Melanjutkan Mimpi


Buku pelajaran Bahasa Jepang semasa SMA

Malam ini aku tak bisa tidur karena memikirkan teteh Syahrini yang cantiknya cetar membahana. Tugas mengisi nilai rapor belum selesai. Akh, K13 (Kurikulum 2013, red) ini amat-sangat menyusahkanku. Bagaimana tidak, rapor ini super detail dalam setiap deskripsi mata pelajarannya. Termasuk semua karakter dan kepribadian siswa harus dijabarkan secara terperinci dan mendalam. Bila kita yang pernah mengenyam kurikulum 1994 hanya bisa melihat nilai finalnya saja, maka dalam rapor K13 setiap mata pelajaran dimuat beserta rincian nilai yang pernah diperoleh siswa selama satu semester. Mulai dari nilai pe-er, nilai tugas porto folio, nilai presentasi, nilai praktik menulis, nilai praktik berbicara, nilai praktik membaca, nilai bla-bla-bla dan seterusnya. DETAIL!
Suasana kegelapan gegara mati listrik turut menyelimutiku diiringi kapasitas batrai si lepi yang tinggal beberapa puluh menit lagi. Lelah dengan pekerjaan yang kulakukan, aku pun memutuskan untuk melanjutkannya besok pagi begitu arus listrik kembali mengalir. Sejenak aku termenung mengingat kalau beberapa waktu yang lalu aku telah berhasil mewujudkan mimpi-mimpiku. Aku begitu bahagia. Dan, aku tergerak untuk menggoreskan sedikit cerita di balik keberhasilanku itu.
Kalau bukan berkat dorongan Mbak Feli yang selalu sabar menyemangatiku. Juga Mas Adi Wibowo yang selalu memanasiku bahwa dirinya sudah tiba di Jepang lebih dulu. Mungkin aku takkan pernah sampai mengunjungi negeri matahari terbit itu. Ya, seperti yang sering kuceritakan pada postingan terdahulu, aku memang sangat menggilai negara asal kartun Naruto. Mm, bukan berarti aku sangat menyukai Naruto ya. Jauh sebelum itu aku sudah begitu mencintai Jepang layaknya suami yang mencintai istri (ehem). Meskipun pada kunjungan kemarin aku tak berhasil menemui Honami Suzuki, aku akan tetap mencintainya.
Dulu, mimpiku adalah berkuliah di Tokyo Daigaku (Tokyo University) dan mengikuti perkumpulan-perkumpulan mahasiswa seperti yang sering kulihat di dorama-dorama Jepang. Aku mengikuti klub menggambar, klub musik atau klub akting seperti dalam cerita-cerita komik manga. Kemudian aku menikah dengan gadis Jepang yang wajahnya mirip dengan Honami Suzuki atau Aihara Kotoko (tokoh dorama Itazura na Kiss). Kenyataannya, manusia memang hanya bisa berencana. Keputusan tetap di tangan Tuhan. Entah mengapa semua mimpiku itu harus kukubur dalam-dalam sekian belas tahun yang lalu. Jalan hidupku tidak digariskan seperti apa yang kuangan-angankan. Tetapi aku yakin, suatu saat akan tetap ada jalan menuju ke sana. Sekarang, jawabannya telah kutemukan.
Setiap kali membaca manga, aku berpikir kalau orang Jepang memiliki kepribadian yang unik. Di balik watak mereka yang introverted, mereka sangat ekspresif dalam gambar. Goresan-goresan yang mereka tuangkan ke atas kertas memacuku untuk turut berkarya. Cerita yang mereka kisahkan tidak jauh berbeda dengan keseharianku selama ini. Sejak kecil aku sedikit introverted dan tidak begitu supel. Aku cenderung penyendiri dan sering mengurung diri di dalam kamar. Duniaku hanya buku dan televisi. Sampai akhirnya waktu SD aku mengikuti suatu perkumpulan yang anggotanya hanya terdiri dari lima orang. Aku menyebutnya Genk SEDAN (Sugih, Erfan, Dadan, Amar, dan Nico). Andai aku tidak masuk sekolah, apa jadinya nama genk kami? Kami berlima adalah para lelaki yang selalu memperebutkan peringkat kedua di sekolah. Karena bagi kami mendapatkan peringkat pertama adalah hil yang mustahal. FYI, peringkat pertama selalu diduduki oleh anak guru kami-yang berwajah cantik jelita. Kami tak pernah berpikir kalau ‘sang juara’ bisa menempati posisinya karena adanya unsur KKN (Kura-Kura Ninja), sehubungan ibunya adalah seorang guru di sekolah kami. Semua mengakui kalau dia memang sangat intelek dan tak satu pun di antara kami yang berhasil menggeser posisinya hingga kami semua lulus SD. Genk kami pun akhirnya bubar. Kami telah memilih SMP favorit masing-masing.
Memasuki SMP, aku kembali menjadi penyendiri yang hanya gemar menghabiskan waktuku untuk membaca buku. Duniaku hanya sekolah, perpustakaan kota, toko buku, dan tentu saja kamarku. Setiap akhir pekan aku selalu mengunjungi toko buku untuk membeli komik-komik terbaru. Semua serial Detective Conan memenuhi meja belajarku. Usai membaca komik, aku selalu menggurat pensil di atas kertas mengikuti lekuk wajah setiap karakter dalam komik. Aku tahu, aku sangat kesepian. Karena itulah aku berpikir sepertinya kepribadianku tidak jauh berbeda dengan kepribadian orang Jepang. Aku tidak mudah bergaul jika tidak ada yang mengajakku lebih dulu. Aku malu setiap kali harus berbicara di depan banyak orang. Sampai akhirnya, aku berusaha mengubah kepribadianku begitu aku memasuki duniaku yang baru: masa SMA.


