Melanjutkan Mimpi


Buku pelajaran Bahasa Jepang semasa SMA

Malam ini aku tak bisa tidur karena memikirkan teteh Syahrini yang cantiknya cetar membahana. Tugas mengisi nilai rapor belum selesai. Akh, K13 (Kurikulum 2013, red) ini amat-sangat menyusahkanku. Bagaimana tidak, rapor ini super detail dalam setiap deskripsi mata pelajarannya. Termasuk semua karakter dan kepribadian siswa harus dijabarkan secara terperinci dan mendalam. Bila kita yang pernah mengenyam kurikulum 1994 hanya bisa melihat nilai finalnya saja, maka dalam rapor K13 setiap mata pelajaran dimuat beserta rincian nilai yang pernah diperoleh siswa selama satu semester. Mulai dari nilai pe-er, nilai tugas porto folio, nilai presentasi, nilai praktik menulis, nilai praktik berbicara, nilai praktik membaca, nilai bla-bla-bla dan seterusnya. DETAIL!
Suasana kegelapan gegara mati listrik turut menyelimutiku diiringi kapasitas batrai si lepi yang tinggal beberapa puluh menit lagi. Lelah dengan pekerjaan yang kulakukan, aku pun memutuskan untuk melanjutkannya besok pagi begitu arus listrik kembali mengalir. Sejenak aku termenung mengingat kalau beberapa waktu yang lalu aku telah berhasil mewujudkan mimpi-mimpiku. Aku begitu bahagia. Dan, aku tergerak untuk menggoreskan sedikit cerita di balik keberhasilanku itu.
Kalau bukan berkat dorongan Mbak Feli yang selalu sabar menyemangatiku. Juga Mas Adi Wibowo yang selalu memanasiku bahwa dirinya sudah tiba di Jepang lebih dulu. Mungkin aku takkan pernah sampai mengunjungi negeri matahari terbit itu. Ya, seperti yang sering kuceritakan pada postingan terdahulu, aku memang sangat menggilai negara asal kartun Naruto. Mm, bukan berarti aku sangat menyukai Naruto ya. Jauh sebelum itu aku sudah begitu mencintai Jepang layaknya suami yang mencintai istri (ehem). Meskipun pada kunjungan kemarin aku tak berhasil menemui Honami Suzuki, aku akan tetap mencintainya.
Dulu, mimpiku adalah berkuliah di Tokyo Daigaku (Tokyo University) dan mengikuti perkumpulan-perkumpulan mahasiswa seperti yang sering kulihat di dorama-dorama Jepang. Aku mengikuti klub menggambar, klub musik atau klub akting seperti dalam cerita-cerita komik manga. Kemudian aku menikah dengan gadis Jepang yang wajahnya mirip dengan Honami Suzuki atau Aihara Kotoko (tokoh dorama Itazura na Kiss). Kenyataannya, manusia memang hanya bisa berencana. Keputusan tetap di tangan Tuhan. Entah mengapa semua mimpiku itu harus kukubur dalam-dalam sekian belas tahun yang lalu. Jalan hidupku tidak digariskan seperti apa yang kuangan-angankan. Tetapi aku yakin, suatu saat akan tetap ada jalan menuju ke sana. Sekarang, jawabannya telah kutemukan.
Setiap kali membaca manga, aku berpikir kalau orang Jepang memiliki kepribadian yang unik. Di balik watak mereka yang introverted, mereka sangat ekspresif dalam gambar. Goresan-goresan yang mereka tuangkan ke atas kertas memacuku untuk turut berkarya. Cerita yang mereka kisahkan tidak jauh berbeda dengan keseharianku selama ini. Sejak kecil aku sedikit introverted dan tidak begitu supel. Aku cenderung penyendiri dan sering mengurung diri di dalam kamar. Duniaku hanya buku dan televisi. Sampai akhirnya waktu SD aku mengikuti suatu perkumpulan yang anggotanya hanya terdiri dari lima orang. Aku menyebutnya Genk SEDAN (Sugih, Erfan, Dadan, Amar, dan Nico). Andai aku tidak masuk sekolah, apa jadinya nama genk kami? Kami berlima adalah para lelaki yang selalu memperebutkan peringkat kedua di sekolah. Karena bagi kami mendapatkan peringkat pertama adalah hil yang mustahal. FYI, peringkat pertama selalu diduduki oleh anak guru kami-yang berwajah cantik jelita. Kami tak pernah berpikir kalau ‘sang juara’ bisa menempati posisinya karena adanya unsur KKN (Kura-Kura Ninja), sehubungan ibunya adalah seorang guru di sekolah kami. Semua mengakui kalau dia memang sangat intelek dan tak satu pun di antara kami yang berhasil menggeser posisinya hingga kami semua lulus SD. Genk kami pun akhirnya bubar. Kami telah memilih SMP favorit masing-masing.
Memasuki SMP, aku kembali menjadi penyendiri yang hanya gemar menghabiskan waktuku untuk membaca buku. Duniaku hanya sekolah, perpustakaan kota, toko buku, dan tentu saja kamarku. Setiap akhir pekan aku selalu mengunjungi toko buku untuk membeli komik-komik terbaru. Semua serial Detective Conan memenuhi meja belajarku. Usai membaca komik, aku selalu menggurat pensil di atas kertas mengikuti lekuk wajah setiap karakter dalam komik. Aku tahu, aku sangat kesepian. Karena itulah aku berpikir sepertinya kepribadianku tidak jauh berbeda dengan kepribadian orang Jepang. Aku tidak mudah bergaul jika tidak ada yang mengajakku lebih dulu. Aku malu setiap kali harus berbicara di depan banyak orang. Sampai akhirnya, aku berusaha mengubah kepribadianku begitu aku memasuki duniaku yang baru: masa SMA.


Tumpukan komik Detective Conan yang masih kusimpan hingga sekarang

Komik manga yang pernah kubuat ketika SMP bergenre  romance-mistery terinspirasi dari Salad Days karya Shinobu Inokuma 
Saat SMA, aku mendirikan sebuah organisasi English Club bersama sekelompok kakak kelas yang memiliki idealisme yang sama denganku. Kami menamai organisasi kami, LIMIT (Lima English Society). Lima merupakan nama sekolah kami, SMA Negeri 5 Bogor. Kami berkeinginan agar anggota perkumpulan kami berhasil mendapat beasiswa pertukaran pelajar ke luar negeri. Tak diduga klub bahasa Inggris yang kami bentuk selalu menjadi ‘the most wanted organization’ di sekolah setiap tahunnya. Lebih dari seratus orang mendaftarkan diri setiap tahun ajaran baru dimulai.
Di luar kegiatan LIMIT, aku terdaftar sebagai anggota ‘Siswa Peduli Buku’. Tugasku adalah membantu pustakawan di perpustakaan sekolah setiap hari. Mulai dari mendata anggota perpustakaan yang aktif berkunjung, hingga menata letak buku yang telah dibaca oleh para pengunjung. Hari-hariku mulai dipenuhi warna yang indah. Lucunya sejak memasuki SMA, hidupku berubah drastis. Aku tumbuh menjadi remaja gaul dan melepas image kuper (kurang pergaulan, red) yang melekat dalam diriku semasa SMP. Aku menjadi sangat sibuk dengan berbagai organisasi yang kuikuti. Tak hanya di sekolah, aku juga aktif menjadi pengurus Bogor English Club yang dinaungi oleh RRI Bogor. Ibuku tak pernah menyangka kalau aku memiliki banyak teman dari berbagai rentang usia. Teman-temanku di Bogor English Club, bukan hanya para mahasiswa IPB tetapi juga banyak orang dewasa yang sudah bekerja mapan sebagai manager bank, dosen IPB, penyiar RRI, dokter hewan, dan lain sebagainya. Pernah suatu kali karena keaktifanku di Bogor English Club, Ibu Sjahandari selaku donatur tetap yang kebetulan berprofesi sebagai manager bank terkemuka di Indonesia, memberiku beasiswa sejumlah uang tunai yang akhirnya kubayar SPP sekolah satu semester.
Tawaran untuk membentuk perkumpulan lain juga datang kepadaku. Melihat potensi bahasa Jepang dalam diriku, guru Bahasa Jepang mengajakku untuk mendirikan perkumpulan yang kami namakan ‘Gofun Dake’, artinya ‘Hanya Lima Menit’. Jadi, dalam perkumpulan tersebut kami semua berkumpul untuk bercerita dalam bahasa Jepang di mana masing-masing anggota hanya diberi durasi lima menit setiap menyampaikan cerita. Tidak seperti LIMIT, Gofun Dake memiliki anggota terbatas. Guru kami hanya memilih anak-anak yang pernah tinggal lama di Jepang (terkecuali saya). Anggota Gofun Dake terdiri dari aku, seorang kakak kelas yang bernama Aryo dan adiknya yang bernama Satria, adik-adik kelasku Hana-chan, Putu-kun, Tina-chan, dan Rangga-kun. Kadang kegiatan kami lumayan iseng. Kami semua gemar menggambar manga. Aku dan Puan (Putu-kun) sering menggambar tokoh kartun Crayon Shinchan, Aryo-kun suka sekali menggambar Gundam, Satria-kun suka Doraemon, Rangga-kun suka Samurai X, Tina-chan suka sekali serial cantik Salad Days, dan Hana-chan sangat gemar Cardcaptor Sakura. Wah, kalau sudah menggambar kami semua akan heboh saling mengomentari dan tertawa lepas bersama karena gambar kami lucu-lucu.
Setiap kali sekolah diliburkan di luar tanggal merah, klub Gofun Dake sering melakukan kunjungan ke kedutaan besar Jepang untuk mencari informasi beasiswa. Kadang juga kami pergi mengunjungi pusat kebudayaan Jepang (The Japan Foundation) hanya untuk menonton film Jepang dan membaca buku-buku bertulisan Kanji. Biasanya kami pergi bersama dengan menaiki kereta. Selain ongkosnya jauh lebih murah, juga dapat menghemat waktu karena tidak macet dan sangat cepat. Kelakuan kami tidak jauh berbeda dengan kebiasaan orang Jepang yang sangat suka jalan kaki. Jadi, setibanya di Jakarta kami semua berjalan kaki mencapai tempat tujuan. Meskipun jauh, kami sama sekali tidak pernah merasa lelah. Kami semua sangat gembira karena melakukannya bersama-sama. Kegiatan lainnya bersama perkumpulan Gofun Dake adalah mengikuti lomba pidato Bahasa Jepang dan menulis kaligrafi Kanji. Aku benar-benar bangga perkumpulan kami selalu menyabet juara dalam setiap event yang kami ikuti. Aryo-kun, Satrio-kun, dan Puan-kun secara bergiliran menyabet juara pertama lomba pidato hingga ke tingkat nasional di Bandung dan Jakarta. Sementara aku sendiri pernah menyabet juara ketiga dalam lomba menulis Kanji dan Cerdas Cermat Bahasa Jepang tingkat Nasional di SMA Negeri 46 Jakarta.
Rasanya aku senang sekali. Dengan berorganisasi aku telah mengubah kepribadianku dari yang semula introverted menjadi ekstroverted. Sepertinya hidupku mengalir seperti cerita dalam komik. Sayangnya aku tidak berhasil membangun chemistry yang baik dengan semua anggota Gofun Dake. Begitu kami lulus sekolah, perkumpulan kami bubar dengan sendirinya. Tak ada lagi penerus-penerus kami yang melanjutkan perjuangan untuk dapat meraih beasiswa ke Jepang. Atau paling tidak, menjuarai kejuaraan yang pernah kami ikuti sebelumnya. Setelah kami lulus, semua anggota Gofun Dake berhasil menggapai mimpi mereka untuk melanjutkan studi di Tokyo Daigaku. Hanya aku yang belum masuk ke sana. Tetapi seperti yang telah kuceritakan sebelumnya, aku percaya mimpi untuk ke Jepang itu pasti dapat kuraih meskipun tidak berkuliah di sana.
Sejak mimpiku terkubur sekian belas tahun silam, aku tak pernah lagi menggambar. Aku telah keluar dari dunia komik yang selama ini menjadi duniaku. Cita-citaku untuk menjadi seorang mangaka (manga maker) telah kukubur sejak saat itu. Akan tetapi sekarang, setelah aku berhasil mewujudkan mimpiku ini aku mulai bergerak kembali menggores pensil di atas kertas. Mimpiku akan kulanjutkan.
NB: Liputan jalan-jalan di Jepang akan kurapel setelah perjalanan backpacking ke KorSel usai. Jangan lewatkan ya^^

Kembali menggambar manga, belum discan untuk diedit di photoshop^^


Wuah, jueleknya muintah ampwun lebih parah dari gambar anak TK. Bwahahaha…

Sulitnya Menjadi Guru

image

Hari ini semua guru di Indonesia sedang memperingati hari istimewa mereka: Hari Persatuan Guru Republik Indonesia. Tidak terkecuali saya. Sebagai seorang guru yang telah berkecimpung di dunia pendidikan selama belasan tahun (sok tua ya saya), saya turut memperingati perayaan tersebut secara pribadi. Lho kok? Mungkin para guru di kecamatan tempat tinggal saya, lupa kalau hari ini merupakan hari istimewa bagi mereka. Entah mengapa perayaan yang biasanya diperingati dengan upacara di depan kantor kecamatan, hari ini tidak diselenggarakan. Tidak ada acara makan bersama seperti yang biasa dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya. Hari ini seolah sama seperti hari-hari biasa. Oleh karena itu saya merayakannya secara pribadi di blog saya ini.

Seperti yang pernah saya ceritakan pada tulisan-tulisan sebelumnya, karakteristik guru pada zaman sekarang jauh berbeda dengan karakteristik guru zaman dahulu. Untuk menjadi guru teladan yang sejatinya patut digugu dan ditiru oleh para muridnya, banyak sekali tantangan yang harus dihadapi. Tidak hanya faktor eksternal, faktor internal guru itu sendiri pun turut mempengaruhi. Sejak saya kembali mengajar di sekolah yang sempat saya tinggalkan dua tahun lalu, saya menemukan semakin banyak alasan bagi para guru untuk maju. Para guru mengeluh peraturan-peraturan pemerintah yang begitu banyak diberikan kepada para guru pada masa ini semakin mempersulit kinerja guru dalam menjalankan roda pendidikan dan mencerdaskan anak bangsa. Sertifikasi, Uji Kompetensi Guru, PUPNS, dan lain sebagainya terkesan sangat memberatkan beban para guru yang seharusnya bertugas mengajar. Terutama para guru yang tinggal di daerah pelosok. Sarana prasarana yang terdapat di daerah maupun sekolah-sekolah di daerah masih terbilang sangat minim. Oleh karena itu kendala yang dihadapi para guru dalam memajukan pendidikan bangsa ini terbilang sangat sulit. Padahal seharusnya para guru tidak menjadikan hal tersebut sebagai halangan untuk maju. Justru sebaliknya, dengan adanya keterbatasan keadaan, para guru menjadikan hal itu sebagai motivasi untuk menjadi guru yang jauh lebih baik.

Saya akui menjadi guru yang baik pada masa ini memang relatif sulit. Sebagai guru yang mengajar di jenjang SMA, saya sering menemukan kendala dalam menanamkan kedisiplinan dan solidaritas kepada murid-murid saya. Seperti yang telah saya sebutkan sebelumnya karakter guru tentu berbeda-beda. Ada guru yang kerap menceramahi murid-muridnya tentang budi pekerti, tata krama, dan sopan-santun. Namun ada pula segelintir lainnya yang bersikap acuh tak acuh. Biasanya guru yang termasuk pada kelompok terakhir ini hanya menganggap ‘yang penting saya sudah mengajar’. Mereka tidak menghiraukan peserta didik mereka akan bersikap apa dan bagaimana baik di dalam lingkungan sekolah maupun lingkungan masyrakat. Saya sangat prihatin setiap bertemu dengan guru tipe terakhir ini. Tidakkah mereka berpikir bahwa ujung tombak dunia pendidikan adalah guru? Guru sering menjadi tumpuan kesalahan setiap kali siswa mengalami suatu masalah. Sebagai contoh misalnya: saat seorang siswa mengalami kekalahan dalam suatu perlombaan, masyarakat kerap bertanya “siapa gurunya?” Sebaliknya saat seorang siswa meraih kemenangan dalam suatu perlombaan, biasanya masyarakat akan bertanya “Wah, siapa orang tuanya?” Miris memang…

Guru pada masa ini harus berpacu dengan teknologi. Karakteristik pelajar zaman sekarang dominan tertarik dengan perkembangan zaman. Tidak hanya televisi atau mainan yang mereka miliki di rumah. Telepon genggam yang mereka pakai merupakan kendala terbesar yang harus dihadapi oleh para guru. Karena telepon genggam saat ini memberikan dampak yang sangat besar terhadap para pelajar dalam bersikap dan bertindak. Banyak sekali fitur yang disajikan di dalam sebuah telepon genggam, mulai dari aplikasi permainan, internet, kamera, pemutar music dan video, dan berbagai macam aplikasi lainnya yang menawarkan kecanggihan teknologi. Penggunaan telepon genggam tanpa batas menyebabkan para pelajar menjadi malas, dan kurang berinteraksi dengan lingkungannya. Mereka tidak hanya menjadi malas mengerjakan tugas-tugas di rumah, ataupun ibadah, tetapi juga malas mengerjakan tugas sekolah. Mereka bahkan mulai tidak memahami apa makna solidaritas dalam lingkungan pergaulannya.

