yang telah membinanya selama ini. Semoga kesuksesan muridku ini menjadi tamparan keras bagi Mrs. Headmi-STRESS bahwa akulah yang berdiri di balik kesuksesan muridku itu.

Selang beberapa hari setelah aku selesai membimbing murid kebanggaanku, tersiar kabar dari rekan sesama guru yang kebetulan mengantarkan berkas sertifikasi milik Bu Atun ke kantor dinas pendidikan provinsi (Eh, kirain kantor polisi).

“Wah Pak, Bu Atun menangis sesenggukan sepanjang malam kata bapaknya!” cerita Bu TEB (yang enggan disebutkan nama aslinya).

“Kenapa Bu?” tanyaku sedikit cuek. 😚

“Berkas sertifikasi Bu Atun ditolak mentah-mentah oleh dinas pendidikan provinsi karena beliau mengikuti sertifikasi tidak sesuai dengan jalur yang seharusnya. Bu Atun itu kan sarjana agama, seharusnya beliau mengikuti tes sertifikasi melalui Departemen Agama, bukan Departemen Pendidikan. Beliau bersikeras ingin menggantikan Pak Sugih yang di jalur Departemen Pendidikan karena beliau tidak memenuhi kualifikasi di jalur Departemen Agama,” runut Bu TEB panjang kali lebar tetapi tidak menghasilkan luas.

Dalam hati aku berkata, “Itulah kekuasaan Illahi! Tuhan itu Maha adil. Dia Maha mengetahui mana yang berhak dan mana yang tidak layak!”

Suasana kelas terbuka bimbingan belajarku

image

image

image

Sekarang hari-hariku penuh dengan kegiatan mengajar di Bimbingan Belajar-ku lagi. Rumahku selalu penuh tawa canda murid-murid les yang selalu menjadi kebanggaanku. Walaupun aku belum menikah, namun kehadiran mereka di rumah rasanya membuatku telah menjadi seorang ayah. Di saat kalian mempunyai masalah, jangan sampai kalian mengorbankan buah hati yang kalian sayangi! Itulah hikmah yang kuambil dari permasalahanku. Pesanku kepada pembaca, jika kalian memiliki suatu tujuan hendaklah kalian fokus terhadap tujuan kalian. Jangan mudah terpengaruh oleh hal-hal yang dapat membuat kalian berbelok dari tujuan kalian. Selain mengajar saat ini aku juga cukup sibuk dengan persiapan tes TOEFL-ku. Setiap hari aku belajar Bahasa Inggris online lho. Semoga aku tetap bisa mewujudkan impianku untuk melanjutkan pendidikanku di luar negeri.  Terima kasih buat kalian yang sudah baca. Salam…. Sampai jumpa di tulisanku berikutnya ya. Oh ya, buat kalian yang sedang sakit semoga cepat sembuh, jangan lupa minum obat! (pesanku yang menyuruh kalian minum Baygon, maaf itu cuma bercanda. Jangan masukkan ke dalam hati ya, masukkan ke rekeningku saja! Hehehe… 😉 ) Bye… bye…  👋

My Flight to Java Island

image

Akhirnya di sinilah aku berada sekarang, di tanah kelahiranku Bogor. Setelah tujuh tahun lamanya tidak mengunjungi nenek, bibi, paman, dan keluarga besarku lainnya berhasil memecahkan rasa rindu yang membuncah selama ini. Tujuh tahun lamanya aku terkurung kesunyian di Pulau Kalimantan yang sepi sejak kepulangan terakhirku pada 2008. Bagai seorang pertapa di tengah hutan yang menuntut ilmu tinggi. Dan sekalinya aku kembali ke tengah-tengah keramaian, aku bagai orang katrok yang tidak pernah menjamah kota besar. Benar, aku telah menjadi ‘wong ndeso’ yang begitu polosnya mengamati hiruk-pikuk kegiatan orang-orang kota. Bahkan saat aku akan menyebrang jalan raya sekalipun, alamak… “AKU TAKUT MENYEBRANG… PAK POLISI TOLOOOONG DONG!”