Tumpukan komik Detective Conan yang masih kusimpan hingga sekarang

Komik manga yang pernah kubuat ketika SMP bergenre  romance-mistery terinspirasi dari Salad Days karya Shinobu Inokuma 
Saat SMA, aku mendirikan sebuah organisasi English Club bersama sekelompok kakak kelas yang memiliki idealisme yang sama denganku. Kami menamai organisasi kami, LIMIT (Lima English Society). Lima merupakan nama sekolah kami, SMA Negeri 5 Bogor. Kami berkeinginan agar anggota perkumpulan kami berhasil mendapat beasiswa pertukaran pelajar ke luar negeri. Tak diduga klub bahasa Inggris yang kami bentuk selalu menjadi ‘the most wanted organization’ di sekolah setiap tahunnya. Lebih dari seratus orang mendaftarkan diri setiap tahun ajaran baru dimulai.
Di luar kegiatan LIMIT, aku terdaftar sebagai anggota ‘Siswa Peduli Buku’. Tugasku adalah membantu pustakawan di perpustakaan sekolah setiap hari. Mulai dari mendata anggota perpustakaan yang aktif berkunjung, hingga menata letak buku yang telah dibaca oleh para pengunjung. Hari-hariku mulai dipenuhi warna yang indah. Lucunya sejak memasuki SMA, hidupku berubah drastis. Aku tumbuh menjadi remaja gaul dan melepas image kuper (kurang pergaulan, red) yang melekat dalam diriku semasa SMP. Aku menjadi sangat sibuk dengan berbagai organisasi yang kuikuti. Tak hanya di sekolah, aku juga aktif menjadi pengurus Bogor English Club yang dinaungi oleh RRI Bogor. Ibuku tak pernah menyangka kalau aku memiliki banyak teman dari berbagai rentang usia. Teman-temanku di Bogor English Club, bukan hanya para mahasiswa IPB tetapi juga banyak orang dewasa yang sudah bekerja mapan sebagai manager bank, dosen IPB, penyiar RRI, dokter hewan, dan lain sebagainya. Pernah suatu kali karena keaktifanku di Bogor English Club, Ibu Sjahandari selaku donatur tetap yang kebetulan berprofesi sebagai manager bank terkemuka di Indonesia, memberiku beasiswa sejumlah uang tunai yang akhirnya kubayar SPP sekolah satu semester.
Tawaran untuk membentuk perkumpulan lain juga datang kepadaku. Melihat potensi bahasa Jepang dalam diriku, guru Bahasa Jepang mengajakku untuk mendirikan perkumpulan yang kami namakan ‘Gofun Dake’, artinya ‘Hanya Lima Menit’. Jadi, dalam perkumpulan tersebut kami semua berkumpul untuk bercerita dalam bahasa Jepang di mana masing-masing anggota hanya diberi durasi lima menit setiap menyampaikan cerita. Tidak seperti LIMIT, Gofun Dake memiliki anggota terbatas. Guru kami hanya memilih anak-anak yang pernah tinggal lama di Jepang (terkecuali saya). Anggota Gofun Dake terdiri dari aku, seorang kakak kelas yang bernama Aryo dan adiknya yang bernama Satria, adik-adik kelasku Hana-chan, Putu-kun, Tina-chan, dan Rangga-kun. Kadang kegiatan kami lumayan iseng. Kami semua gemar menggambar manga. Aku dan Puan (Putu-kun) sering menggambar tokoh kartun Crayon Shinchan, Aryo-kun suka sekali menggambar Gundam, Satria-kun suka Doraemon, Rangga-kun suka Samurai X, Tina-chan suka sekali serial cantik Salad Days, dan Hana-chan sangat gemar Cardcaptor Sakura. Wah, kalau sudah menggambar kami semua akan heboh saling mengomentari dan tertawa lepas bersama karena gambar kami lucu-lucu.