Pernah suatu ketika seorang murid perwalian saya mengalami suatu penyakit dan menyebabkannya harus menjalani operasi. Selang beberapa hari kemudian orang tua murid tersebut menghubungi saya via telepon mengharap kunjungan dari teman-teman anaknya. Tentu ini merupakan kewajiban bagi saya untuk menyampaikan kepada teman-teman sekelasnya. Bukan sambutan hangat yang saya terima, murid-murid perwalian saya berkata, “Kami capek, Pak! Nanti sore ada acara,” “Kita tengoknya nanti saja Pak, pada hari ulang tahunnya dia!”, “Aduh, saya mau kemah nih. Jadi nggak bisa jenguk!”, “Wah, saya nggak bisa ninggalin COC, Pak! Nanti kampung yang sudah saya bangun diserang musuh!”, “Jenguknya pake Instagram aja ya, Pak! Kita suruh dia upload fotonya waktu dioperasi!”, “Saya sudah kirim SMS sama dia, Pak. Supaya dia cepat sembuh.”

Saya hanya menggeleng-gelengkan kepala tatkala mendengar tanggapan murid-murid perwalian saya. Saya tidak mengharap satu kelas untuk datang menjenguk teman mereka yang sakit itu. Setidaknya ada perwakilan dari mereka yang bersedia memenuhi permintaan dari anak yang sakit. Tidak terkecuali saya. Anak yang sakit itu pada dasarnya ingin dihibur dan dimotivasi oleh teman-temannya agar ia lekas sembuh. Apa boleh buat, ini mungkin tantangan untuk saya menumbuhkan rasa solidaritas murid-murid saya agar mereka dapat berkembang sebagai jiwa yang selalu peduli terhadap sesama. Masalah seperti ini mungkin tidak dialami oleh saya sendiri. Di pelosok daerah lainnya mungkin masalahnya jauh lebih beragam. Belum termasuk kenakalan pelajar seperti tawuran, penggunaan narkoba, dan free sex yang kian merebak karena pengaruh penggunaan internet yang melampaui batas. Tentu semua permasalahan ini belum terselesaikan. Dan ini masih menjadi PR bagi para guru di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, melalui tulisan ini saya ingin mengajak kepada rekan-rekan seprofesi di manapun Anda berada, mari kita tingkatkan semangat, dedikasi, dan kinerja kita untuk mencetak generasi muda yang jauh lebih baik lagi. Selamat hari guru 2015.

Inilah Bimbel Gue!

image

Kali ini gue mau cerita soal bimbingan belajar (bimbel) gue yang udah gue diriin sebelas tahun lamanya. Pembaca mungkin banyak yang nggak percaya kalo bimbel gue udah berdiri selama itu. Sehebat apa sih bimbel yang gue punya, dan kok bisa bertahan begitu lama? Well, simak cerita gue selengkapnya aja! Sorry kalo tulisan gue kali ini nggak ada unsur komedinya. Gue mau serius cerita sama kalian semua. Araseo? (Ceileh, sok jago Bahasa Korea ya gue :)).

Seperti yang udah gue ceritain dari postingan gue terBAHEULA, bimbel gue ini gue dirikan secara nggak diduga. Ini semua di luar planning gue. Tahun 2004 gue hijrah ke Kalimantan, awalnya bukan buat ngediriin bimbel. Melainkan buat cari kerja jadi karyawan perusahaan minyak kelapa sawit. Niatnya sih waktu itu gue mau ngelamar jadi operator di perusahaan yang namanya PT. KSK (Kalimantan Sawit Kusuma), perusahaan minyak kelapa sawit terbesar di Kalimantan. Tapi Om gue ngelarang keras lantaran gue pake kacamata minus. Emangnya kalo pake kacamata minus gak boleh kerja gitu? Kenyataannya gue perhatiin banyak banget karyawan PT. KSK yang pake kacamata. Gak tahu kali ya cowok yang pake kacamata minus itu tampangnya manis-manis (kaya gue, Afghan Syahreza, sama Pradikta Wicaksono 😎 ). Sampe sekarang gue gak tau pasti kenapa Om gue waktu itu ngelarang keras gue ngelamar ke sana. Sampe akhirnya gue ikut kerja sama paman gue yang lain, paman yang jadi Bapak Pembangunan (alias developer) di kabupaten tempat tinggal gue. Meskipun begitu, gue nggak dapet bagian yang enaknya kok. Gue jadi kuli. Beneran gue jadi kuli! Aneh? Tugas gue ngegali tanah buat bikin kuburan gue sendiri nimbun pondasi mesjid yang lagi dibangun di Desa Pangkalan Muntai. Sumpah, ternyata berat banget! Gue harus nyangkul tanah yang kerasnya minta ampun (berhubung lagi musim kemarau), terus dibawa ke mesjid pake angkong yang jaraknya 200 meter dari lokasi penggalian. Yang bikin gue berat adalah kerasnya si tanah. Gue heran, kok bisa tanah lempung jadi sekeras batu? Pake formalin kali ya? 😅 Alhasil tangan gue lecet semua dan kapalan (ini baru cowok sejati 💪). Tapi gue gak betah kerja di sana. Kampung tempat kerja gue sepi banget, dan gue gak punya passion di bidang seni bangunan. Haha… gak bakat jadi tukang kali ya 👷🏰 .

Akhirnya seminggu kemudian gue balik ke rumah bibi gue. Kebetulan tahun ajaran baru sekolahnya adek sepupu gue yang kelas 4 SD, baru aja dimulai. Gue lihat di rapornya adek sepupu gue itu nggak ada pelajaran Bahasa Inggris. Gak tahu dapet inisiatif dari mana, gue langsung ngedatangin rumah kepseknya buat ngelamar jadi menantunya. Eh salah deng, maksud gue buat ngelamar jadi guru Bahasa Inggris di sekolahnya. Gue nggak bawa ijazah, apalagi surat kawin. Tapi Alhamdulillah, gue langsung diterima sebagai guru volunteer sama Pak Kepsek. Manakala waktu itu gue juga masih terbilang anak kemaren sore, soalnya kan gue baru aja lulus SMA. Gila, berani banget ya gue ngelamar jadi guru? Inilah petualangan pertama gue menjadi penerus Engkong Oemar Bakri (ngikutin lagunya Om Iwan Fals: Oemar Bakri… Oemar Bakri…). Tapi Engkong Oemar Bakri masih mending, berangkat ke sekolah naek sepeda ontel jadi pegawai negeri pulak! Nah gue, ke sekolah aja selalu jalan kaki. Gempor  deh kaki gue setiap hari. Engkong, sepedanya warisin atuh ke gue :oops::| .

Sejak gue ngajar di sekolahnya adek sepupu gue, bibi gue nyaranin supaya gue buka les juga di rumah. Soalnya waktu itu belum ada satu orang pun guru yang membuka usaha bimbingan belajar. Gue pikir, kenapa enggak? Toh, selama gue SMP dan SMA di Bogor, gue udah biasa ngajar les privat anak tetangga gue yang masih SD. Jiwa pendidik gue kembali bangkit. Darah ‘guru’ para leluhur gue nurun ke gue. Emang udah suratan Illahi kali ya, gue harus jadi seorang guru di Kalimantan.

image

Baru sehari buka les, murid gue udah terkumpul sebanyak 40 orang. Wow, luar biasa sekali bukan? Itu artinya perhatian masyarakat terhadap dunia pendidikan lumayan tinggi. Gue semakin semangat buat ngejalanin bimbel sampe seterusnya. Meski pelanggan gue terbilang banyak, tapi waktu itu gue masang tarif lumayan murah cuma Rp20.000,00 perbulan. Demi peningkatan penghasilan, gue terus door to door nyari tambahan pelanggan supaya bimbel gue semakin rame. Gue rela berjalan kaki berkilo-kilometer jauhnya (sumpah sakit banget, karena nggak ada angkutan umum di sini).

Tok! Tok!

“Ya, ada apa ya?” tanya pemilik rumah.

“Permisi Bu, maaf mengganggu. Apakah Ibu punya anak yang sedang bersekolah di SD atau SMP?” kata gue sopan.

“Ada. Emangnya kenapa, Mas? Mas mau nyulik anak saya ya?” seloroh si ibu pemilik rumah.

JEBREDT! (pintu pun ditutup).

Ting tong!

“Mau cari siapa?” tanya penghuni rumah berikutnya.

“Saya mau cari…” jawab gue.

“Maaf ya, lowongan pembantu di rumah ini sudah diisi sama saya! Silakan cari rumah lain saja ya!” penghuni rumah itupun ngelambaikan tangannya bak Miss Universe yang habis kecebur got.

Hadeuh… kenapa sih orang-orang di sini pada aneh-aneh? Tapi gue gak gentar dan terus berusaha, maju terus ketokin pintu rumah orang. Keluar masuk hutan dan perkampungan penduduk sampe nyasar di sawitan dikejar-kejar orang utan. Alhamdulillah usaha gue membuahkan hasil. Jumlah pelanggan gue menembus angka di atas 50 orang. LUAR BINASA! (Ups, maksudnya luar biasa pemirsa!). Anak-anak peserta didik gue bahkan banyak yang berhasil menembus peringkat sepuluh hingga tiga besar di sekolahnya masing-masing. Orang-orang mulai berpikiran kalo ternyata bimbel itu sangat penting, mengingat perilaku anak zaman sekarang yang pada malas belajar. Melihat keberhasilan gue dalam mendidik anak, orang-orang sekampung semakin rame berdatangan ngantri sembako buat daftar les sama gue. Saking ramenya bimbel gue, gue sampe nambah jadwal kelas malam. Malahan ada yang enggak keterima sama gue lantaran kelasnya kepenuhan (biasanya gue nampung maksimal 8 murid perkelas). Benar-benar keberhasilan yang luar biasa buat gue. Semakin dikenal dan terbukti kaya apa kualitas gue, gue mulai berani naekin tarif. Tiap tiga semester sekali gue pasti naekin tarif menyesuaikan tingkat perekonomian masyarakat di kampung gue. Yang dulu awalnya cuma Rp20.000,00 perbulan, gue naekin jadi Rp40.000,00 pas tahun 2006. Terus jadi Rp75.000,00 setelah tiga semester berikutnya. Kemudian naek lagi jadi Rp150.000,00 pada tahun 2010 dan Rp175.000,00 perbulan pada tahun 2012. Hingga akhirnya sekarang gue udah masang tarif Rp1.500.000,00 persemester. Tentunya kenaikan tarif ini gue imbangin sama fasilitas yang terus bertambah.

image

Sebenarnya bimbel gue cuma bimbel rumahan yang biasa-biasa aja. Bukan pula bimbel resmi yang punya izin operasional dari Dinas Pendidikan. Waktu itu minta izin sama dinas setempat dianggap masih kurang penting karena daerah tempat tinggal gue adalah daerah terbelakang yang sedang berkembang. Jadi gue belum terlalu mikirin pentingnya dapat izin operasional dari dinas pendidikan setempat. Tapi semenjak enam tahun terakhir, kampung gue semakin banyak perantau yang datang dari Jawa. Dan mereka turut membuka usaha buka bimbingan belajar kaya gue. Di sinilah gue mulai ngerasa izin operasional itu sangat penting demi eksistensi bimbel gue yang paling pertama ada. Meskipun begitu banyak bimbel baru di kampung gue, masyarakat menilai bimbel yang mereka bikin belum mampu menandingi kehebatan bimbel gue (ceileh… sombong amat ya gue 😚). Bimbel yang mereka bikin hanya sebatas ngajarin pelajaran Matematika, IPA, IPS, PKn, dan Bahasa Indonesia. Sedangkan di bimbel gue, hampir semua pelajaran diajarkan terkecuali Pendidikan Agama untuk yang non Islam. Gak mungkin kan gue ngajar pelajaran Pendidikan Agama Kristen, Hindu, atau Budha, sementara agama gue sendiri Islam! Boleh dibilang bimbel gue ini merupakan bimbel yang komplit karena berbagai bahasa asing (Inggris, Jepang, Korea, Mandarin, dan Italia) menjadi mata pelajaran optional berdasarkan kesukaan para murid. Sementara mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) menjadi pelengkap di bimbel gue. Setiap hari murid-murid les gue datang ke rumah membawa laptop pribadi  (dan sebagian lain udah gue sediakan di bimbel). Begitu mereka datang biasanya mereka bakal bertegur sapa sama semua orang di rumah pake Bahasa Inggris atau bahasa asing yang mereka suka.

“Hello, good afternoon teacher. Jal jinaeseoyo?” sapa murid-murid gue yang suka Bahasa Inggris dan Korea.  

“Good afternoon. Ne, jal jinaeseoyo!” balas gue ke mereka.

“Sensei, watashi wa shukudai ga arimasu. It’s very difficult! Oshiete kudasai ne!” celoteh murid gue yang suka ngomong Jepang campur Inggris.

“Hontou desu ka? Let’s try to solve it!” ajak gue ke mereka.

“Lao shi, wo bu ming pai! Please, repeat it once again!” Nah kalo yang ini murid gue yang jago Mandarin.

Keren kan? Kecil-kecil para murid gue udah belajar jadi polyglot niruin gue. Haha… 😆 . Oya selain jago bahasa asing,  banyak murid gue yang berhasil menjadi juara olimpiade SAINS (Matematika dan IPA) lho. Baik di tingkat kecamatan, kabupaten, maupun provinsi. Beberapa di antaranya ada yang sudah menembus tingkat nasional. Bayangkan, TINGKAT NASIONAL, pemirsa! Kampung gue cuma kampung kecil, bimbel gue juga bukan bimbel berkelas, tapi hasil didikan gue benar-benar ‘JADI’! Kebanyakan murid gue, walaupun sudah berhasil menjadi juara, mereka selalu ngotot sama ortunya supaya terus lanjut les sama gue. Saking ngebetnya senang diajar sama gue, sampe-sampe pernah ada murid gue yang pindah ke kota terus dia maksa ortunya supaya gue ikut pindah sama mereka. Hadeuh… aneh kan? Kalian tahu apa yang terjadi sama murid gue itu sekarang? Dia nggak mau sekolah kalo gurunya bukan gue (ini serius lho! Swear! ✌).

Semenjak munculnya banyak bimbel baru di kampung gue, gue juga gak berhenti meningkatkan kualitas pelayanan gue terhadap pelanggan. Malahan saking dianggap bagusnya kualitas bimbel gue, banyak pelanggan yang berlangganan turun-temurun mulai dari anak pertama, anak kedua, hingga seterusnya. Ditambah lagi tanpa harus bikin iklan ataupun promosi ke sekolah-sekolah, usaha bimbel gue malah dipromosiin sama para pelanggan gue sendiri. Banyak di antara mereka yang mengajak keluarganya buat jadi pelanggan gue juga. Jadi intinya gue udah gak serepot harus door to door kaya dulu lagi. Biasanya para calon pelanggan gue datang sendiri ke rumah karena mendengar promosi dari kerabat mereka soal bimbel gue.

Well, pembaca pasti bertanya-tanya sebenarnya modal bikin bimbel itu gede gak sih? Terus kaya apa manajemennya supaya bimbel kita bisa awet tahan lama dan tetap menjadi primadoni? (maaf, primadonanya lagi izin ke wc sebentar. Hihihi… 😄). Nih, gue kasih tips sama bocorannya ya. Kali aja pembaca ada yang langsung bikin bimbel sehabis baca tulisan ini.

image

1. Tempat bimbel bisa rumah pribadi. Enggak harus di pinggir jalan raya yang rame dilewatin banyak kendaraan. Kenyataannya suara bising kendaraan malah ngeganggu konsentrasi belajar para peserta didik. Kebetulan rumah gue berada di paling pojok sebuah gang (tapi mobil bisa masuk), suasananya sepi nyaris gak ada tetangga, halaman cukup luas, dan banyak pepohonan. Adem, asri, dan teduh bikin murid-murid gue nyaman belajar. Ruang belajar les hanya ada dua ruangan (indoor dan outdoor). Gue sengaja bikin kelas outdoor selain supaya murid-murid bisa menyatu dengan alam, murid-murid juga bisa menghirup udara segar, dan nggak ngerasa jenuh belajarnya.

2. Sediakan fasilitas penunjang pelajaran mulai dari buku paket, buku kumpulan soal, peta, atlas, kerangka manusia, struktur tubuh manusia, globe, CD untuk listening bahasa asing, meja belajar, mikroskop, alat musik, dll. Kisaran biayanya kira-kira Rp3.000.000,00-Rp5.000.000,00.

3. Penataan ruang belajar dibuat senyaman mungkin. Buatlah posisi duduk lesehan supaya para peserta didik nggak terlalu pegal. Ajak para peserta didik menikmati fasilitas yang kita sediakan, misalnya nonton film kartun berbahasa Inggris. Niscaya para murid cepat nyerap bahasa asing yang lagi mereka pelajari. Atau bisa juga ajak mereka nyanyi diiringi piano dan alat musik lainnya. Suasana belajar kaya gini bikin murid nggak ngerasa boring.