 

Perjalananku menuju Pulau Jawa berawal tanggal 1 Maret 2015 silam. Dari Desa Bangun Jaya (rumahku) aku berangkat menaiki travel ke Pangkalan Bun dengan biaya Rp150.000,00. Biaya yang cukup mahal bukan? Padahal kalau kita naik bis dari Pangkalan Bun ke Palangka Raya yang jaraknya mencapai 5 kali lipat jarak yang kutempuh (Bangun Jaya-Pangkalan Bun), ongkosnya hanya Rp100.000,00. Lalu apa yang menyebabkan ongkos travel yang kunaiki begitu mahal? Sampai saat ini akupun belum mengetahuinya dengan pasti. Dugaanku barangkali agar para pengusaha travel di tempatku cepat kaya. Atau mungkin karena tingkat pendapatan penduduk di desaku sudah lumayan tinggi sehingga para pengusaha travel memanfaatkan situasi ini. Well, lanjut ke perjalanan, ternyata tidak ada penumpang lain selain aku. Supir travel sengaja memilih jalan lintas Kotawaringin Lama yang sebenarnya masih belum diaspal dengan tujuan menghemat waktu. Padahal jalan lintas Lamandau jauh lebih baik selain aspalnya mulus, pemandangan sepanjang perjalanan pun sangat indah dan segar. Banyak bukit batu yang tertata sangat rapi dan unik membuat kita ingin berfoto ria di sana. Akh, mari kita lupakan pemandangan indah! Pada malam sebelum keberangkatanku menuju Pangkalan Bun, desaku dilanda hujan. Tidak terlalu deras memang, namun sangat fatal akibatnya. Apa pasal? Jalan lintas Kotawaringin Lama yang kutempuh berhasil menjebakku dalam kemacetan! Waduh… bisa mengantri berjam-jam nih! Karena jalan lintas Kotawaringin Lama belum diaspal, otomatis hujan semalam membuat jalanan menjadi kubangan lumpur yang siap menelan kendaraan-kendaraan yang melintasinya. Antrean panjang kemacetan pun sempat membuatku jenuh. Beruntung, mobil terdepan yang terjebak lumpur (baca : KEPLATER) berhasil diselamatkan nyawanya (emangnya orang?). Begitu kami terbebas dari antrean panjang mobil travel yang kunaiki langsung melesat kencang. Alhamdulillah, aku selamat sampai di Pangkalan Bun.

image

Sebelum berhenti di hotel tempatku bermalam, karena aku akan mengikuti penerbangan keesokan harinya (2 Maret 2015) terlebih dahulu om supir travel (aku biasa memanggilnya Om, biar kelihatan muda terus 😀 ) membawaku ke agen di mana aku telah membooking tiket penerbangan yang akan kunaiki. Aku membooking tiket pesawat Trigana tujuan Cengkareng seharga Rp570.000,00. Tiket ini telah kubooking satu hari sebelumnya (28 Februari 2015). Wow, murah sekali. Bandingkan jika aku harus membeli tiket kapal laut tujuan Semarang, Rp400.000,00! Mana yang akan pembaca pilih? Alasanku memilih pesawat Trigana adalah ingin mencobanya (dasar katrok, kan? 😀 ), berhubung aku sudah cukup sering menaiki pesawat Kalstar dan kebetulan pada saat itu harga tiket Kalstar sedang tinggi Rp1.130.000,00 dengan jadwal penerbangan yang sama. Oke, setelah transaksi pembayaran tiket selesai, aku dan om supir travel melanjutkan perjalanan ke Hotel Abadi tempatku menginap. Just for information biaya menginap di hotel ini berkisar antara Rp165.000,00-Rp200.000,00 permalam dengan fasilitas standar layaknya hotel pada umumnya. Relatif murah kan?

image

Mumpung masih di Pangkalan Bun, aku tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk membeli oleh-oleh. Pamanku yang tinggal di Bogor memesan batu permata kecubung yang belum diolah. Heran, mengapa batu permata sedang menjadi trend terutama orang-orang di Pulau Jawa? Tidak sulit bagiku mendapatkan batu kecubung itu, karena daerahku merupakan tempat penghasilnya. Satu kilogram batu kecubung ungu dihargai Rp200.000,00-Rp300.000,00. Sedangkan batu kecubung putih dihargai Rp150.000,00 perkilogramnya. Usai membeli batu, akupun mencari oleh-oleh lainnya untuk nenek. Akhirnya aku mendapatkan beberapa penganan khas Kalimantan Tengah : kerupuk ikan, amplang dengan berbagai rasa ikan (haruan/gabus, tenggiri, dan belida), keripik buah naga, dan chestick rasa ikan. Wah, satu dus penuh hanya berisi oleh-oleh, semoga tidak over bagasi di bandara.