Setiap kali sekolah diliburkan di luar tanggal merah, klub Gofun Dake sering melakukan kunjungan ke kedutaan besar Jepang untuk mencari informasi beasiswa. Kadang juga kami pergi mengunjungi pusat kebudayaan Jepang (The Japan Foundation) hanya untuk menonton film Jepang dan membaca buku-buku bertulisan Kanji. Biasanya kami pergi bersama dengan menaiki kereta. Selain ongkosnya jauh lebih murah, juga dapat menghemat waktu karena tidak macet dan sangat cepat. Kelakuan kami tidak jauh berbeda dengan kebiasaan orang Jepang yang sangat suka jalan kaki. Jadi, setibanya di Jakarta kami semua berjalan kaki mencapai tempat tujuan. Meskipun jauh, kami sama sekali tidak pernah merasa lelah. Kami semua sangat gembira karena melakukannya bersama-sama. Kegiatan lainnya bersama perkumpulan Gofun Dake adalah mengikuti lomba pidato Bahasa Jepang dan menulis kaligrafi Kanji. Aku benar-benar bangga perkumpulan kami selalu menyabet juara dalam setiap event yang kami ikuti. Aryo-kun, Satrio-kun, dan Puan-kun secara bergiliran menyabet juara pertama lomba pidato hingga ke tingkat nasional di Bandung dan Jakarta. Sementara aku sendiri pernah menyabet juara ketiga dalam lomba menulis Kanji dan Cerdas Cermat Bahasa Jepang tingkat Nasional di SMA Negeri 46 Jakarta.
Rasanya aku senang sekali. Dengan berorganisasi aku telah mengubah kepribadianku dari yang semula introverted menjadi ekstroverted. Sepertinya hidupku mengalir seperti cerita dalam komik. Sayangnya aku tidak berhasil membangun chemistry yang baik dengan semua anggota Gofun Dake. Begitu kami lulus sekolah, perkumpulan kami bubar dengan sendirinya. Tak ada lagi penerus-penerus kami yang melanjutkan perjuangan untuk dapat meraih beasiswa ke Jepang. Atau paling tidak, menjuarai kejuaraan yang pernah kami ikuti sebelumnya. Setelah kami lulus, semua anggota Gofun Dake berhasil menggapai mimpi mereka untuk melanjutkan studi di Tokyo Daigaku. Hanya aku yang belum masuk ke sana. Tetapi seperti yang telah kuceritakan sebelumnya, aku percaya mimpi untuk ke Jepang itu pasti dapat kuraih meskipun tidak berkuliah di sana.
Sejak mimpiku terkubur sekian belas tahun silam, aku tak pernah lagi menggambar. Aku telah keluar dari dunia komik yang selama ini menjadi duniaku. Cita-citaku untuk menjadi seorang mangaka (manga maker) telah kukubur sejak saat itu. Akan tetapi sekarang, setelah aku berhasil mewujudkan mimpiku ini aku mulai bergerak kembali menggores pensil di atas kertas. Mimpiku akan kulanjutkan.
NB: Liputan jalan-jalan di Jepang akan kurapel setelah perjalanan backpacking ke KorSel usai. Jangan lewatkan ya^^