4. Kalau bimbel kita pengen dapet izin operasional dari dinas pendidikan, sebaiknya kita bikin izin dulu ke notaris. Persyaratannya antara lain surat keterangan usaha dari kepala desa dan  fotokopi KTP 6 orang: pembina lembaga bimbingan, ketua, sekretaris, bendahara, dan dua orang anggota lainnya. Biaya izin notaris relatif terjangkau, kemaren gue cuma disuruh bayar satu juta rupiah. Sedangkan waktu ngajuin izin operasional ke dinas pendidikan nggak diminta uang administrasi sama sekali alias free. Malahan kalau bimbel kita rutin bikin laporan ke dinas pendidikan, pihak yang terkait di dinas pendidikan bakal ngasih bantuan operasional seperti buku-buku penunjang pelajaran, meja, kursi, dan fasilitas lainnya. Asyik kan? 🙂

5. Meskipun bimbel kita udah maju, kita harus komitmen dan konsisten terhadap usaha kita! Para tenaga pengajar harus selalu mau belajar mengikuti perkembangan dunia pendidikan, dan jangan pernah ngerasa ‘mentang-mentang sudah jadi guru, kita sudah pintar, dan nggak perlu belajar!’ itu sih sama aja nonsense! Sejatinya guru itu harus selalu meningkatkan skill, supaya enggak dipandang remeh sama muridnya. Mengajar tanpa belajar itu namanya guru sombong! Belajar tanpa mengajar itu namanya guru malas dan pelit!

6. Kuasai jenis usaha! Lihat usaha bimbel yang menjadi pesaing bisnis kita. Apakah mutu kita berada di bawah mutu bimbel mereka. Kalau iya, cari segera solusinya! Kalau ternyata bimbel kita lebih baik mutunya daripada bimbel sebelah, pertahankan dan terus tingkatkan! Gue pribadi pada prinsipnya nggak pernah memandang orang yang sama-sama buka usaha bimbel sebagai saingan. Toh rezeki itu sudah ada yang mengatur, yaitu Tuhan! Gue selalu menyerahkan segalanya kepada Tuhan, dan ngebiarin semua berjalan apa adanya. Tukang baju aja di pasar nggak cuma ada satu kan? Biarkan konsumen yang memilih. Semakin banyak konsumen yang tahu kualitas kita, niscaya semakin banyak pula orang yang ingin menjadi pelanggan.

7. Buatlah laporan berkala mengenai pemasukan bimbel dan kegiatan bimbel supaya program bimbel menjadi terarah dan berjalan dengan baik! Ada kalanya dana yang masuk dari peserta bimbel harus dialokasikan untuk berbagai keperluan yang menunjang kegiatan bimbel. Usahakan agar dana yang masuk tidak tercampur dengan kepentingan pribadi. Jadi sebaiknya dana pribadi dipisahkan terlebih dahulu.

Well, segitu aja kali ya cerita soal bimbelnya. Semoga tipsnya bermanfaat. Kalo ada yang mau daftar di bimbel gue, gue tunggu lho… Ini alamatnya:

Bimbingan Belajar Sugih
Desa Bangun Jaya
Jalan Raya PT. KSK RT1/1
Kec. Balai Riam
Kab. Sukamara
Kalimantan Tengah 74173

Gallery

image

image

image

image

image

image

Resep Sosis Super Kreasi Chef Sugih

image

Hai semua… Balik lagi nih BJ Sugih dengan tulisan terbarunya. Masih pada kangen sama gue kan? Ya iyalah, secara gue kan orangnya ngangenin. Hilang selama sebulan aja banyak yang pada nanyain. Begitu gue langsung online di dumay (dunia maya, red), eh BBM gue langsung banyak yang ngajakin chat. Khususnya keluarga gue and teman-teman yang tinggal di Jawa. LINE juga ikutan banjir permintaan maen game Let’s Get Rich. Gak tahu deh siapa yang pada ngajakin. Penampakan kali ya? Tapi tetap gue balas ajakan mereka, “Sorry Cuy, gue udah ‘RICH’ duluan sebelum lu ngajakin gue maen. Coba deh lu cari nama gue di kamus Bahasa Jawa-Inggris (Sugih=Rich). Haha… keren kan nama gue?” *Dasar narsis!* WA gue malah bejibun obrolan dari grup ibu-ibu RT yang suka ngomongin kegantengan gue (Hueek… pembaca pada muntah). FB juga penuh sama notifikasi sampe 500 lebih. Kebayang gak, gimana capeknya gue buka notif satu-persatu? Beuh, jari tangan gue sampe keriting buat ngebalasin pesan-pesan yang masuk ke inbox FB gue. Ada yang mau mijitin? Hahay… ngarep! 😀

“Gih, lu ke mana aja? Kehabisan paket yah?” hmm, pertanyaan kaya gini mah kayanya ngeledek kali ya? Gue kan orangnya gak bisa hidup tanpa internet. Paling gak bisa tahan kalo paket internet gue habis biarpun cuma baru semenit. Kalo paket internet gue habis dan gue lagi nggak punya duit, hati-hati aja gadget lu bakal gue embat supaya gue tetap bisa eksis. (Pembaca langsung pada kabur). Eh enggak deng, gue bukan tipe orang yang kaya gitu kok. Kalo gue gak punya pulsa, gue kasih deh hp gue sama lu. #Gue mah gitu orangnya.   🙂

“A Ugih… dirimu ke mana saja? Bersemedi di Gunung Sinabung kah? Bentar lagi tuh gunung mau meledak, dirimu belum kawin maka!” duuh… nih sepupu gue resek banget kirim chat kaya ginian. Bikin gue nyesek. Nyindir banget! Gak tahu apa kalo abang sepupunya ini sekarang udah punya calon. *Calon apa Gih? Calon RT ya?* (pembaca sok tempe, bosen kalo ‘tahu’ terus). Calon bini lah… 👰

“Gih, lu pindah ke kutub utara ya? Apa jangan-jangan lu udah migrasi ke bulan? Kaya apa di sana? Sinyalnya bagus banget ya, sampe-sampe BBM gue silang terus!” heuh, ini juga kepo banget sih! Yang ini BBM dari teman kuliah gue yang udah married dan tinggal di KalBar sana (Kalimantan Barat, red). Doi emang suka banget ngeledekin gue, tapi kalo udah puas ngolokin ujung-ujungnya selalu berakhir di topik minta dicariin kerjaan buat dia. Doi orangnya gak betahan sama kerjaan, Bray! Tiap tiga bulan doi pasti minta resign. Heran, apa gak capek ya keluar-masuk kandang orang? Ups… mari kita lupakan chat yang satu ini. *Lu sebenarnya ngomongin apa seh?* (Pembaca mangap sambil jungkir balik). 😮

Dan seperti biasanya berhubung gue ini orangnya baik hati, tidak sombong, dan selalu pengertian chat-chat gokil di atas selalu gue balas dengan emoticon big smile yang super gede. Kaya gini nih…

image

Tuh, caem kan senyuman gue… 😉

image

*Hey, ini mo ngomongin soal chat apa sosis sih? Judul sama tulisan kok nggak nyambung ya!* (Pembaca kelaparan) 😴. Ups, duibuqi… duibuqi… duibuqi ya pembaca. Pembaca nggak tahu ‘duibuqi’? Itu Bahasa Mandarin, dibacanya ‘tui pu ci’, artinya ‘maaf’. Oke? *Owh, kirain teh poci Gih* (pembaca nyeletuk lagi). Jadi kaitannya obrolan atau chat gue di medsos adalah, belum lama ini gue ketemu sama temen lama gue waktu SMP. Enggak ketemu langsung sih, ketemunya cuma di dumay. Dulunya doi cewek tomboy abiez. Gayanya laki banget. Saking lakinya, doi sering ngajakin berantem. Cynthia Rokrok juga kalah deh kalo disuruh adu tinju sama dia. Jangan bilang kalian gak tahu siapa Cynthia Rokrok ya! Doi aktris film kungfu terhebat yang pernah ada. Malahan dulu pernah shooting di Indonesia. Keren kan? *Terus kenapa malah disuruh adu tinju sama temen lama lu itu? Kan Cynthia Rokrok cuma jago kungfu* Engh… anu, sebenarnya temen lama gue itu juga gak bisa tinju. Doi dulunya cuma jago ngupil di kelas. Kali aja kalo disuruh adu tinju sama Cynthia Rokrok, doi langsung ngeluarin jurus seribu upil. Gue jamin teman lama gue itu bakal menang jadi juaranya. Hehe…  😀

Oke to the point aja ya, berhubung gue udah kepanjangan nulis intronya. Ciee… berasa bikin lagu aja pake istilah ‘intro’ segala. Maklum Bray, gini-gini gue juga kan pernah berguru sama Papa T. Bob. Lagu-lagu ciptaan gue antara lain: ‘Desember Kelambu’, ‘I’m Proud of You, Udin’, ‘Aku Memilih Si Tia’, ‘Kurayu Bidan Nari’, sama ‘All About Database’. Kalo pembaca ada yang pernah dengerin lagu-lagu gue, gue harap kalian mau ngikutin instruksi dari gue: BAKAR SEGERA KASET DAN CD-NYA BESERTA TOKO YANG MENJUALNYA! Biar pasar tambah rame. Hohoho… 😛

image

Lho, katanya to the point? Kok masih ngebanyol mulu nih? Okey… okey… gue mau serius ya. Jadi temen lama gue itu, ehem, katanya doi pengen numpang ngetop di mari, orang Betawi kate sebut aje namenye  Meta Prasasti Naudzubilleh… eh nggak deng, nama aslinya gak boleh gue publikasiin dong. Itu kan rahasia negara. Apalagi pake ‘Naudzubilleh’ segale, (Ya Allah ampuni dosa hamba-Mu ini, Ya Allah). Tapi jujur, dari dulu gue masih heran kenapa nama dia pake ‘Prasasti’ segala di belakangnya. Jangan-jangan temen gue entu peninggalan bersejarah kali ye? Atau bokapnya guru sejarah? Tapi kalo gue jadi bokapnya, gue bakal tambahin lagi nama di belakangnya jadi ‘Prasasti Abadi’ supaya namanya dikenang orang sepanjang zaman. Daripada dikasih nama ‘Prasasti Batu Kubur’, paling yang bakalan inget cuma kuntilanak sama genderuwo doank. Hii… peace, peace, ampun ya Met. Jadi sesuai permintaan Meta via chat di BBM, sebagai pembaca setia blog gue ini, gue mau ngabulin request gimana caranya bikin sosis ayam super. Pembaca minat juga? Nah, simak terus postingan gue ini ya! Cekidot… 👇

image

Mungkin di antara kalian ada yang suka makan sosis. Tapi jajan sosis di luar kadang bikin was-was khawatir kalo daging yang diolah adalah daging giling seperti dalam video penggilingan sosis buatan McD yang beredar di YouTube beberapa tahun silam. Aduh, beneran gak tega melihat sejumlah binatang (babi, kambing, kerbau, dan kuda) dijatuhkan dari sebuah bak truk kemudian langsung digiling hidup-hidup ke dalam mesin penggiling tanpa disembelih dan dikuliti terlebih dahulu. Benar-benar bikin mual ngelihatnya. Jijik sekaligus ngeri. Entah benar entah tidak, karena bisa saja video tersebut sebenarnya hanya digadang-gadang oleh oknum yang tidak bertanggung-jawab guna menjatuhkan citra McD di mata masyarakat, sehingga resto McD tidak laku lagi di Indonesia maupun Malaysia (narrator dalam videonya terdengar beraksen Malaysia). Jadi daripada akhirnya takut kalau itu daging giling yang halal atau bukan solusi yang tepat akhirnya adalah mengolah sosis sendiri di rumah. Setuju? 👌

So, berikut ini bahan-bahan yang harus disiapin buat bikinnya:

1. Setengah kilogram daging ayam cincang;

image

2. Tiga siung bawang putih, haluskan;

image

3. Tiga sendok merica bubuk;

image

4. Setengah kilogram tepung kanji;

image

5. Garam secukupnya;

image

6. Air secukupnya.

image

Cara pembuatan:

image

1. Haluskan separuh daging ayam yang telah disiapkan dengan menggunakan blender!

2. Campurkan separuh tepung kanji yang telah disiapkan! Masukkan air! Haluskan kembali dengan blender hingga ayam dan tepung teraduk rata!

3. Tambahkan potongan daging ayam yang tersisa, dan ulangi petunjuk nomor 2 di atas!

4. Tambahkan garam, bawang putih, dan merica bubuk yang telah dihaluskan, aduk bersama campuran daging ayam dan tepung kanji!

5. Bungkus bahan sosis tersebut dengan menggunakan plastik yang biasa digunakan untuk membuat es mambo atau es lilin! Ikat ujung plastiknya seperti saat membuat es!

6. Kukus sosis yang telah dibungkus dalam panci hingga matang! Bila sudah matang, angkat dan tiriskan! Buka plastik pembungkusnya! Sosis siap untuk diolah lagi menjadi gorengan, tumisan, ataupun sup. Tinggal di-lup juga enak ^_^

image

Keterangan:
-Untuk penggemar sosis daging sapi, daging ayam dapat digantikan dengan daging sapi giling.
-Bagi penggemar keju, bisa pula adonan sosisnya dicampur langsung dengan keju cair. Keju blok dipanaskan hingga meleleh kemudian disatukan dengan adonan sosis dan diaduk rata sebelum dibungkus dan dikukus.
-Berhati-hatilah saat memblender daging ayam, jangan memblender potongan daging yang terlalu besar. Pada saat ngelakuin percobaan, blender emak gue kebakar gara-gara arus listriknya gak kuat. *Wew, apa hubungannya sama potongan daging coba?* 😅

Nah, mudah dan sederhana kan membuatnya? Selamat mencoba ya…  Good luck! 😄

Lima Hotel India yang Bikin Merinding

image

Hallo pembaca semua, gimana kabar kalian selama ini? Sebelumnya gue minta maaf kalo sebulan terakhir gak nulis apapun di blog. Loe semua pada kangen sama gue kan? Haha… pede amat ya gue #Dasar lebay (kata pembaca). But you know, kenapa gue kagak ngeblog selama sebulan ini? Heuh, bulan kemaren gue apes beratz pake tingkat dewa. Kenapa? My Lappie alias laptop kesayangan gue ancur, LCD-nya pecah gara-gara si Lappie jatoh dari tangan gue. Waktu itu gak tau kenapa tangan gue ngedadak kram terus jatoh deh si Lappie dari pelukan gue. Padahal lagi asyik-asyiknya baca postingan teman-teman blogger di WordPress. Loe semua tahu, blog siapa yang paling sering gue kunjungin? Gue demen banget baca ceritanya Mbak Feli yang udah gue anggap kakak gue sendiri. Semua tulisannya ngebahas soal kehidupan di negara Norway yang jauh di Eropa Utara sana. Busyet dah, gaya tulisan Mbak Feli kocak banget ngocol abies. Apalagi kalo udah nyeritain soal sang hubby-nya tercinta. Penasaran mau tau tulisan-tulisannya Mbak Feli? Nih klik aja tautan dari gue ya: http://www.sifelicity.wordpress.com. Selain blognya Mbak Feli, gue juga rajin mantengin blognya Bli Gara yang super cool karena banyak nyeritain tentang daerah-daerah di Indonesia yang pernah dikunjunginya. Beu… benar-benar bikin gue ngiri. Petualangan-petualangannya Mbolang banget. Oh iya, Bli Gara juga rajin update tulisan berbahasa Inggris lho! Gaya tulisannya keren banget, gue mah gak ada apa-apanya. Bahasa Inggris gue kalah sama Bli Gara. Mungkin karena Bli Gara orang Bali kali ya? Secara tiap hari di sana kan bisa ketemu terus sama bule, lancar dah praktek ngomong Inggrisnya. Gak kaya gue, gak pernah bisa nge-increase kemampuan gue lantaran tiap hari yang gue temuin orang utan mulu. Ups, bukan orang utan beneran lho. Maksud gue, orang-orang yang pada hidup di utan. Haha… ketipu semua deh lu pade 😛

Selain laptop gue yang rusak berat, hp gue juga pada hari yang sama ketularan ancur. LCD-nya ikutan pecah pas gue ngerogoh kantong celana buat ngeluarinnya pas gue mau nerima panggilan masuk dari seseorang. Tuh hp jatoh lantaran ukurannya yang segede gaban gak muat dalam genggaman tangan gue. Penderitaan gue gak cuma berakhir sampe di situ. *What? Penderitaan? Emangnya lu hidup di zaman penjajahan ya, Gih?* (pembaca gak percaya). Sebelum si Lappie sama hp gue jatoh, power banknya yang gue beli seharga Rp400-ribu gara-gara kena tipu tukang konter (padahal harga aslinya cuman Rp200-ribu) udah rusak duluan. Tiap kali gue mau ngecharge hp, si power bank error kendor gak mau ngalirin arus listrik. Padahal udah gue charge semalaman penuh selama beberapa hari (inget, listrik di tempat gue cuma nyala malam). Dan kesialan gue berakhir dengan rusaknya si Tajima yang datang dari Jepang. Aduh, Mr. Tajima ini jarumnya gak tau kenapa ngedadak patah. Otomatis gue gak bisa ngeliat waktu kalo lagi bepergian. Mana lebaran udah tinggal beberapa hari, plus gue ditinggal sendiri di rumah. Nyokap sama adek gue yang bungsu pada pergi lebaran ke Jawa buat kumpul bareng sama keluarga besar gue di sana, khususnya nemuin adek gue yang udah jadi pramugari. Gue gak bisa ikut sama nyokap, soalnya harus jaga rumah. Kebetulan di kampung gue lagi rawan perampokan. Jadi gue mesti jaga-jaga supaya barang-barang gak ada yang ilang. Terlebih gue juga harus jagain kafenya nyokap yang baru aja dibuka sebulan.