 
image

Sayang cuaca di Pangkalan Bun sedang tidak bersahabat, sehingga membuatku tidak leluasa menikmati tamasya di dalam kota. Sepanjang hari hingga malam aku terpekur di dalam hotel, berselancar di internet via ponsel, sambil menonton televisi. Begitu pagi menjelang aku segera mencari ojek untuk berangkat menuju bandara. Karena penerbanganku tepat pukul 7 pagi. Kali ini aku harus mengocek Rp30.000,00. Sebenarnya sih Rp25.000,00, tapi sisa kembaliannya dibawa kabur oleh tukang ojek (hadeuh, pasti rezeki tukang ojek itu nanti menjadi tidak halal). Segera aku menuju antrian calon penumpang yang sedang memasuki pintu pemeriksaan. Ternyata oh ternyata, sudah seminggu ini pesawat Trigana delay terbang dikarenakan suatu alasan yang tidak diketahui dengan jelas. Ngakunya sih sedang reschedule, tapi entahlah. Beruntung ya bandaranya tidak menjadi sasaran amukan massa seperti kasus Lion Air di Jakarta. Singkat cerita, rupanya aku telah memasuki antrean yang salah. Antrean itu adalah khusus calon penumpang pesawat Kalstar dengan tujuan Semarang. Dan, aku tidak mendapatkan sama sekali calon penumpang pesawat yang sama denganku. Hey… ada apa ini? Apa aku sudah ketinggalan pesawat? Buru-buru aku segera menghampiri loket reservasi Trigana Air. Dan di sana kudapati sekelompok bapak yang sedang komplain kepada petugas ticketing. Mereka menuntut agar mereka dapat terbang pada hari itu juga (2 Maret 2015). Berhubung aku enggan untuk kembali ke hotel, aku turut bergabung dengan kelompok bapak-bapak itu. Dengan sangat memaksa kami meminta agar kami dialihkan ke pesawat lain dengan penerbangan yang terjadwal pada hari itu. Alhasil hanya dalam waktu 30 menit, kami berhasil mendapatkan tiket Kalstar yang akan terbang pada pukul 1 siang. Tentu saja tanpa menambah biaya yang kurang mengingat mahalnya harga tiket Kalstar. Lucky me, akhirnya aku bisa bertemu pramugari-pramugari cantik pesawat Kalstar lagi. Hehehe… 😀

 

Menunggu hingga pukul 1 siang memang sangat membosankan. Terlebih Bandara Iskandar Pangkalan Bun sangat minim fasilitas. Jadi aku kurang menikmati suasana di bandara. Untunglah aku bertemu dengan calon penumpang yang mengalami kejadian sama denganku. Sebut saja Mr. X, karena kami tidak saling memperkenalkan diri. Ternyata dia berasal dari Bandung, otomatis kami langsung akrab dan mengobrol menggunakan Bahasa Sunda. Umurnya masih muda (23 tahun) dan cukup good-looking. Dari tiket yang diperolehnya ternyata dia duduk di deret bangku pesawat yang sama denganku. Persis di sebelahku. Waktu yang mempertemukan kami hanya beberapa jam membuat kami sangat akrab. Tiba-tiba seseorang datang menghampiriku dan menyapaku. Beliau adalah Bapak Leo, tetanggaku. Beliau baru saja tiba dari Semarang. Beliau bercerita kalau sebenarnya beliau seharusnya menaiki pesawat Trigana pada dua hari yang lalu. Namun lagi-lagi terjadi kasus yang sama di Semarang. Penerbangan Trigana terpaksa delay hingga beberapa hari kemudian. Padahal beliau harus terbang pada hari keberangkatan tersebut. Dengan sangat terpaksa beliau turut mengikuti para calon penumpang lainnya di Semarang. Yakni meminta uang mereka kembali dan membeli tiket pesawat lain dengan harga yang relatif lebih mahal. Otomatis Bapak Leo harus menambah biaya Rp300.000,00 untuk membeli tiket pesawat Kalstar yang akan dinaikinya. Kasus yang sama denganku namun berbeda penanggulangan. Dari pengalaman yang baru saja kualami dan kuceritakan kepada Bapak Leo, beliau menarik kesimpulan bahwa pengalaman itu sangat mahal harganya. Pengalamanku dapat dijadikan contoh oleh beliau bila suatu saat beliau mengalami kasus pesawat delay lagi.