Kembali menggambar manga, belum discan untuk diedit di photoshop^^


Wuah, jueleknya muintah ampwun lebih parah dari gambar anak TK. Bwahahaha…

Kelas Internasional Net.

Para pemeran :

Carlos Camelo sebagai Carlos De Vega dari Kolombia

image

Abbas Aminu sebagai Abas dari Nigeria

image

Suzuki sebagai Kotaro dari Jepang
Wiwiek Michiko sebagai Ling Ling dari China

image

Lee Jeong Hoon sebagai Lee Joung Yu dari Korea Selatan
Loyd Christina sebagai Angelina dari Brazil

image

Tyson Lynch sebagai Tyson dari Australia
Palak Bhansali sebagai Mrs. Palak dari India

image

Tarra Budiman sebagai Pak Budi (guru)
Maya Wulan sebagai Ibu Rika (kepala sekolah)

image

Udah pada tau kan komedi satu ini? Yup, acara yang ditayangin sama Net. ini lagi jadi tontonan favorit gue di akhir pekan. Gila, ceritanya ngocol abiez! Gue sampe ngakak guling-guling nonton berulang-ulang setelah gue download videonya dari YouTube. Walaupun ide cerita aslinya dapet nyontek dari komedi Inggris lawas tahun 1970-an yang berjudul Mind Your Language! Tapi gue tetep nikmatin cerita komedi ini. Soalnya versinya sedikit beda sama versi Inggris yang gue sebutin barusan. Tentunya “Kelas Internasional” mengusung budaya Indonesia sebagai pembeda dari versi aslinya. Dan gue juga pernah nonton komedi sejenis ini versi Jepang-nya pas zaman gue masih SMA, tapi gue lupa judul komedinya. Yang jelas semua versi  ceritanya berhasil bikin ngocok perut! 😀

Bahasa melambangkan bangsa! Mungkin itu tema yang mau disampaikan oleh Net. ke penonton supaya bangsa Indonesia bisa mengenal lebih dekat sama bangsa-bangsa yang sering banget berinteraksi sama Indonesia. Bangsa yang berbudaya luhur adalah bangsa yang menjunjung tinggi bahasa di negaranya! Sayangnya masih banyak orang Indonesia yang kurang mencintai bahasa negaranya sendiri. Kosakata Bahasa Indonesia sering diubah menjadi bentuk yang aneh-aneh dalam tatanan pergaulan. Sehingga mengakibatkan Bahasa Indonesia asli menjadi terlupakan dan mungkin hanya tinggal namanya saja yang terdaftar di dalam kamus pada masa yang akan datang. Lucunya meskipun banyak orang Indonesia yang menguasai bahasa asing seperti Bahasa Inggris, Arab, Mandarin, Jerman, Korea, dan Jepang, akan tetapi enggak sedikit juga orang Indonesia yang ‘tidak’ ataupun ‘kurang’ mengenal bangsa-bangsa lain. Sebagai contoh misalnya banyak orang Indonesia yang nggak bisa ngebedain mana orang China, Jepang, atau Korea lantaran ketiga bangsa tersebut memiliki ciri fisik yang nyaris sama yaitu berkulit kuning cerah, dan bermata sipit. Padahal kalo diperhatikan lebih seksama tingkat kesipitan ketiga bangsa itu sedikit berbeda. Orang Korea misalnya, walaupun sipit tapi kelopak mata mereka agak kelipat ke dalam mirip mata yang lagi ngantuk. Sementara kesipitan mata orang China nyaris menyerupai garis yang meruncing tajam. Kalo orang Jepang menurut gue sih transisi di antara keduanya. Selain fisik orang Indonesia juga sering ketuker soal budaya ketiga bangsa tersebut. Misalnya kimono dikira pakaian tradisional orang China, padahal itu pakaiannya orang Jepang. Gitu juga sama huruf China (Han zi), malah disebut Kanji. Emang sih huruf Kanji aslinya dari China. Tapi kan Jepang udah  memodifikasinya sedemikian rupa sehingga kaidah penggunaannya antara Han zi sama Kanji sedikit berbeda. Kimchi makanan khas orang Korea disangka asalnya dari China. Kadang orang Indonesia juga nggak bisa ngebedain mana orang Arab sama orang India. Dua-duanya sama-sama punya hidung mancung,  berkulit putih kaya bule, dan bermata coklat. Pada nggak nyadar kali ya, padahal orang Indonesia juga kan matanya coklat (bukan item lho ya!), coklatnya coklat tua, makanya gelap banget. Coba deh perhatiin di kaca kalo nggak percaya! Ada yang tau gak perbedaan orang Arab sama orang India? Kalo menurut gue sih, semancung-mancungnya orang India, kebanyakan cowok India mancungnya rada bengkok!