Oke, kayanya gue terlalu panjang nyerocos gak jelas ya pemirsa. Maklum, efek kangen berat sama kalian semua. Pas gue beli tablet baru minggu kemaren, gue kaget banget ngeliat statistik WordPress gue yang ngalamin penurunan jumlah pengunjung secara drastis tapi gak sedikit juga komentar-komentar yang masuk ke tulisan gue. Selama Desember tahun kemaren sampe Mei silam, sedikitnya pengunjung blog gue mencapai angka 2.500 perhari. Bahkan pernah beberapa kali nyampe di atas 3.000 pengunjung.   Halaman yang paling banyak dilirik keseringan soal ulasan serial 7 Manusia Harimau yang lagi booming waktu itu. Tapi setelah memasuki bulan Juni, para peminat serial 7 Manusia Harimau kayanya semakin berkurang. Padahal tim penulis udah gue kasih wanti-wanti supaya jangan bikin kepanjangan ceritanya, and jangan dilebay-lebayin. Nanti penonton bakal bosan. Akhirnya terbukti kan omongan gue? Penonton banyak yang kecewa dan pada malas nonton kelanjutannya. Mending bubarin aja deh, ganti serial yang lain! Tulisan gue yang banyak dibaca orang saat ini adalah : Pramugara-Pramugara Ganteng, sama Kelas Internasional Net.. Jumlah pengunjung blog gue sekarang berkisar seribu pengunjung perhari. Moga-moga aja semakin rajin gue update tulisan gue, jumlah pengunjung dan komentator juga terus meningkat lagi. Amiin.

Ngomongin soal judul tulisan gue di atas, pembaca pasti pada ngira kalo gue lagi jalan-jalan ke luar negeri kan? Terus gue nginep di hotel mewah di India tapi kesannya angker. Wow, kalian semua sebenarnya udah pada kejebak sama judul tulisan gue! Bukan, gue bukan lagi jalan-jalan ke India. Apalagi buat nemuin shaheer Shekh. Haha… meski film-film India lagi marak lagi di tanah air, tapi gue gak terlalu keranjingan buat nonton. Masalahnya channel-channel tv yang nayangin serial India gak ada di tv gue. Gara-gara hujan deras pas lebaran bulan kemaren, sinyal parabola di rumah gue jadi lemah. Dan tukang servis langganan gue lagi mudik ke Jawa. So, gue cuman dapet sedikit channel yang bertahan, antara lain: Net., LBS, DAAI TV, Haari TV, NHK, Trans7, Metro TV, RCTI sama Global. Tapi gak apa-apa, toh channel yang sering gue tonton cuman itu doank. Gak masalah buat gue buat channel yang pada hilang. Eh,kok jadi ngebahas soal tv lagi sih? Kita kan lagi ngomongin soal hotel! Well, fokus lagi sama judul di atas ya… Ngomongin soal hotel, siapa sih yang gak kepengen ngerasain nikmatnya pelayanan hotel bak hidup di surga dunia kalo pas bepergian? Apalagi kalo kelasnya hotel berbintang yang nuansanya serba mewah. Semakin banyak jumlah bintang yang dimilikin sebuah hotel, maka semakin memuaskan pelayanan yang diberikannya. Kata siape? *Gak tau juga deng, gue cuman asal nyeletuk aja* Hoho… maafin blogger yang katrok ini ya, sodara-sodara… (^_^)”

Tapi yang mau gue ceritain di sini bukan hotel sembarang hotel lho, pemirsa. Malah gak ada hubungannya dengan hotel sama sekali. Disebut hotel India juga masih menjadi teka-teki yang sangat misterius. Jadi ceritanya ini bukan kejadian yang pernah gue alamin. *Haah… kejadian? Lu nginep di hotel apa di kuburan sih?* (pembaca kebingungan). Yup! Ini adalah cerita soal nyokap gue waktu balik dari Jawa menuju Kalimantan. Peristiwa ini terjadi sekitar dua minggu yang lalu. Belum basi kan buat gue ceritain? Waktu itu nyokap sama adek bungsu gue si Firman, mau balik ke Kalteng (Kalimantan Tengah, red) via Palangka Raya. Pengennya sih langsung tujuan Pangkalan Bun. Berhubung tiap hari kala itu gak kebagian tiket, mau gak mau nyokap sama Firman kepaksa naek jurusan Palangka Raya yang sebenarnya jauh banget dari kampung gue. Butuh waktu semalaman lagi naek travel dari Palangka ke rumah gue. Adek gue, Dyah (si pramugari cantik kesayangan nyokap) nganterin mereka berdua sampe ruang tunggu Terminal C Bandara Soetta. Biasalah, namanya juga pramugari, punya akses khusus buat keluar masuk ruang tunggu pesawat asal ngasih lihat ID Card pramugari yang dia punya ke para petugas security check in. Resikonya, Dyah harus rela digodain sama para petugas yang pada genitnya selangit. “Mbak, tinggal di bacht berapa Mbak?” tanya para petugas. “Malam Minggu nanti boleh ngapel nggak, Mbak? Itupun kalo Mbaknya pas lagi nggak terbang ya, Mbak?” goda mereka lagi. Dyah cuman senyum-senyum di kulum digodain kaya gitu. Pas gue mau balik ke Kalteng bulan Maret kemaren juga gitu kan? Pembaca masih pada inget cerita gue yang jalan-jalan ke Jawa nggak? Syukur deh kalo pada lupa, haha… 😀

image

Nah, pas giliran nyokap sama Firman mau masuk ke dalam pesawat, Dyah juga ikut nganterin sampe ke depan pintu pesawat. Biasalah, gak rela berpisah sama nyokap. Secara dia kan satu-satunya anak cewek dalam keluarga kami, dan di antara semua anak nyokap, dia satu-satunya anak yang paling manja sama nyokap. Begitu Dyah ngeliat sebuah tulisan di badan pesawat, Dyah tersentak kaget dan berkali-kali nyuruh nyokap buat istighfar sepanjang perjalanan.

“Ma, pokoknya selama di pesawat Mama gak boleh berhenti beristighfar ya! Dyah mohon,” pinta Dyah memelas.

“Ke manapun Mama pergi, Mama gak pernah berhenti beristighfar, Dyah!” cetus Mama menegaskan.

“Pokoknya tolong Ma, teruslah beristighfar! Nanti kalau Mama sudah sampai rumah, akan Dyah ceritain semuanya!” entah kenapa badan Dyah kata nyokap kelihatan gemeteran. Keningnya ngucurin keringat dingin kaya orang ketakutan.

“Emangnya ada apa sih?” nyokap kebingungan.

“Nanti juga Dyah ceritain. Dyah juga akan selalu ngedoain Mama supaya selamat di jalan,” kata Dyah pasrah seraya meluk nyokap sebagai salam perpisahan.

“Iya deh,” sahut nyokap bergegas masuk ke dalam.

Selang dua hari berlalu, nyokap udah sampe di rumah dan aktif beraktivitas seperti sedia kala. Sayangnya nyokap nggak ngelanjutin usahanya di kafe. Banyak pelanggan les nyokap yang datang ke rumah. Mereka memohon supaya nyokap mau ngajarin les anak mereka lagi. Gak tau kenapa para pelanggan les nyokap pada nggak mau anak-anaknya diajar sama gue. Mereka udah ngerasa cocok sama cara nyokap gue ngajarin anak-anak mereka. Ditambah lagi kalo dipasrahin ke gue, anak mereka bakal diomelin terus sama gue saban hari lantaran gue kelewat galak kalo ngajar. Haha… biarpun gue galak, tapi banyak orang yang bilang kalo gue sama nyokap ‘bertangan dingin’. Es kali ah, dingin… bukan nyombong sih, anak-anak yang les di bimbel gue sama nyokap banyak yang berhasil meraih prestasi dan sukses. Gak sia-sia gue ngediriin bimbel selama sebelas tahun. Jadi, akhirnya nyokap malah fokus lagi di bimbel. Usaha dagangnya tetap jalan sih, kali ini kafenya dipindahin jadi kantin di bimbel kami. Lucu kan?

Sesuai janjinya, Dyah nelpon nyokap buat nyeritain apa yang dia sembunyiin pas nyokap mau naik pesawat. Malam itu pikiran nyokap dan Dyah sama-sama lagi tenang. Emosi mereka udah terkontrol dengan baik.

“Ma, waktu dalam pesawat kemarin, Mama ngalamin kejadian yang aneh enggak?” tanya Dyah.

“Eng… apa ya?” nyokap mencoba mengingat-ingat.

“Apa ada kejadian yang ganjil selama dalam penerbangan?” Dyah terus mendesak.

“Oh ada Dyah, Mama baru ingat!” seru nyokap sambil bangun berdiri dari duduk di depan tv.

“Apa Ma?”

“Penerbangan kemarin seharusnya ditempuh selama satu setengah jam. Gak tau kenapa, pesawat yang sudah mau landing dan bandara sudah kelihatan, eh pramugarinya malah nyuruh para penumpang supaya ngencangin lagi sabuk pengaman. Katanya pesawat yang mau landing pada ngantri banyak banget. Jadi pesawat yang Mama naekin malah terbang lagi ke angkasa. Terus pesawatnya muter-muter di langit selama lebih dari satu jam. Kalo dihitung lamanya Mama menempuh perjalanan selama hampir 3 jam. Gimana nggak kesal coba? Mana cuaca di atas mendung banget, dingin lagi,  tapi anehnya pas turun ke darat cuaca malah cerah banget,” ungkap nyokap bernada jengkel.

“Tapi nggak ada kejadian yang mengerikan kan Ma?” tanya Dyah memastikan.

“Enggak ada, Alhamdulillah semuanya baik-baik saja! Tapi yang Mama nggak ngerti, masa sih pesawat yang mau landing pada ngantri? Padahal waktu Mama turun dari pesawat, di Bandara Tjilik Riwut itu kelihatannya lagi sepi banget. Mama cuma lihat beberapa pesawat aja, bisa dihitung dengan jari. Sekitar lima kalo nggak empat aja!” beber nyokap lagi.

“Mama tahu nggak, pesawat yang Mama naekin itu adalah pesawat LHI?” tanya Dyah serius.

“LHI? Apa itu?” nyokap nggak ngerti.

“Lima Hotel India!” jawab Dyah.

“Hotel India? Maksudnya gimana, Dyah?” nyokap makin bingung.

“Jadi LHI itu semacam kode alphabet internasional. Cuma kru penerbangan aja yang tahu. Itu tuh sebenarnya adalah pesawat jenazah, Ma! Awalnya Dyah ragu waktu ngeliat tulisan LHI di pesawat yang mau Mama naikin. Tapi setelah Mama pergi, Dyah tanya-tanya ke teman-teman Dyah. Mereka bilang kalau itu benar-benar pesawat jenazah,” ungkap Dyah.

“Haah, yang bener Dyah? Kenapa Dyah nggak bilang waktu itu? Mama kan bisa cancel penerbangan Mama kalo tau kaya gitu!” nyokap benar-benar kaget ngedengar penjelasan Dyah.

“Dyah juga gak tahu kalau Mama bakal naik pesawat itu. Kalau dari awal Dyah tahu Mama bakal naik pesawat itu, udah pasti bakal Dyah batalin penerbangannya!”

“Teganya kamu Dyah ngebiarin Mama sama adik kamu naik pesawat jenazah! Emangnya nggak ada pesawat yang lain apa buat ngangkut penumpang? Bukannya pesawat Lion itu banyak?” sela nyokap sedikit kecewa.

“Ini kan lagi arus balik, Ma. Semua pesawat penuh. Sampai akhirnya pesawat jenazah pun terpaksa dipakai demi terpenuhinya pesanan pelanggan. Itulah kenapa Dyah nyuruh Mama supaya jangan berhenti beristighfar sepanjang perjalanan. Soalnya kata senior-senior Dyah, banyak kejadian aneh yang sering terjadi dalam pesawat itu. Katanya sering muncul penampakan pramugari yang mondar-mandir di dalam pesawat. Ada juga bangku yang sebenarnya kosong tapi kelihatan penuh sama penumpang yang sebenarnya juga para penampakan. Malah ada kejadian sering kedengaran suara yang aneh-aneh seperti pengumuman kalau pesawat mau jatuh, jeritan para penumpang yang ketakutan, sama suara ledakan Ma! Para pramugari dan pilot juga banyak yang ketakutan kalau pas dapat jatah bertugas di pesawat itu!” cerita Dyah panjang-lebar.

“Masya Allah…” nyokap semakin terkejut.

“Maafin Dyah ya Ma. Tapi Mama nggak kenapa-napa kan Ma? Mama sehat aja kan?” terdengar suara Dyah begitu cemas.

“Sudahlah, Mama nggak apa-apa kok! Hati-hati ya kamu kalau lagi bertugas! Selalu berdoa dulu sebelum terbang!” imbau nyokap ke Dyah.

“Iya Ma, Dyah juga selalu beristighfar kok!” kata Dyah sebelum akhirnya menutup pembicaraan di telepon.

“Gih, kamu dengar obrolan Mama sama Dyah barusan, kan?” seloroh nyokap mandang ke arah gue yang lagi duduk gak jauh dari tempat nyokap.

Gue bener-bener speechless ngedengar pembicaraan mereka. LHI (Lima Hotel India)? Pesawat yang selalu dirahasiakan oleh para pramugari senior, karena pesawat itu adalah pesawat khusus pengangkut jenazah yang biasa dipakai untuk mengevakuasi korban kecelakaan pesawat komersil, atau mengangkut jenazah para WNI yang meninggal di luar negeri. Para kru penerbangan pun tidak akan memilih pesawat ini bila mendapat tugas untuk terbang bersamanya. Oleh karena itu keberadaan pesawat ini sangat dirahasiakan agar para kru yang tidak mengetahuinya tetap merasa aman di kala terbang.

Sedikit gemetar, gue pandangin satu-persatu wajah nyokap sama Firman sambil bilang, ”Ini beneran Mama sama Firman kan? Pesawat yang kalian tumpangi beneran selamat kan? Kalian bukan penampakan yang baru turun dari pesawat kan?”

PLETOK! (sebuah palu nyasar ke kepala gue)

***

Aneka Pizza Unik Kreasi Chef Sugih

Hidup di pedalaman bikin gue gak bisa ngerasain apa yang orang kota bisa nikmatin. Salah satu misalnya adalah ngenikmatin makanan cepat saji (fast food) kaya hamburger, lasagna, spageti, kebab, dan pizza. Dulu selama zaman gue masih sekolah di Bogor dari kecil gue suka banget makan pizza tiap kali dibeliin sama bokap. Biasanya bokap ngebeliin pizza pas kami sekeluarga jalan-jalan mengisi liburan ke Taman Safari, Puncak, Dufan, Ancol, Taman Mini,  dll (dan lupa lagi, pemirsa). Gue selalu inget bokap gak pernah absen ngebeliin pizza tiap kali kami sekeluarga pergi jalan-jalan bersama. Meskipun banyak sodara gue yang gak terlalu doyan makan pizza cuma gara-gara toppingnya yang agak lengket dan sering bikin mereka muntah, akhirnya cuma gue yang selalu ketagihan. Sekarang kalo gue makan pizza, gue selalu inget kenangan jalan-jalan sama almarhum bokap. Rasanya sering sedih tiap kali inget semua kenangan itu.

Selain pizza, gue juga hobby banget makan burger. Walaupun kata nyokap masakan di rumah jauh lebih menyehatkan ketimbang fast food yang dijual di pinggir jalan. Kebanyakan fast food di pinggir jalan memang kurang higienis dan terlalu banyak mengandung zat pengawet. Jadinya semua makanan itu malah tergolong junk food alias makanan sampah. Parahnya junk food bisa menimbulkan berbagai penyakit karena terlalu banyak mengandung kolesterol.

Semenjak tinggal di daerah pedalaman gue gak pernah lagi bisa makan pizza ataupun burger. Alhasil gue cuman bisa ngiler tiap kali ngeliat iklannya di tv. Gue juga ngerasa prihatin sama murid-murid gue kalo pas gue ngajar Bahasa Inggris. Masalahnya sering banget muncul percakapan di buku yang temanya soal makanan. “What kind of food do you like? Do you like pizza, hotdog, or hamburger?” (Makanan seperti apa yang kamu suka? Apakah kamu suka pizza, hotdog, atau hamburger?). Murid-murid gue cuma bisa bengong tiap kali ketemu dialog model gitu di buku. Soalnya mereka belum pernah ngerasain kaya apa rasanya burger sama pizza. Kesannya pizza & burger adalah makanan mewah yang cuma bisa dinikmatin sama orang kota. Boro-boro pizza, bisa makan bakso aja dah syukur.

Berbekal keterampilan memasak yang gue punya, pas nyokap buka kafe baru  bulan kemaren, gue berinisiatif buat ngenalin aneka western food ke masyarakat di kampung gue. Kalo nyokap cuma bikin masakan Indonesia kaya soto ayam Bogor, pempek Palembang, Gado-gado Betawi, nasi goreng spesial, asinan Bogor dan lain sebagainya, gue melengkapinya dengan menu burger, pizza, kebab, dan sosis bakar. Semua diolah dengan tangan gue sendiri. Tentunya dijamin higienis karena gak pake zat-zat yang aneh-aneh.