 
image

Sedang asyik-asyiknya mengobrol, kami mendengar panggilan di pengeras suara yang meminta para calon penumpang pesawat Kalstar untuk segera memasuki ruang tunggu. Selang setengah jam kemudian pesawat yang kami tunggu tiba tepat pada waktunya. Aku dan teman seperjalanku yang berasal dari Bandung tadi sangat senang melihat pesawat datang. Kami pun sempat berselfie ria sebelum menaiki tangga pesawat. Haha… perhatian kami tersita setelah kami duduk dan mengencangkan sabuk pengaman oleh sejumlah pramugari cantik berpenampilan modis dan beraroma parfum yang sangat wangi. Lima menit kemudian pesawat pun lepas landas. Penerbangan kali ini sangat nyaman karena aku mendapat pengalaman berharga dan teman seperjalanan yang menyenangkan. Hanya dalam 70 menit pesawat pun mengudara. Pulau Jawa, aku kembali!

Bertanam Sawit, Murid SD Bisa Study Tour Gratis!

20150222_161634

Sekolah-sekolah di Kalimantan Tengah pada umumnya memiliki areal tanah yang relatif luas. Dengan luas lahan minimal 4 hektar sedikitnya setiap sekolah memiliki lapangan sepakbola sendiri. Tidak jarang ada sekolah yang memiliki lahan seluas hingga 10 hektar (=100.000 m2). Namun bila tanah yang tidak terpakai terbengkalai, bisa menyebabkan tanaman ilalang dan rumput liar tumbuh subur. Sehingga lingkungan sekolah pun menjadi tidak sedap dipandang mata. Terlebih suhu udara di Kalimantan sangat panas bila dibandingkan dengan daerah lainnya di Indonesia. (Apa hubungannya rumput liar dengan suhu udara panas di Kalimantan? O_O” )

 

image

Daripada membiarkan tanah dipenuhi rumput liar, guru-guru SDN Bangun Jaya di Kabupaten Sukamara-Kalimantan Tengah memiliki ide yang sangat kreatif dan edukatif. Ya, lahan luas yang dimiliki sekolah ini kini telah dipenuhi oleh tanaman sawit yang kelak dapat menghasilkan uang. Tujuannya adalah dana yang terkumpul dari hasil panen sawit setiap bulan akan digunakan untuk biaya study tour siswa-siswi SDN Bangun Jaya. Dengan demikian para siswa-siswi SDN Bangun Jaya tidak perlu lagi mengeluarkan biaya untuk kegiatan tersebut.

 

image

Sawit di bumi Kalimantan bagaikan ladang emas. Banyak warga yang menuai kesuksesan dari tanaman penghasil minyak goreng tersebut. Penghasilan para warga rata-rata setiap bulan dari setiap kapling yang mereka miliki sedikitnya adalah Rp3-4 jutaan. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang telah memiliki penghasilan Rp12-20 juta perbulan. Belum lagi jika dikalikan dengan jumlah kaplingan yang mereka miliki. Wow, sangat menggiurkan bukan? Maka tak heran bila harga lahan sawit di Kalimantan Tengah saat ini mencapai berkisar Rp120-200 juta perkapling.

 

image

Para siswa dan siswi di SDN Bangun Jaya sangat bersemangat merawat tanaman sawit di halaman sekolah mereka. Setiap pohon yang mereka tanam diberi patok nama penanamnya, agar mereka dapat fokus merawat tanamannya masing-masing. Guru-guru turut mengawasi dan membantu mereka. Sambil praktek tak jarang guru-guru pun menjelaskan teori merawat tanaman yang baik. Anak-anak diperkenankan untuk melakukan perawatan rutin setiap hari Jumat pada jam mata pelajaran ‘Muatan Lokal : Pertanian’ usai melakukan senam SKJ. Mereka sangat berhati-hati saat menggunakan parang, sabit, dan cangkul. Bila terdapat rumput liar di sekeliling tanaman peliharaan mereka, maka mereka akan segera membersihkannya dengan menggunakan parang atau sabit. Pada saat itulah guru-guru harus turut mendampingi mereka agar tidak ada yang terluka karena kelalaian yang dilakukan siswa. Sangat riskan memang, tetapi untunglah para siswa-siswi SDN Bangun Jaya sangat cekatan, selalu berhati-hati dan patuh kepada guru. Saat membersihkan kebun setiap Jumat, anak-anak pun bernyanyi dengan riang. Terbersit harapan study tour segera tiba.

image