Banyak sekali ambiguitas interjeksi bahasa lintas negara. Seringkali kita menemukan sebuah kata dari suatu bahasa tetapi lucunya kata tersebut mempunyai makna yang berbeda dalam bahasa lain. Sebagai contoh, ayo monggo, silakan baca postingan-postingan jadul gue berikut ini :

Kesalahpahaman Gadis Indonesia dengan Pria Filipina

Kesalahpahaman Orang Jepang dengan Orang Jawa

Kesalahpahaman Orang Jawa dengan Orang Jepang

Kesalahpahaman Orang Jawa dengan Orang Sunda

Kesalahpahaman Anak Jepang dengan Anak Arab

Bangsa Indonesia udah gak perlu diragukan lagi kemajemukannya. Dengan adanya keaneka-ragaman yang ada, bangsa Indonesia sudah semestinya bisa bersikap terbuka terhadap kemajemukan bangsa-bangsa lain di dunia. Pernah gak kalian ngalamin salah paham sama orang yang beda suku atau bangsa? Pengalaman gue mengajar di sekolah internasional menambah khazanah pengetahuan gue soal perbedaan antarbangsa. Baik kosakata bahasa maupun adat kebiasaan masing-masing bangsa. Banyak kejadian lucu yang pernah gue alamin sama murid-murid dan temen-temen kerja gue yang beda bangsa. Salah satunya adalah pas gue menghadiri jamuan makan malam di rumah temen gue, orang Thailand. Waktu itu ceritanya gue dijamu kue-kue khas Thailand buatan dia. Lantaran rasa kuenya enak, terang aja gue muji dia dong! “Hey, kue buatanmu enak sekali! Maaf ya, kalau aku ketagihan sama kuenya!” Gak tahu kenapa setelah gue ngomong gitu semua orang di rumah temen gue itu mendadak pada diem merhatiin gue. Sontak gue jadi grogi diliatin banyak orang. Apa gue salah ngomong? Atau omongan gue terlalu berlebihan? Kayanya kelakuan gue malu-maluin kali ya? Akhirnya temen gue itu bisik-bisik di telinga gue, “Maaf ya bilang ‘kue’-nya pelan-pelan saja, soalnya dalam Bahasa Thai ‘kue’ itu artinya ‘alat kelamin laki-laki’!” Sumpah gue langsung keselek pas gue ngedenger bisikan temen gue itu. Buru-buru gue minum segelas air dan gue langsung diem, speechless. Gak tau mesti ngapain.

image

Menurut gue sebenarnya jumlah murid di komedi “Kelas Internasional” terbilang masih kurang. Kenapa di kelas tersebut gak ada orang Arab dan Eropa? Seenggaknya ada satu bangsa perwakilan dari Eropa. Lebih tepatnya mungkin orang Belanda. Secara negara kita punya ikatan sejarah yang panjang sama negara kincir angin itu. Bakal lebih banyak kekonyolan semakin banyak bangsa yang dilibatkan.