Baru hari pertama kafe nyokap dibuka, antrean pembeli langsung membludak. Soalnya pas hari itu gue gencar banget ngepromosiin ke semua orang di sekitar gue. Termasuk semua kontak yang ada di hp. Alhamdulillah, respon masyarakat soal pizza yang gue bikin jadi trending topic orang sekampung. Banyak dari pembeli yang tersenyum sumringah karena baru pada tahu yang namanya pizza. “Oh, jadi ini yang namanya pizza toh? Enak juga ya!”, “Wah asyik, kita gak perlu turun ke kota lagi buat beli pizza!”, “Mantap deh meskipun ini di kampung tapi menu yang ada di kafe ini internasional banget! Bisa bikin sushi sama bulgogi nggak?” Ada kepuasan tersendiri waktu gue ngeliat ekspresi para pembeli. Lucunya di kampung gue sebenarnya banyak banget pendatang dari Pulau Jawa, tapi mereka pada nggak tau sama yang namanya pizza dan burger. “Pizza? Apa itu pizza? Sejenis rendang atau supkah? Burger itu bubur seger yak?” #Gubrak! *nih orang habis semedi di dalam goa kali ya?*

Nah, supaya pizza diminati para pembeli selain toppingnya harus enak dan gurih, bentuk-bentuk pizza juga harus dibuat seunik mungkin supaya minat konsumen lebih besar dan menggugah selera makan. Pizza yang gue bikin bahannya mudah didapat dan harga jualnya pas dengan kantong anak kos-kosan. Pemirsa mau nyoba bikin sendiri? Berhubung gue bukan orang pelit, nih gue kasih deh resepnya. Silakan disimak ya…

Beberapa pizza unik kreasi gue sebelum dipanggang :

Pizza Sakura buat pengagum keindahan negara Jepang.

image

Pizza Romantis buat pasangan yang lagi dimabuk cinta.

image

Pizza Bintang buat anak-anak yang memiliki cita-cita tinggi.

image

Butterfly Pizza buat pecinta keindahan
image

Pizza bundar untuk orang yang menyukai kesederhanaan
image

Ordinary pizza satu untuk kebersamaan
image

Sunflower pizza untuk hari yang selalu ceria
image

Resep Pizza Unik

Bahan adonan :
-Tepung terigu 400 gram
-Telur ayam 1 butir
-Mentega 3 sdm
-Minyak goreng 3 sdm
-Fermipan (ragi instan) 40 gram
-Air susu hangat 1 gelas

Cara membuat adonan :
1. Campurkan semua bahan di atas dalam sebuah baskom.
2. Aduk rata, lalu masukkan air susu hangat dan campurkan kembali hingga adonan menyatu menyeluruh.
3. Bila adonan sudah kalis dan tidak lengket di tangan, gumpalkan adonan menjadi satu bulatan penuh! Lalu tutuplah baskom dengan kain serbet bersih selama minimal 15 menit agar adonan mengembang.
4. Sementara adonan didiamkan, siapkan bahan tumisan untuk topping.

Bahan topping :
-Bawang bombay setengah siung, cincang halus;
-Cabe hijau 3 buah, iris menyerong;
-Bawang bakung 2 batang, iris tipis;
-Telur ayam 1 butir, kocok hingga putih dan kuning telur merata;
-Sosis daging ayam/sapi 4 buah, iris menyerong. Selain sosis bisa juga memakai jamur kancing yang diiris tidak terlalu tebal;
-Tomat 3 buah, cincang halus;
-Paprika 1 buah, iris memanjang 2 cm. Bila tidak ada paprika bisa diganti dengan satu buah jagung manis, preteli jagung dan buang batangnya.
-Daging ayam 300 gram, goreng kemudian cincang dadu atau potong suwir-suwir. Bisa juga memakai daging kornet untuk penyuka daging sapi;
-Gula pasir secukupnya;
-Bumbu penyedap Royco/Masako secukupnya.

Cara membuat topping :
1. Tumis bawang bombay hingga harum.
2. Masukkan cabe hijau, bawang bakung, tomat, sosis, telur, daging, dan sayuran lainnya.
3. Bubuhi gula pasir dan bumbu penyedap, aduk hingga tumisan terasa gurih dan aromanya tercium harum.

Bahan pelengkap pizza :
-Keju parut secukupnya;
-Saus tomat/saus pedas (sesuai selera), bisa juga menggunakan mayonaise untuk menciptakan rasa yang berbeda.

Cara membuat pizza :
1. Ambil adonan sebanyak kepalan tangan, pipihkan di atas teflon.
2. Cetak adonan sesuai bentuk yang diinginkan. Misalnya bentuk hati, bintang, bunga, lingkaran, lingkaran bergerigi, dan lain sebagainya. Berikan batas tepian sedikit lebih tebal/tinggi daripada bagian tengahnya.
3. Oleskan mayonaise atau saus ke atas adonan yang telah dipipihkan dan dibentuk sesuai keinginan. Pastikan olesannya merata!
4. Tuangkan topping yang telah ditumis ke atas adonan yang telah dilumuri mayonaise/saus.
5. Ratakan topping di atas permukaan pizza.
6. Tuangkan saus sekali lagi di atas topping!
7. Taburkan irisan keju atau keju yang telah diparut!
8. Panggang dalam keadaan tertutup rapat di atas kompor dengan nyala api kecil selama kurang-lebih 5 menit.
9. Tusuk dengan garpu untuk memastikan kematangannya! Bila adonan tidak melekat pada garpu, berarti pizza sudah matang. Pastikan pizza tidak gosong dan mudah diangkat dari teflon!

Pizza siap disantap!^^  Satu adonan di atas dapat disajikan hingga 5 porsi (5 teflon). Selamat mencoba ya…

Postingan selanjutnya gue kasih resep kebab super, mayonaise lemon, dan cara bikin sosis home made. Jangan lewatkan!

Kepulanganku ke Kalimantan yang Menyedihkan

Allowh pembaca, kumaha daramang? (Bagaimana kabarnya?) Pasti pada sehat semua kan? Syukur deh kalau pada sehat, kalau lagi sakit cepet minum Baygon ya… 😀 Ups… Kembali lagi BJ (baca : Blog Jockey) Sugih akan berbagi cerita untuk kalian semua. Sorry nih sebelumnya kalau aku lama hilang dari blogku selama beberapa bulan terakhir ini. Maklum, berhubung aku sudah kembali ke Kalimantan aku terlalu serius bermeditasi di rimba raya pulau ayam betina ini. Wuahahaha… *lalat masuk mulut* Eh ngomong-ngomong soal Kalimantan, kalian sependapat nggak dengan pikiranku kalau pulau ini bentuknya mirip dengan ayam betina yang sedang bertelur? (Pembaca menyahut : “Hah, ayam betina?”) Iya, bener! AYAM BETINA YANG LAGI NELOR! (tuh, sudah diCAPLOCKS kan! Eh salah, maksudnya diCAPSLOCK!) Coba deh bayangkan Sabah (Malaysia) itu kepala ayamnya, terus Sarawak (Malaysia) sayapnya, dan wilayah Kalimantan (Indonesia) adalah badannya yang lagi duduk mendekam di atas sarangnya. Sementara Pulau Laut yang terletak di sebelah tenggara Provinsi Kalimantan Selatan diimajinasikan seperti sebutir telur yang menggelinding keluar dari bawah perut induknya. Nah, gimana? Nggak nyambung kan? Itu pasti karena khayalanku yang terlalu tinggi. Gkgkgk… *ketawa sambil keselek sepatu* 🐔🐤🐥🐣

Tuh, imajinasiku nggak salah kan?

image

image

Hmm, sebenarnya selama dua bulan terakhir ini pikiranku sedang rusuh:|:(. Sampai-sampai aku malas membuka lagi blogku yang tercinta ini. Padahal banyak sekali notifikasi yang masuk ke blogku ini. Ada pembaca yang minta foto plus tanda tangan-lah, ada yang pengen ketemuan-lah, yang mau pinjem duit juga ada ✋#PLAK *Ditampar pembaca penulisnya ngibul*. Selama dua bulan terakhir aku sering melamun, menangis sesenggukan, dan tertawa-tawa sendiri di dalam kamar. Pembaca pasti mengira aku gila kan? Kalau diperiksakan ke psikiater atau psikolog, mereka pasti akan memvonisku bahwa aku jauh lebih akut daripada gila! 😱 Jadi, aku ini kenapa? Apakah aku sudah menjadi teman seperguruannya Wiro Sableng? Wow, asyik dong! Berarti guruku adalah Sinto Gendeng yang nyentrik itu. Hoho… Salam hormat, Guru! 😀 😘🙏

Hallo Bro, what’s up Bro?^^

image

Pembaca masih ingat kan ceritaku pada postingan sebelumnya? (Pembaca menyahut : NGGAK!!!) Hadeuh, pembacanya habis kebentur tembok ya, jadi pada amnesia! Kepulanganku ke Kalimantan Tengah adalah memenuhi perintah mantan atasanku (sebut saja Mrs. Headmi-STRESS) bahwasanya namaku telah terdaftar sebagai calon peserta sertifikasi di dinas pendidikan kabupaten. Mendengar sertifikasi, siapa sih yang tidak menginginkannya? Apalagi tunjangannya! Padahal saat menerima panggilan dari Mrs. Headmi-STRESS, aku sedang berada di Pulau Jawa guna mempersiapkan aplikasi beasiswa S2 ke luar negeri. Akhirnya aku terpaksa menunda pengajuan aplikasi beasiswa itu lagi. Lantas aku segera pulang untuk menyerahkan berkas sertifikasi ke kantor dinas pendidikan kabupaten. Waktu yang kumiliki hanya tersisa satu hari, deadline penyerahan berkas ke kantor dinas jatuh pada tanggal 16 Maret silam. Sebelum berangkat ke kantor dinas, pagi-pagi sekali aku datang ke sekolah tempat terakhirku bekerja untuk menjumpai Mrs. Headmi-STRESS dan meminta tanda tangan beliau. Namun sayangnya Mrs. Headmi-STRESS sedang melakukan perjalanan dinas ke luar kota. Mau tidak mau aku harus menghubungi pihak dinas pendidikan kabupaten agar berkenan memberikan kelonggaran waktu untukku. Dengan resiko aku harus membayarnya dengan menerima makian dari staf kantor dinas yang kuhubungi. Hiks nasib diomeli… T_T  😭 *Ijah pembantu tetangga sebelah rumah pun ikut menitikkan air mata* “Terima kasih ya, Ijah!” (Mata saya kepedesan ngiris bawang, Pak!–> sahut Ijah) #GUBRAK! 😥

Selagi aku mengunjungi sekolah, aku pun bertemu dan berkenalan dengan Bu Atun (bukan nama sebenarnya, karena beliau adalah tersangka kasus pembunuhan kecoa di rumahnya), guru baru yang menggantikan posisiku setelah aku hengkang dari sekolah. Setelah berbasa-basi sebentar, Bu Atun menanyakan berkas apa yang kubawa. Tanpa meminta izin terlebih dahulu beliau langsung melihat-lihat map yang kubawa. Beliau langsung memprotes mengapa aku memiliki berkas-berkas pengajuan sertifikasi sementara beliau tidak. Well, tentu saja aku punya karena aku sudah menghonor sangat lama : SEBELAS TAHUN sodara-sodara. Salahkah aku bila namaku terdaftar sebagai calon peserta sertifikasi setelah pengabdian yang begitu lama? Sedangkan Bu Atun sendiri baru menghonor beberapa bulan di Kalimantan. Selebihnya beliau lebih lama menghonor di Pulau Jawa. So, mengapa beliau tidak mengikuti sertifikasi di Pulau Jawa saja. Pemirsa setuju? Lucunya Bu Atun menggugatku karena aku masih memiliki Surat Keperjakaan, eh salah, maksudku Surat Keputusan (SK) Kepala Sekolah yang menyatakan kalau aku masih aktif mengajar. SK tersebut memang dibuat oleh kepala sekolah atas inisiatif kepala sekolah (Mrs. Headmi-STRESS) sendiri. Saat meneleponku selagi aku masih di Jawa, Mrs. Headmi-STRESS memohon padaku agar bilamana aku lolos sertifikasi maka aku harus kembali aktif mengajar di sekolah. Tentu itu adalah sebuah komitmen, bukan?

Pada hari selanjutnya, Mrs. Headmi-STRESS berhasil kutemui setelah beberapa kali bolak-balik di teras rumahnya. Pembaca jangan meniru perilaku mantan pimpinanku ini ya, Mrs. Headmi-STRESS baru berangkat ke sekolah pukul 8 pagi, di mana pada pukul tersebut rekan-rekan kerjaku pun baru mengisi absen di kantor guru sambil ngopi dan sarapan pagi. Sedangkan para murid sudah masuk ke lingkungan sekolah sejak pukul 05.30 pagi. Hebat kan para murid di sekolahku itu? Mereka luar biasa disiplin.  Mereka belajar tidak dibimbing oleh para guru lho, melainkan oleh ketua kelasnya! Keren kan? *Ayo kumpulkan orang tua murid, kita demo sekolahnya!* GLEKH! 😅

Mrs. Headmi-STRESS bukannya mempersilakanku masuk ke dalam rumahnya malah menyuruhku untuk merapikan berkas di sekolah. Otomatis ini akan mengulur waktu keberangkatanku ke kantor dinas pendidikan kabupaten karena aku harus menantikan beliau selesai berdandan. Manakala staf pegawai dinas yang kuhubungi kemarin memintaku untuk datang selambat-lambatnya pukul 2 siang. Sedangkan lagi perjalananku dari sekolah menuju kantor dinas pendidikan memerlukan waktu sekitar 3 hari 3 malam (itupun kalau sanggup jalan kaki 😛 ). Yang membuatku kesal pada hari itu adalah Mrs. Headmi-STRESS malah sengaja mengulur-ulur waktu sehingga membuatku berangkat agak siang. Sempat kulihat olehku Bu Atun menemui Mrs. Headmi-STRESS di ruangannya. Tampaknya mereka terlibat percakapan yang sangat serius. But I don’t know what’s the topic about…  Apakah Mbah Google mengetahuinya?

Yeah, akhirnya seluruh berkasku telah ditandatangani dan dilegalisir oleh Mrs. Headmi-STRESS. Berhubung aku sudah tidak memiliki kendaraan pribadi, aku terpaksa berangkat ke kantor dinas dengan menumpangi speedboat. Pembaca tahu speedboat enggak? Kalau belum tahu, speedboat itu adalah kapal pesiar mewah yang dapat menampung delapan sampai sepuluh orang penumpang dengan kecepatan yang maha dahsyat dan mengalahkan kecepatan kilat saat balapan dengan petir. Sayangnya ketika aku tiba di pelabuhan speedboat, matahari sudah tinggi (heran matahari kok bisa tinggi ya, padahal tidak minum susu *pembaca ikut nyeletuk*), sehingga suasana di pelabuhan pun sudah sangat sepi. Tidak ada satupun calon penumpang yang menampakkan batang hidungnya (untung bukan batang kemaluannya ye…😜). Alhasil kalau sudah begini aku harus pasrah kepada supir speedboat yang suka memasang tarif semaunya. Kata ‘sepakat’ pun terpaksa ditempuh setelah supir speedboat menyebutkan Rp400.000,00 sebagai ongkos perjalananku pulang pergi. Tarif tersebut termasuk mahal bagiku, karena tarif umum sebenarnya hanyalah Rp60.000,00. Berhubung sekarang mencarter, apa boleh buat daripada tidak berangkat sama sekali. Heuh, jadi seperti bos besar saja pakai acara mencarter speedboat segala. Mana uang tabungan sudah menipis sisa ongkos pulang dari Jawa. Sepanjang perjalanan di atas speedboat dalam hati aku tak putus berdoa,”Ya Allah, tolong Baim Ya Allah!” eh salah deng, doaku kira-kira begini : “Ya Allah, semoga semua pengorbanan hamba ini tidak sia-sia. Hamba sudah banyak mengorbankan biaya, waktu, pikiran, dan tenaga untuk masa depan hamba. Kiranya mudahkanlah jalan hamba untuk meraih kesuksesan. Amin.” Setibanya aku di kantor dinas pendidikan kabupaten, aku beruntung tidak bertemu dengan staf yang mengomeliku via telepon kemarin. Langsung saja aku menaruh berkasku di atas meja si pengomel tersebut yang konon kata teman-temannya sedang menikmati makan siang di luar. Segera kuambil langkah seribu sebelum staf itu kembali ke kantor dan mungkin akan menatapku dengan sinis karena keterlambatanku menyerahkan berkas. Lha wong kabar yang kuterima dari Mrs. Headmi-STRESS saja telat, jadi salahkah kalau aku terlambat? 🐣

2 Minggu kemudian…

Whatsapp from Mrs. Moon… (maaf demi keamanan bumi dan jagad raya, nama terpaksa disamarkan) : “Good afternoon Mr. Sugih. How are you?”
Me: “Good aftie Mrs. Moon…  Jus sosro (maksudnya ‘Just so so’), and you?”
Mrs. Moon… : “Very well, ngomong-ngomong kenapa Mr. Sugih mengundurkan diri dari sertifikasi?”
Me (mata melototin layar hp) : “HAAHH?” 😨
Mrs. Moon… : “Lho emangnya enggak ya?” 😓
Me (calm down) : “Ya enggaklah Bu, ngapain saya ngundurin diri dari sertifikasi?” 🐙
Mrs. Moon… : “Ya, saya pikir juga gitchu. But my hubby bilang YES!” 🐳

*Azeeek… aku dapet YES!* 🙌

Me (melototin layar hp lagi) : “Ciyuz Bu? Bukan Mie Bakso kan?” 🐨
Mrs. Moon… : “Uhm, gimana ya… Sebaiknya Bapak hubungi orang dinas pendidikan kabupaten deh!”
Me (penasaran) : “Madam, kasih tahu dong ada apa sebenarnya?” 🐲
Mrs. Moon… : “Just call kantor dinas, OK?”
Me (hopeless) : “Alright, thank you for your information!” 👍
Mrs. Moon… : “Anything for you!” 🐧

Entah mengapa semenjak hari itu aku menjadi gelisah sendiri (pengennya sih ditemenin sama Chelsea Islan). Ingin menghubungi kantor dinas takut kena omel seperti kejadian dua minggu lalu. Akhirnya kuputuskan untuk memancing ikan bersama Mrs. Moon… agar beliau bersedia menceritakan hal yang disembunyikannya dariku.

Me : “Hallo Bu, saya sudah menghubungi kantor dinas tetapi mereka tidak memberikan informasi apapun mengenai berkas sertifikasi saya.”
(sorry Mrs. Moon… I’m lying).
Mrs. Moon… : “Masak sih, Pak? Padahal suami saya bilang dia melihatnya sendiri lho Pak!”
Me : “Melihat apa Bu?”

*Badan langsung merinding jangan-jangan suami Mrs. Moon habis melihat penampakan di rumahnya. Hiii….* 😨

Mrs. Moon… : “Tapi jangan bilang ke orang lain, kalau saya yang ceritain soal ini ke Bapak ya Pak!”
Me : “Of Course!” ✌
Mrs. Moon… : “Suami saya melihat Mrs. Headmi-STRESS membuat surat pengunduran diri Pak Sugih dari tes sertifikasi, dan Mrs. Headmi-STRESS sudah memalsukan tanda tangan Pak Sugih di atas materai pada surat tersebut.”
Me : “impossible! Mrs. Headmi-STRESS justru yang menyuruh saya pulang ke Kalimantan untuk mengikuti tes sertifikasi. Bagaimana mungkin beliau membuat surat pengunduran diri saya dari sertifikasi?”
Mrs. Moon… : “Saya juga bingung, Pak. Padahal hubungan Bapak sama Mrs. Headmi-STRESS baik-baik saja kan?”
Me : “Kami nggak ada masalah kok, Bu. Mrs. Headmi-STRESS malah meminta saya untuk kembali mengajar di sekolah kalau saya lulus tes.”
Mrs. Moon… : “Mungkin ada faktor lain yang menyebabkan Mrs. Headmi-STRESS memalsukan tanda tangan Bapak.”

Ooh… tega sekali Mrs. Headmi-STRESS mempermainkanku. Belum tahu dia kalau aku ini adalah siluman terganteng kesayangan Ratu Hangcinda. Bisa terjadi badai salju di Kumayan kalau dia berani mempermainkanku. Oh merapi dan laut….  Ups…. (Kok ceritanya jadi gene seh? *pembaca mulai sewot*). Maaf… maaf pembaca, penulis terbawa es-mosi 😅. Dia yang memaksaku pulang ke Kalimantan agar aku mengikuti tes sertifikasi, akan tetapi justru dia juga yang menghapus namaku dari calon peserta sertifikasi. Tidak ingatkah dia betapa besarnya pengabdianku kepada sekolah selama ini? Betapa banyak murid di sekolah kami yang berhasil menyabet gelar juara Olimpiade Sains baik tingkat kabupaten maupun provinsi berkat bimbinganku, karena guru-guru lain merasa tidak mampu. Setiap tahun sekolah kami selalu memborong seluruh kejuaraan olimpiade sains di daerah kami hingga tidak ada sekolah lain yang mampu menandingi sekolah kami. Bayangkan sodara-sodara, tahun ini saja semua juara 1-2-3 Olimpiade Matematika dan IPA diborong oleh sekolah kami tanpa ada yang tersisa.  Semua orang mengatakan mengapa sekolah kami selalu menjadi juara karena sekolah memiliki ‘aku’. Guru yang paling dielu-elukan masyarakat sebagai guru terpintar di daerah kami. Guru yang selalu diandalkan oleh pihak sekolah dalam berbagai perlombaan hingga sekolah mendapat anugerah sekolah unggulan. Bahkan sampai aku mengundurkan diri dari sekolah pun, semua pihak sekolah masih terus mendatangiku untuk meminta bantuanku di saat sekolah mengikuti suatu lomba. Apakah tidak ada guru lain di sekolah yang dapat diandalkan selain aku? Mereka selalu menjawab : “TIDAK ADA!”

Setelah mendengar kesaksian Mrs. Moon dan suaminya, aku tidak mendatangi Mrs. Headmi-STRESS sama sekali untuk meminta penjelasan darinya. Orang-orang di sekelilingku mengomporiku agar aku menuntut Mrs. Headmi-STRESS karena telah memalsukan tanda tanganku. Sebentar, mengompori artinya memberi kompor ya? Azeeek… kita masak yuk! Eeh… *salah fokus*. Namun aku pikir, apa gunanya pula menuntutnya sedangkan hal itu tidak dapat mengembalikan keadaan menjadi seperti semula. Meskipun akhirnya aku mendengar langsung kesaksian dari guru-guru lain bahwa apa yang telah diceritakan oleh Mrs. Moon… padaku adalah benar. Ternyata secara terang-terangan Bu Atun telah mendesak Mrs. Headmi-STRESS agar namaku dihapus dari daftar calon peserta sertifikasi dan digantikan oleh Bu Atun karena Bu Atun sangat berkeinginan sekali mendapatkan tunjangan sertifikasi.

“Pak Sugih kan sudah tidak mengajar lagi di sekolah ini. Jadi untuk apa dia didaftarkan sertifikasi? Mending diganti saya aja, Bu! Toh, saya kan guru penggantinya!” 👻 cerita para guru menirukan ucapan Bu Atun saat mendesak Mrs. Headmi-STRESS (untung bukan menirukan suara binatang ya 😛 ).

image

Aku heran pembaca, mengapa di dunia ini banyak sekali orang yang rakus akan harta? Meskipun Bu Atun adalah pendatang namun beliau termasuk orang yang cukup kaya di desa kami. Ayahnya membuka usaha toko kain dan konveksi. Bu Atun sendiri meskipun belum berkeluarga namun memiliki usaha toko kelontong yang sangat besar di desa kami. Beliau bahkan memiliki beberapa unit truk dan beberapa pegawai di tokonya. Lantas belum cukup jugakah dengan gaji honor yang diterimanya dari bendahara sekolah setiap bulan? Sampai harus menggeser namaku dari calon peserta sertifikasi hanya untuk mendapatkan uang tunjangannya.

Mungkin saat ini aku terpuruk karena kebodohanku yang mau saja disuruh kembali ke Kalimantan hanya untuk dipermainkan. Sedangkan angan-angan yang belasan tahun lamanya kuimpikan untuk dapat mengecap pendidikan di luar negeri, lagi harus kuurungkan. Selama beberapa hari aku mengurung diri di dalam kamar berintropeksi diri adakah selama ini aku telah berbuat salah kepada orang lain. Jika ada, mungkin ini adalah teguran dari tuhan untukku. Mama turut sedih melihat keterpurukanku. Mama bahkan merasa sakit hati oleh perbuatan Mrs. Headmi-STRESS sang kepala sekolah yang tidak bertanggung jawab. Di saat yang bersamaan dengan masalah ini, seorang murid kebanggaanku berhasil menembus olimpiade sains nasional. Kepada pihak sekolah muridku ini memohon agar dia mendapat bimbingan ekstra dariku lagi. Dia tidak mau dibimbing oleh guru lain, karena dia merasa hanya akulah satu-satunya guru yang dapat membimbingnya dalam olimpiade. Hanya dengan bimbinganku dia mudah mengerti persoalan matematika yang tidak dipahaminya. Akhirnya pihak sekolah pun menghubungiku dan memintaku untuk membimbingnya. Haruskah aku menolak permintaan pihak sekolah setelah aku dipermainkan oleh sang kepala sekolah? Hatiku berontak mengatakan TIDAK! Enak sekali mereka masih berani memerasku setelah apa yang mereka perbuat terhadapku. Akan tetapi aku tetap membimbing murid kebanggaanku itu. Bukan demi sekolah. Melainkan karena dia adalah jerih payahku. Aku yang telah membinanya selama ini. Semoga kesuksesan muridku ini menjadi tamparan keras bagi Mrs. Headmi-STRESS bahwa akulah yang berdiri di balik kesuksesan muridku itu.

Selang beberapa hari setelah aku selesai membimbing murid kebanggaanku, tersiar kabar dari rekan sesama guru yang kebetulan mengantarkan berkas sertifikasi milik Bu Atun ke kantor dinas pendidikan provinsi (Eh, kirain kantor polisi).

“Wah Pak, Bu Atun menangis sesenggukan sepanjang malam kata bapaknya!” cerita Bu TEB (yang enggan disebutkan nama aslinya).

“Kenapa Bu?” tanyaku sedikit cuek. 😚

“Berkas sertifikasi Bu Atun ditolak mentah-mentah oleh dinas pendidikan provinsi karena beliau mengikuti sertifikasi tidak sesuai dengan jalur yang seharusnya. Bu Atun itu kan sarjana agama, seharusnya beliau mengikuti tes sertifikasi melalui Departemen Agama, bukan Departemen Pendidikan. Beliau bersikeras ingin menggantikan Pak Sugih yang di jalur Departemen Pendidikan karena beliau tidak memenuhi kualifikasi di jalur Departemen Agama,” runut Bu TEB panjang kali lebar tetapi tidak menghasilkan luas.

Dalam hati aku berkata, “Itulah kekuasaan Illahi! Tuhan itu Maha adil. Dia Maha mengetahui mana yang berhak dan mana yang tidak layak!”

Suasana kelas terbuka bimbingan belajarku

image

image

image

Sekarang hari-hariku penuh dengan kegiatan mengajar di Bimbingan Belajar-ku lagi. Rumahku selalu penuh tawa canda murid-murid les yang selalu menjadi kebanggaanku. Walaupun aku belum menikah, namun kehadiran mereka di rumah rasanya membuatku telah menjadi seorang ayah. Di saat kalian mempunyai masalah, jangan sampai kalian mengorbankan buah hati yang kalian sayangi! Itulah hikmah yang kuambil dari permasalahanku. Pesanku kepada pembaca, jika kalian memiliki suatu tujuan hendaklah kalian fokus terhadap tujuan kalian. Jangan mudah terpengaruh oleh hal-hal yang dapat membuat kalian berbelok dari tujuan kalian. Selain mengajar saat ini aku juga cukup sibuk dengan persiapan tes TOEFL-ku. Setiap hari aku belajar Bahasa Inggris online lho. Semoga aku tetap bisa mewujudkan impianku untuk melanjutkan pendidikanku di luar negeri.  Terima kasih buat kalian yang sudah baca. Salam…. Sampai jumpa di tulisanku berikutnya ya. Oh ya, buat kalian yang sedang sakit semoga cepat sembuh, jangan lupa minum obat! (pesanku yang menyuruh kalian minum Baygon, maaf itu cuma bercanda. Jangan masukkan ke dalam hati ya, masukkan ke rekeningku saja! Hehehe… 😉 ) Bye… bye…  👋

My Trip In Java #2

image

Setibanya aku di stasiun Bogor,aku sangat terkejut melihat perubahan yang begitu drastis dalam kurun waktu 7 tahun. Dulu stasiun Bogor dipenuhi oleh pedagang kaki lima yang kumuh, dan bau. Tapi sekarang emperan yang dulu begitu sumpek telah disulap menjadi jalan khusus pejalan kaki yang ditutupi beraneka warna paving seperti di Taman Topi. Tidak ada lagi pedagang kaki lima dan tukang loak yang bertengger menghalangi stasiun. Ah, kalau menyebut tukang loak aku teringat dulu semasa SMP sangat sering membeli buku-buku pelajaran bekas di sana. Harganya relatif murah, biasanya kalau harga buku pelajaran di sekolah dibanderol Rp16.000,00, maka aku mendapatkannya di tukang loak depan stasiun dengan harga Rp3.000,00 saja. Kondisi bukunya pun masih sangat bagus dan dapat kupakai dengan baik. Suasana stasiun sekarang sangat rapi dan bersih mirip dengan suasana dalam bandara. Panorama Gunung Salak yang menjulang tinggi menambah indah suasana stasiun. Di luar stasiun telah dibuat koridor khusus pintu keluar dengan dinding besi berwarna silver berlapis kaca dengan fasilitas areal parkir yang cukup luas bahkan penuh dengan parkiran motor. Hingga  terdapat pula stage stand khusus parkiran motor.  Sayangnya tukang ojek terlalu memadati koridor pintu keluar. Mereka saling berebut memburu calon penumpang. Hey, mengapa sekarang jadi banyak tukang ojek di Bogor? 

Koridor pintu keluar stasiun Bogor tampak dari atas jembatan penyeberangan

image

Melihat wajah orang Bogor yang berkulit putih bersih membuatku jadi minder sendiri. Dulu selama tinggal di Bogor kulitku juga putih seperti mereka. Berhubung aku baru keluar dari hutan pedalaman Kalimantan tentu saja kulitku sangat gelap. Pasalnya suhu udara di Kalimantan kan sangat panas. Lebih panas daripada Bogor yang berudara sangat sejuk. Jadi tidak heran dong, kalau Bogor dipenuhi pendatang dari luar Jawa. Selain karena udaranya yang sejuk juga karena Bogor sangat menjanjikan prospek masa depan yang sangat cerah kepada orang-orang kreatif yang memiliki jiwa usaha. Uniknya banyak sekali pemuda Bogor yang berpenampilan metrosexual seperti aktor-aktor Thailand, Korea, dan Jepang yang sering kulihat di tv. Hmm, jadi sekarang aku sedang berada di Bogor atau di luar negeri sih?

Pengamen di Taman Topi

image

image

Walaupun Bogor telah berkembang mengimbangi Jakarta, dengan banyak dibangunnya jalan layang dan gedung-gedung pencakar langit, ternyata angkot masih merajai jalanan kota Bogor. Begitu melihat angkot-angkot biru dan hijau yang berseliweran mataku langsung berbinar sangat senang (kumat deh sifat katrokku 😀 ). Pembaca mau tahu kenapa aku sangat senang melihat angkot? Alasannya karena di Kalimantan sangat minim sarana angkutan umum. Sebagai contoh di Kota Pontianak misalnya. Dulu saat aku tinggal di Pontianak pada tahun 2010, di sana sangat sulit sekali mendapatkan angkot bila sudah lewat dari pukul 4 sore. Karena pada pukul tersebut para supir angkot telah berhenti beroperasi guna mempersiapkan diri untuk menunaikan ibadah shalat maghrib. Terlebih menurut isu yang sering kudengar dari kawan-kawan orang Pontianak asli, katanya dulu malam hari di Pontianak adalah waktu kekuasaan para gangster. Maka dari itu para supir angkot tidak berani beroperasi pada malam hari. Bila kita ingin keluar malam walaupun selepas maghrib, kita harus menghubungi teman yang memiliki motor dan minta diantar. Jangan heran bila kalian melihat banyak orang yang menenteng helm di sepanjang jalan kota Pontianak, padahal mereka tidak punya motor. Sementara di Kota Pangkalan Bun, jumlah angkot masih sangat sedikit dan hanya sebatas satu jurusan yang mengitari Pasar Indra Kencana dan areal sepanjang Sungai Arut. Selebihnya orang-orang harus bepergian dengan ojek. Paling unik lagi adalah angkot di Kota Palangka Raya, pada malam hari semua angkot di kota yang dijuluki kota ‘CANTIK’ ini akan bebas trayek terlepas dari jalur yang seharusnya. Penumpang bebas merequest tujuan yang hendak dituju kepada supir angkot dengan tarif yang relatif terjangkau. Hanya saja sayangnya peredaran angkot di Palangka Raya jarang ada yang mencapai tengah malam. Jadi, bersyukurlah warga Kota Bogor dikaruniai angkot yang begitu melimpah dengan berbagai jurusan dan selalu tersedia baik siang maupun malam (non stop 24 jam). 😀

Tampaknya pertumbuhan mall di Kota Bogor sangat pesat. Jumlah mall di kota hujan ini tak terhitung bagaikan jamur yang bermunculan di batang kayu setelah hari hujan. Seingatku saat aku kelas 2 SMA, guru geografiku pernah mengatakan bahwa Kota Bogor adalah kota yang sangat sulit berkembang di antara Jakarta, Tangerang, Depok, dan Bekasi. Pasalnya letak geografis Kota Bogor berada pada posisi di kawasan pegunungan yang dapat menghambat laju pertumbuhan industri. Kenyataannya sekarang Bogor telah tumbuh menjadi kota yang sangat padat dan menjadi incaran para investor khususnya dari Jakarta dan Bandung. Semakin banyak perumahan elit di Bogor baik dalam kota maupun kabupaten. Demikian pula dengan halnya hotel dan sarana-prasarana yang dibuat oleh pemerintah. Rumah sakit dan pasar modern saja telah banyak didirikan hingga pelosok kabupaten dengan fasilitas yang sangat memadai dan tata bangunan yang sangat artistik layaknya di kota-kota besar. Sehingga sulit dibedakan mana wilayah kota dan mana wilayah kabupaten Bogor. Jumlah penduduk Bogor pun meningkat sangat drastis, banyak pendatang dari luar yang mencoba mengais rezeki di sini.

Tugu Kujang pada malam hari

image

Ini lho jalan menuju kampung kelahiranku

image

Setelah puas melihat keadaan Kota Bogor, aku segera menuju kampung kelahiranku : Cimanggu Kecil. Betapa terkejutnya aku melihat kantor-kantor dinas pertanian, peternakan, perkebunan, dan kehutanan di sepanjang jalan kampungku ini kini telah disulap menjadi gedung-gedung modern. Nyaris tidak ada lagi kantor-kantor bangunan Belanda yang jendela-jendela dan pintu-pintunya berukuran sangat tinggi melebihi tinggi rata-rata orang Indonesia. Jalanan tampak sangat bersih dan asri karena masih terdapat pepohonan di seputar halaman gedung-gedung kantor dinas pertanian yang kulewati. Sayangnya di tepi jalan raya menuju kampungku sekarang hampir tidak ada lagi tukang becak yang mangkal karena para tukang becak  langgananku dulu sudah banyak yang meninggal dunia. Menikmati suasana kampung dengan menumpangi becak memang sangat menyenangkan. Semoga saja para tukang becak yang sudah meninggal itu kini sedang beristirahat dengan tenang.

Suasana Cimanggu Kecil, lengang dan sepi

image

Sesuai namanya Cimanggu Kecil memang kecil, hanya sebatas 5 RT. Rumah nenekku (bibinya mama) terletak di Gang Melati. Begitu aku memasuki gang menuju rumah nenek, buru-buru kupercepat langkah kakiku agar segera dapat bertemu dengan nenek. Tak kuhiraukan perhatian orang-orang yang menatap aneh kepadaku di sepanjang jalan. Tampaknya mereka sedang berusaha mengingat-ingat apakah mereka mengenaliku atau tidak. Nenek menyambut kedatanganku di pintu depan penuh suka cita. Air mataku nyaris menetes membasahi pipi. Kami berpelukan dan saling mencium kerinduan satu sama lain. Nenek begitu kurus dan kuyu. Mungkin beliau sering teringat kepada mendiang kakek yang meninggal dunia tepat 2 tahun lalu. Saat ini nenek adalah satu-satunya sesepuh mama yang masih tersisa. Aku senantiasa berdoa semoga beliau diberi umur panjang oleh Allah swt agar aku dapat terus dipertemukan dengan beliau meskipun kami terpisah jauh.

Setelah beberapa saat bercengkerama dengan nenek, aku memutuskan untuk melihat-lihat kembali kampung kelahiranku sekaligus bersilaturrahim dengan para tetangga yang sebenarnya masih terbilang keluarga dengan kami. Faktanya satu kampung Cimanggu Kecil adalah keluarga besar kami sendiri. Dari ujung ke ujung setiap RT masih memiliki ikatan keluarga satu sama lain. Ternyata para tetangga yang sempat mengamati kedatanganku tadi sangat kaget melihat perubahanku yang sangat drastis. Mereka nyaris tidak mengenaliku sama sekali karena sekarang tubuhku gemuk dan kulitku gelap (biar gelap tapi tetap manis kok 😉 ). Dulu aku memang sangat ramping dan sulit sekali untuk jadi gemuk sekalipun aku doyan makan. Namun seperti ceritaku pada postingan yang pernah kumuat (baca : Harus Kecelakaan Dulu Supaya Bisa Gemuk), tubuhku berhasil melar naik 25 kg. Yeah, melihat perubahan fisik yang kualami para tetangga dan saudaraku tak bosan-bosannya menjawil pipiku yang gembil. “Ya ampun Ogie… kamu sekarang gemuk sekali! Tambah ca’em aja. Coba dari dulu badan kamu kaya gini!” teriak histeris para ibu-ibu tetangga yang ngefans berat padaku. Hehehe… Ogie adalah panggilan sayang yang diberikan oleh para tetangga padaku sejak aku kecil. Saking gemasnya para tetangga padaku mereka tak henti-hentinya menawarkan makanan gratis padaku. Rambutku pun tak kunjung henti dibelai mereka. Aduuh, kok aku diperlakukan seperti anak kecil sih?

Setelah dua malam menginap di rumah nenek, tak lupa akupun menyambangi keluarga besar kakek (ayah mama) yang tinggal di wilayah Bogor barat (antara Ciaruteun-Leuwiliang). Seperti yang telah kuceritakan pada postingan sebelumnya, keluarga besar kakek adalah keluarga besar tentara dan guru. Karena sebagian besar anggota keluarga laki-laki berprofesi sebagai tentara sementara anggota keluarga perempuan dominan berprofesi sebagai praktisi pendidikan (guru dan kepala sekolah). Walau tidak menutup kemungkinan ada pula sebagian kecil yang berprofesi sebagai camat atau pejabat, artis, pengusaha, dan sekarang malah banyak yang berprofesi sebagai koki di kapal-kapal pesiar. Sayangnya tidak ada seorangpun yang mengetahui di mana keberadaan kakek saat ini. Sudah 15 tahun lamanya beliau menghilang tanpa kabar semenjak beliau memutuskan untuk merantau ke Irian pada tahun 2000. Begitu melihat kedatanganku, keluarga besar di Ciaruteun dan Leuwiliang merengkuhku dan melarang aku kembali ke Kalimantan. “Gih, sekarang kamu mengajar di Bogor saja! Uwakmu sudah lama mendirikan sekolah islam terpadu. Sekolahnya besar tapi masih kekurangan guru. Kamu pasti cocok bekerja di situ. Uwakmu pasti senang kalau kamu mengajar di sekolahnya. Kamu jadi orang Bogor lagi saja ya! Kamu harus dapat jodoh orang Bogor saja supaya kamu tidak pergi ke mana-mana!” bujuk semua keluarga. Jujur, aku memang sangat ingin kembali menjadi orang Bogor. Apalagi setelah melihat perubahan Bogor yang begitu berkembang pesat, aku ingin tinggal lagi di Bogor. Tapi tujuanku datang ke Bogor saat ini adalah untuk meraih beasiswa pasca sarjana ke luar negeri. Aku ingin mencoba peruntunganku kembali seperti saat lulus SMA dulu, apakah aku masih layak untuk mendapatkan beasiswa atau tidak? Selain itu akupun bermaksud untuk mengikuti sejumlah kursus Bahasa Inggris baik conversation class maupun persiapan untuk menghadapi test TOEFL dan IELTS guna melengkapi persyaratan pengajuan beasiswa.

Keluarga di Ciaruteun dan Leuwiliang berebut memintaku untuk menginap di rumah mereka karena mereka sangat rindu berat padaku setelah 7 tahun tak bertemu. Akhirnya aku memutuskan untuk menginap di rumah keluarga yang tinggal di Ciaruteun saja. Saat masih TK aku pernah tinggal di Ciaruteun persis di samping rumah sepupu mama. Aku sengaja memilih bermalam di Ciaruteun tentu untuk bernostalgia menikmati kenangan-kenangan masa kecilku bersama para sepupu jauhku (anak-anak dari sepupu mama). Semasa aku kecil karena orang tuaku belum mempunyai rumah, kami sering berpindah-pindah ngontrak sana ngontrak sini. Hampir seluruh wilayah Bogor pernah kami jamah. Salah satunya adalah Ciaruteun, tempat yang sangat bersejarah dalam kronologi peradaban Kerajaan Tarumanegara yang menjadi cikal-bakal berdirinya Kota Bogor. Aku menghabiskan masa TK di Ciaruteun. Masih kuingat dengan jelas petualangan-petualangan yang sering kulakukan ketika umurku 5 tahun itu. Mandi di sungai bersama anak-anak tetangga yang usianya lebih tua dariku dan menemukan mayat dekat pancuran air terjun, menangkap bancet (anak kodok) di tengah sawah, menghalau burung di sawah tetangga, membakar batang padi setiap panen usai, menggembala kerbau milik anak tetangga, dan memancing ikan di balong (kolam ikan) milik sepupu mama. Wah, benar-benar kenangan masa kecil yang tak terlupakan. Aku pikir aku masih mempunyai waktu yang relatif lama di Bogor, jadi kepada keluarga di Leuwiliang aku berjanji lain kali akan menginap di sana untuk menikmati nostalgia masa kecilku yang lain. Hehe…

Hanya semalam bermalam di Ciaruteun aku bergegas pulang ke Cimanggu Kecil. Nenek akan mengajakku berkunjung ke rumah Bibi Eli, bibi bungsuku (sepupu mama) yang tinggal di Graha Utama-Tangerang. Umurku dengan Bibi Eli terpaut 5 tahun. Kami pernah satu sekolah di SDN Bubulak 2 Kota Bogor. Kala itu aku baru kelas 1 SD sementara Bibi Eli sudah kelas 6 SD. Kami sering berangkat sekolah bersama. Kalau aku lupa membawa uang jajan, Bibi Eli selalu memberikan uang jajannya untukku. Setiap hari Minggu pagi biasanya Bibi Eli mengajakku pergi berenang di Mila Kencana bersama teman-temannya. Bibi yang baik bukan? Bukan main senangnya hatiku ketika nenek mengajakku pergi berkunjung ke rumah Bibi Eli di Tangerang. Terakhir bertemu dengan Bibi Eli adalah 7 tahun lalu dan Bibi Eli baru memiliki satu orang anak. Aku segera bergegas mengemasi pakaianku. Kebetulan hari itu adalah hari Sabtu di mana waktunya weekend bagi semua orang. Aku dan nenek terjebak kemacetan yang sangat panjang di pintu kereta Jl. Bubulak dekat Polsek Bogor Tengah dan SDN Pabrik Gas. Rupanya kereta commuter line setiap hari Sabtu menambah jumlah armadanya. Banyak penduduk Jakarta yang senang menikmati akhir pekan di Bogor. Maka tak heran bila kereta melintas setiap 2 menit sekali. Angkot-angkot pun tak dapat merayap lagi dibuatnya. Para pengendara motor pun saling berebut jalan, manakala jalan di pintu kereta itu merupakan pertigaan jalan raya. Habislah Jalan Bubulak dipenuhi kendaraan yang tak dapat melaju. Anehnya meski bersebelahan dengan kantor polisi, hanya sedikit petugas yang turun ke jalan raya. Justru malah Pak Ogah yang sibuk mengatur lalu lintas. Situasi inipun tak ayal dimanfaatkan oleh para pengamen jalanan yang masih terbilang seumuran Tegar si pengamen cilik. Nenek terlihat jenuh dengan situasi seperti ini, sedangkan aku sangat menikmatinya. Karena suasana seperti ini tidak pernah aku rasakan selama di Kalimantan.

Perjalanan ke Graha Utama-Tangerang memakan waktu 3 jam dari Bogor. Aku dan nenek sengaja turun dari angkot persis di depan kedai Mang Ujang, suami Bibi Eli. Di kedai hanya terdapat para pegawai Mang Ujang  yang sedang melayani para pembeli. Namun kedatanganku dan nenek disambut hangat oleh para pegawai Mang Ujang. Kami pun langsung disuguhi berbagai kuliner andalan kedai Mang Ujang, mulai dari batagor, sate padang, somay, rujak, es campur, dan jus buah. Wah, kedai pamanku ini ternyata ramai sekali. Selang beberapa menit kemudian Bibi Eli dan Mang Ujang beserta anak-anak mereka datang membawa mobil untuk menjemput kami. Aih-aih… adik-adik sepupu jauhku ini lucu-lucu sekali. Alyssa baru kelas 2 SD dan selalu menjadi juara kelas sejak TK. Otaknya terbilang sangat cerdas, beberapa kali aku menguji kemampuannya dalam beberapa pelajaran dan Alyssa selalu bisa menjawabnya dengan benar. Maka tak heran bila di kamarnya terpajang banyak piala kejuaraan yang diraihnya atas prestasinya di sekolah. Sementara adiknya, Azam, usianya baru beberapa bulan. Tetapi begitu kugendong ia tidak menangis. Azam bahkan tertawa-tawa riang saat berada dalam gendonganku. Berkali-kali ia berusaha meraih kacamata yang kupakai. Akan tetapi selalu gagal.

Foto bawah : nenek, aku, & Azam

image

Mumpung berada di Tangerang lagi aku berusaha membujuk Bibi  Eli agar mau mengunjungi Mang Ega, pamanku yang tinggal di Legok. Aku ingin bertemu dengan Fathiya dan Zaky lagi. Akhirnya usahaku membuahkan hasil setelah bibi mengutarakan keinginanku kepada Mang Ujang. Mang Ujang pun bersedia mengantarkan kami ke rumah Mang Ega. Nenek turut serta bersama kami karena nenek belum pernah mengunjungi Mang Ega sejak beliau pindah ke Legok. Asyik, kumpul keluarga lagi deh. Eeh, tapi baru beberapa hari yang lalu aku mengunjungi rumah Mang Ega di Legok, sekarang kok sudah lupa jalannya ya? Gara-gara jalan menuju perumahan pamanku ini terlalu banyak tikungannya, sehingga aku tidak mudah menghafalnya. Padahal waktu berkunjung ke sana beberapa hari lalu beberapa minimarket seperti Alfamart dan Indomart menjadi tempat patokanku. Namun aku baru sadar ternyata  di sana ada banyak sekali Alfamart dan Indomart! Jadi Alfamart dan Indomart mana yang harus jadi patokan jalanku? Segera kami hubungi Mang Ega kalau kami tersesat di jalan. Berkat plang-plang yang terdapat di pinggir jalan, kami berhasil mengidentifikasi lokasi keberadaan kami. Tak berapa lama Mang Ega datang mengendarai motor sambil membonceng Fathiya. Segera kami membukakan pintu mobil agar Fathiya ikut bersama kami. Sementara Mang Ega menjadi pemandu jalan di depan. Untunglah akhirnya kami sampai di rumah Mang Ega, Perumahan Puri Harmoni II. Baru turun dari mobil Bibi Dijah (istri Mang Ega) menyambutku di ambang pintu sambil tertawa, “Baru kemaren pulang dari sini sekarang sudah lupa jalan? Masak dari Kalimantan bisa nyampe ke sini, lha ini masih di Tangerang saja malah lupa jalan?” derainya menyindirku diiringi gelak tawa nenek dan Bibi Eli.

Paman dan adik-adik sepupuku yang masih kecil-kecil

image

Zaky dan Fathiya sangat senang kami bawakan somay dan es campur dari kedai Mang Ujang. Rupanya Bibi Dijah juga sudah menyiapkan makan siang untuk kami semua. Hmm, sop ayam, yummy! Jarang-jarang aku bisa menikmati masakan bibi. Kami sekeluarga benar-benar menikmati kebersamaan kumpul keluarga yang jarang terjadi ini. Sayangnya kunjungan kami hanya berlangsung beberapa jam, kami harus kembali ke rumah Bibi Eli karena besok Alyssa harus menghadapi ujian midsemester di sekolahnya. Bibi Dijah kecewa karena aku malah ikut dengan Bibi Eli. Sebenarnya beliau berharap agar aku menggembleng Zaky dalam pelajaran Matematika. Kebetulan Zaky juga sedang menghadapi ujian midsemester. Sama halnya dengan Bibi Eli, beliau juga ingin aku mengajari Alyssa Bahasa Inggris. Siapa yang harus aku pilih? Nenek malah membujukku untuk ikut bersama Bibi Eli dengan alasan aku bisa langsung berkunjung ke rumah Bibi Yeye (adik mama) yang tinggal di Sumedang, kapanpun aku mau. Karena akses transportasinya lebih mudah didapat dari Graha Utama daripada dari Legok. Akhirnya kuputuskan untuk mengikuti keinginan nenek, dan Bibi Dijah pun tidak kecewa lagi.

Saat malam hari aku tengah mengajari Alyssa Bahasa Inggris, aku dikejutkan oleh kedatangan adik perempuanku. Sudah hampir dua tahun aku tidak bertemu dengan adikku yang kini sibuk menjadi pramugari itu. Alyssa terbengong-bengong melihat aku dan adikku, “Kok nggak pada berantem?” celetuknya dengan mimik yang polos. Aduh Alyssa, kecil-kecil kepo banget sih. Rupanya Alyssa suka membaca percekcokanku dengan adikku di berbagai media sosial. Kelihatannya Alyssa sangat dekat dengan adik perempuanku ini. Buktinya di instagram adikku banyak sekali dipasang foto mereka berdua. Walaupun aku dan adikku sering bertengkar di media sosial tapi kalau sudah bertemu di kehidupan nyata tidak ada yang dapat menghalangi kerinduan kami. Buktinya adikku malah menyuruhku pulang ke rumah Bibi Eli lagi setelah aku menyambangi Bibi Yeye di Sumedang nanti. Ia ingin menitip baju baru untuk mama kalau aku pulang ke Kalimantan. Hmm, adik yang penyayang mama.

Keesokan harinya Mang Ujang dan Bibi Eli mengajak aku, nenek, dan adikku berbelanja ke pasar yang terdapat di Graha Utama setelah Alyssa berangkat sekolah. Hari masih sangat pagi ketika kami memasuki areal parkiran pasar. Baru kali ini aku memasuki pasar tradisional dengan gedung yang modern. Pasar Anyar yang terdapat di Bogor saja kalah bersih oleh pasar ini. Bibi dan nenek sibuk berbelanja membeli sayuran kesukaan adikku, sementara Mang Ujang mengajakku dan adikku untuk membeli kue-kue penganan di salah satu sudut pasar. Wah, senangnya kalau bepergian bersama Mang Ujang. Kami tak hentinya selalu ditraktir makanan oleh beliau. Usai berbelanja sayuran tak lupa Bibi Eli menggiring kami ke butik untuk membeli baju gamis yang akan diberikan adikku kepada mama. Butik itu adalah butik langganan bibi, maka bila bibi yang memilihnya kami akan mendapatkan diskon 30%. Lumayan kan…

Foto bawah : aku, adikku, & nenek (Ups adikku belum mandi, nggak kelihatan kaya pramugari kan? 😀 )

image

Sepulang dari pasar, Mang Ujang membawa kami ke kedai mengambil gado-gado untuk sarapan kami di rumah. Sambil menikmati sarapan tiba-tiba ponselku berdering, panggilan dari mama segera kuangkat dan kuloudspeaker. Aku, adikku, nenek, dan Bibi Eli bergantian mengobrol dengan mama. Senangnya hati mama mendengar kabar kalau adikku baru saja membelikan baju baru untuknya. Hari menjelang siang aku memutuskan untuk segera berangkat ke Sumedang. Aku tidak ingin menunda-nunda waktu karena jadwalku di Pulau Jawa akan sangat padat. Masih ada agenda pertemuan dengan kawan-kawan lama semasa sekolah dulu dan juga kunjungan ke beberapa instansi untuk mencari info seputar beasiswa pasca sarjana. Bibi Eli dan adikku sempat menahan kepergianku, tampaknya mereka masih kangen berat denganku sama seperti keluarga di Leuwiliang. Berkali-kali mereka menyuruh untuk bertahan lebih lama tapi kata hatiku mengatakan kalau aku harus segera menemui bibiku di Sumedang. Tepat pukul 10 aku pamit dan berangkat menuju halte bis. Huft, perjalanan panjang ini akan sangat melelahkan. Tapi aku tetap bersemangat!

#BERSAMBUNG#

My Trip In Java

 
image

Hari ini merupakan hari ke-9 aku berada di Pulau Jawa. Semua keluarga sudah kusambangi mulai dari Tangerang, Bogor, hingga Sumedang. Aku sangat bersyukur semua keluargaku dalam keadaan sehat wal’afiat tidak kekurangan suatu apapun. Aku senang keadaan keluarga besarku jauh lebih maju daripada dulu. Saat aku kecil, keluarga besarku hanyalah keluarga besar yang sangat sederhana tidak terlalu kaya dan juga tidak terlalu miskin, meskipun ada sebagian yang telah memiliki usaha atau wiraswasta. Keluargaku ini adalah keluarga besar mama, yang mana terdiri dari dua keluarga besar yaitu keluarga kakek (ayahnya mama) yang tinggal di Leuwiliang-Bogor Barat dan keluarga mendiang nenek (ibunya mama) yang bermukim di Cimanggu Kecil Kota Bogor Tengah. Keluarga besar kakek adalah keluarga yang didominasi oleh tentara dan guru/kepala sekolah. Semua saudara kakek berprofesi sebagai tentara sama seperti halnya dengan kakek. Sementara semua saudari kakek berprofesi sebagai praktisi pendidikan (guru dan kepala sekolah). Dulu ketika aku masih tinggal di Bogor, setiap lebaran tiba keluarga besar kakek berkumpul di rumah apih dan emih (kakek-neneknya mama) di Leuwiliang. Apih dan emih memiliki buku silsilah keluarga yang konon pernah kubaca dalam buku tersebut tercatat jumlah anggota keluarga kami yang telah mencapai ribuan anggota. Dan pada saat aku berlebaran (kelas 3 SD) di mana rumah apih dan emih menjadi sangat padat oleh para keturunannya, terhitung lebih dari 300 anggota keluarga yang masih hidup pada saat itu (1995). Di antara semua keturunan apih dan emih, mama merupakan cucu tersayang mereka dan sering dielu-elukan karena kepintaran dan kecantikannya. Wajar saja, saat sekolah dasar mama pernah terpilih menjadi bintang pelajar sekabupaten Sukabumi. Waktu itu kakek memang sedang bertugas di sana, sekitar tahun 1970-an. Mama bahkan menjadi lulusan terbaik pada masa itu. Semua nilai ujian negara diraih dengan hasil yang sempurna 10,00. Hebat kan? Dan pada masa remaja mama juga pernah memenangkan kontes kecantikan putri kebaya Jawa Barat. Sayang, keinginan mama menjadi seorang kowad tidak terlaksana karena kakek menentangnya. Kakek memaksa mama masuk SPG (Sekolah Pendidikan Guru) mengingat keluarga besar kami terutama kaum wanita berprofesi sebagai tenaga pengajar.

 

Keluarga besar mendiang nenek adalah keluarga yang biasa-biasa saja. Tidak ada profesi yang menonjol seperti keluarga besar kakek. Oya, nenekku meninggal dunia di Lipat Kain-Riau, pada 1986 saat kakek bertugas dinas tentara di sana. Waktu itu umurku baru menginjak satu tahun, jadi seharusnya aku tidak ingat apa-apa tentang beliau. Hanya saja terkadang alam pikiranku yang rada ‘indigo’ (ceileh… gaya amat ya! 😀 ) sering membawaku pada bayangan-bayangan masa aku bayi. Pembaca bingung kan? Jadi begini pemirsa, waktu aku duduk di sekolah dasar kalau sedang termenung aku sering membayangkan kenanganku semasa bayi dipangku, dimandikan, digendong, dan ditimang-timang oleh nenek. Bahkan aku sangat hafal lagu pengantar tidur yang sering dinyanyikan oleh nenek. Kira-kira seperti ini liriknya :

 

Anakku yang kusayangi

Apa yang kau tangisi?

Mari kita bersama menyanyi

Lagu yang menarik hati…

 

Pernah aku melontarkan kepada mama mengenai apa yang kulamunkan tersebut. Semua yang kulihat dalam lamunan mengenai wajah nenek, suara nenek, hingga warna-warna dan corak pakaian yang dipakai oleh nenek, kuceritakan kepada mama. Mama sangat kaget mendengarkan penuturan ceritaku. Karena ternyata semua itu adalah nyata dan pernah terjadi pada masa aku bayi. Jadi, sebenarnya apa yang sudah aku alami? Apakah itu sebatas De Javu? Atau aku memang terlahir sebagai anak indigo yang bisa melihat masa lalu? Benar-benar aneh tapi nyata.

 
image

Kembali ke topik judul tulisanku di atas, kali ini aku akan melanjutkan ceritaku yang terputus pada tulisanku sebelumnya. Setibanya aku di bandara Soekarno-Hatta Cengkareng sembilan hari yang lalu (2 Maret 2015), aku berpisah dengan Mr. X teman seperjalananku yang baik hati. Dia melanjutkan perjalanannya ke kota kelahirannya, Bandung, sedangkan aku langsung menaiki bis Damri guna melanjutkan perjalananku menuju Tangerang setelah sebelumnya aku sempat beberapa kali dibujuk oleh supir taksi yang ingin mendapatkan penumpang. Mereka bilang, berhubung perjalanan yang kutempuh sangat jauh mereka bersedia mematikan argo dan aku cukup membayar Rp250.000,00 saja. Namun aku enggan mengikuti keinginan para supir taksi itu. Bersyukur aku tidak kena paksa seperti supir taksi yang pernah nyaris membunuhku saat aku pertama kali menginjak Semarang sebelas tahun lalu. Selang beberapa menit setelah aku menaiki bis Damri, aku turun persis di depan Rumah Sakit Harapan Kita (Harkit). Ongkos yang kubayar hanya Rp40.000,00. Relatif mahal untuk ukuran bis Damri. Kemudian setelah turun dari bis, aku bergegas menaiki jembatan penyeberangan dan menaiki bis jurusan Blok M-Poris Plawad AC 34. Kali ini aku mengocek Rp8.000,00 lumayan murah. Setelah mengalami kemacetan yang panjang, aku turun di Islamic Center. Dari sana aku menyambung perjalanan dengan menaiki angkot jurusan Binong. Kepada abang supir yang terlihat masih remaja aku sempat berpesan minta diturunkan di depan McD Lippo. Eh dasar ABG labil, si abang supir malah asyik ugal-ugalan hingga nyaris menyerempet mobil angkot lainnya. Sampai-sampai pesanku sama sekali tak dihiraukan. Manakala aku tidak hapal daerah Tangerang. Emaaaak… aku tersesat! Setelah berhasil menyalip banyak kendaraan yang dilaluinya, si abang supir baru teringat pesan yang kusampaikan saat aku menaiki angkotnya. “Tadi Bapak pesan minta diturunkan di depan McD Lippo kan?” ujarnya dengan mimik tanpa dosa. “Wah maaf Pak, McD Lippo-nya sudah kelewat!” imbuhnya santai. Whatdezzig! Mana sarung tinju? *tanduk keluar dari kepala*

 

Untung aku orang yang sabar. Segera aku meminta berhenti dan turun dari angkot, tak lupa aku membayar Rp3.000,00 sebagai ongkos. Buru-buru aku menyeberang jalan dan menaiki angkot yang berlawanan arah dengan angkot tadi. Untung saja angkot berikutnya lebih santai mengemudikan mobilnya, akupun tiba di depan McD Lippo dengan selamat. Begitu aku turun dari angkot, aku sangat kaget dan takut untuk menyeberang. Kendaraan yang berlalu-lalang jumlahnya terbilang sangat banyak dan aku sudah lama tidak terbiasa dengan hiruk-pikuk suasana kota di mana kendaraan saling berebut jalan. Berbeda dengan para pengemudi kendaraan di Kalimantan Tengah, mereka sangat santun di jalan raya. Para pengemudi kendaraan di Kalimantan Tengah terbiasa menghormati para pejalan kaki yang akan menyeberang jalan. Biasanya para pengemudi itu akan berhenti sejenak dan mempersilakan para pejalan kaki untuk lewat atau melintas. Sangat sopan bukan? Tanpa kusadari ketakutanku akan keramaian lalu lintas kota Tangerang sempat diperhatikan oleh pamanku yang telah menjemputku di seberang jalan. Diam-diam pamanku menertawakan tingkah lakuku yang menurutnya sangat lucu.

 
image

image

Pamanku ini adalah adik mama nomor 5. Mama memiliki 6 orang adik, akan tetapi adik mama yang bungsu meninggal dunia pada tahun 2000 tepat saat aku masih kelas 2 SMP. Beliau meninggal pada usia remaja 17 tahun karena penyakit malaria yang dibawanya ketika pulang dari Kalimantan. Jadi paman yang sedang kukunjungi di Tangerang ini sekarang menjadi paman bungsuku. Beliau memiliki 2 orang anak, satu laki-laki dan satu perempuan. Adik-adik sepupuku ini masih duduk di sekolah dasar. Zaky adalah adik sepupuku yang laki-laki, sejak usia satu tahun dia sudah menguasai komputer. Baik software maupun hardware. What, satu tahun sudah menguasai komputer? Pembaca tidak percaya kan? Dikasih makan apa ya bisa jenius begitu? Pamanku memang seorang perakit komputer di rumahnya sebagai pekerjaan sampingan. Jadi tidak heran kalau sekarang Zaky sudah kelas 5 SD sangat handal mengotak-atik komputer. Memang beda ya perkembangan anak zaman dulu dengan anak zaman sekarang. Begitu pula halnya dengan Fathiya, adik Zaky yang masih kelas 1 SD. Fathiya sangat senang bermain game on line sejak usia balita. Istri paman sangat resah kalau kedua adik sepupuku ini tidak ingat waktu untuk belajar, makan, dan shalat bila mereka terlalu asyik bermain game on line. Terlebih di rumah pamanku ini berlangganan wifi bulanan. Aku sendiri juga keasyikan berselancar internet via wifi di rumah paman. Sebagai seorang kakak sepupu yang berjiwa pendidik, aku berkewajiban membimbing Zaky dan Fathiya dalam belajar. Syukurlah selama aku menginap di rumah paman, Zaky dan Fathiya sangat menurut kepadaku. Mereka tidak pernah membantah perkataanku. Aku sangat sayang kepada dua adik sepupuku ini. Sayangnya aku tidak bisa bertahan lebih lama di Tangerang. Sebab aku harus menyambangi keluargaku yang lain di Bogor dan Sumedang, mengingat banyaknya keluargaku di Pulau Jawa. Aku hanya menghabiskan waktu 3 hari 2 malam di rumah paman. Tepat pada hari ketiga aku berada di Tangerang, aku pamit kepada paman untuk berkunjung ke rumah umi (adik mendiang nenek) yang tinggal di Bogor. Meskipun umi adalah adik mendiang nenek, beliau tetap adalah nenekku juga. Hubungan kami sangat akrab, terlebih aku dilahirkan di rumah umi. Dan ketika aku dikhitan, umilah satu-satunya orang yang menenangkan perasaanku agar aku tidak takut kepada mantri khitan. Umi bahkan setia menemaniku di ruang khitan selama prosesi khitanan berlangsung. I love you umi… ❤

 

Dari Tangerang menuju Bogor perjalananku ditempuh dengan menaiki bis jurusan Kampung Rambutan dengan tarif ongkos Rp16.000,00 tetapi aku turun di Stasiun Cawang karena aku rindu dengan kereta listrik. What a surprise! Begitu aku turun dari bis, mataku terbelalak tak percaya. Suasana stasiun sudah tidak seperti dulu lagi. Tidak ada lagi pedagang kaki lima yang biasa mangkal dan menjual barang-barang murah seperti dompet, ikat pinggang, VCD bajakan, gelang manik-manik, kacamata, dan lain sebagainya. Tampaknya Ignatius Jonan semasa menjabat kepala PT. KAI berhasil menyapu bersih para pedagang illegal tersebut. Yah, padahal aku kepengen banget membeli souvenir dari para pedagang itu. Tapi mengingat hal ini untuk keteraturan masyarakat, dalam hati aku mengacungi jempol kinerja bapak mantan kepala KAI yang kini menjabat sebagai menteri perhubungan itu. Dua jempol untuk Bapak Menteri! Mataku semakin terbelalak lebar setelah membeli tiket yang murahnya minta ampun. KRL yang dulu kukenal sekarang telah berganti nama menjadi commuter line alias CL. Tiketnya sudah tidak berupa lembaran karcis macam obat nyamuk elektrik seperti zaman dulu. Adapun tiket CL zaman sekarang berupa sebuah kartu yang menyerupai kartu ATM dan berlaku untuk 5 stasiun dalam sehari tanpa keluar dari zona stasiun. Kartu ini juga dipakai untuk keluar masuk besi pembatas dari dan menuju stasiun bagian dalam. Hanya dengan Rp8.500,00 kita dapat menaiki CL jurusan Jakarta-Bogor. Harga tersebut sudah termasuk biaya jaminan kartu apabila kita menghilangkannya dalam perjalanan atau terbawa pulang. Jadi apabila kita telah sampai di stasiun tujuan, alangkah lebih baik bila kita menukarnya kembali dengan uang jaminan kita Rp5.000,00 di loket pembelian tiket. Berarti ongkos kereta dari Jakarta ke Bogor hanya Rp3.500,00 dong? Wow, murah sekali bukan! Naik kereta lagi ah… 😀

 
image

Kereta jurusan Bogor selalu tersedia setiap 5 menit sekali. Aku terpana melihat gerbong CL yang begitu rapi dan bersih. Apalagi sekarang sudah tidak ada pengamen, pedagang asongan, dan pengemis lagi. Suasananya benar-benar membuatku nyaman. Semua penumpang dapat duduk dengan tenang. Beberapa orang security berjalan hilir-mudik mengawasi setiap gerbong. Aku semakin terpukau dibuatnya. Uniknya lagi gerbong paling depan merupakan gerbong khusus kaum perempuan. Tapi kira-kira mengapa khusus untuk perempuan ya? Memangnya di dalam gerbong itu ada apaan sih? Apa ada arisan khusus ibu-ibu? Atau ada ibu-ibu yang sedang menyusui anaknya? Atau kamar bersalin mungkin? Akh, aneh-aneh saja ya sodara-sodara? Coba ada gerbong khusus laki-laki juga! Mungkin isi gerbongnya adalah sekumpulan bapak-bapak yang sedang main gapleh, main catur, nonton sepak bola, adu tinju, dan mancing ikan. Hehe… ngarep.com

 

Pemandangan demi pemandangan berlalu di hadapanku melalui kaca jendela. Perasaanku berdebar-debar tidak menentu. Tinggal beberapa menit lagi aku akan segera tiba di kota kelahiranku. Kota yang dijuluki sebagai kota hujan, kota patung sapi (Baqor), kota Buitenzorg (Holland van Java), dan juga Tanah Pajajaran. Aku begitu rindu kepada umi dan kotaku tercinta. Rasanya sudah tidak sabar lagi untuk segera turun dari kereta. Akhirnya kereta pun berhenti setelah 30 menit perjalanan. Langkah-langkah kakiku sudah tidak tahan untuk segera menginjak tanah Bogor. Sayang cerita ini harus kusambung lagi pada postinganku berikutnya. Sampai jumpa pembaca semua…