Well, kalo pembaca kurang paham alur cerita komedi ini, nih gue review sedikit deh episode perdananya :

image

image

Pak Budi (Tarra Budiman) adalah guru Bahasa Indonesia baru di lembaga kursus yang dipimpin oleh Bu Rika (Maya Wulan). Ceritanya Bu Rika adalah sosok kepala sekolah yang tegas, agak jutek, doyan makan cemilan, dan penyuka lelaki bertubuh indah. Pertama kali Pak Budi masuk untuk mengajar, Bu Rika menakut-nakutinya kalau sebelumnya sudah ada 2 orang guru depresi dan satu orang guru menjadi gila gara-gara menghadapi kelakuan para murid di ruang 3 alias kelas internasional. Disebut kelas internasional karena para penghuninya berasal dari pelbagai negara. Sebut saja antara lain :

image

1. Ling Ling, wanita karir asal Republic of China ini bekerja di International Bank of China. Suka berjualan di kelas, agak pelit, dan sering perhitungan dengan teman. Lidahnya pedal (cadel) tidak bisa mengucapkan huruf ‘r’. Ling Ling menyukai Carlos, pemuda mapan asal Kolombia yang hadir sebagai murid baru di kelas bersamaan dengan hari pertama Pak Budi mengajar.

image

2. Lee Jeong Yu, cowok cute asal Korea Selatan yang narsis, suka selfie, suka ngedance, dan bekerja di perusahaan elektronik. Diceritakan pada episode ke-5 Lee jatuh cinta sama Makoto adiknya Kotaro.

image

image

3. Kotaro Suzuki, pria Jepang ahli pijat shiatsu ini gak bisa nyebut huruf ‘l’ karena Bahasa Jepang emang gak kenal konsonan ‘l’ (kebalikan Ling Ling dong!). Pada waktu perkenalan, Kotaro kebelet pengen pipis dan nanya letak toilet sama Pak Budi. Pas Pak Budi ngejelasin arah kiri, Kotaro ngedengernya ‘harakiri’ yang berarti bunuh diri dalam Bahasa Jepang. Jelas Kotaro langsung emosi lantaran ngira disuruh bunuh diri sama Pak Budi. Di lain episode diceritakan Kotaro nggak suka adiknya, Makoto, berhubungan dekat dengan Lee. Terang aja Kotaro sama Lee gak bakalan akur.

image

image

4. Mrs. Palak, ibu rumah tangga asal India ini kerjaannya nyulam dan ngejahit celana anaknya terus selama di kelas. Dia kurang bergaul sama teman-temannya, gak bisa ngomong Bahasa Indonesia, dan suka memelihara ular. Waktu Pak Budi menyuruhnya buat memperkenalkan diri, Mrs. Palak gak ngerti. Dia malah nulis nama Pak Budi sama Abas di papan tulis pake huruf Dewanagari. Padahal maksud Pak Budi ngasih spidol ke dia buat nulis namanya sendiri.

5. Tyson, siapa gak kenal suami Melanie Ricardo ini? Ceritanya Tyson berkebangsaan Australia dan pekerjaannya aktor ‘cameo’ di film-film made in Indonesia. Tyson seringkali berantem dengan Carlos. Keduanya juga bersaing memperebutkan perhatian Angelina.

image

6. Abas, mahasiswa asal Nigeria. Sifatnya easy-going tapi slengean. Cepet ngerti Bahasa Indonesia tapi sering miskomunikasi dengan orang di sekitarnya.

image

image

Murid-murid yang sering bertingkah konyol sering bikin Pak Budi kewalahan. Umur dah pada tua juga tapi kelakuan kaya anak-anak. Gak jarang akhirnya Pak Budi dipanggil ke ruangan kepsek gara-gara dianggap nggak bisa ngatasin murid-muridnya di kelas. Suatu hari Bu Rika kedatangan murid baru yang ingin belajar Bahasa Indonesia di kelas internasional. Begitu ngeliat siapa yang datang, Bu Rika langsung terpana sama ketampanan si Don Juan. Tanya-tanya siapa namanya yang ternyata bernama Carlos De Vega, Bu Rika langsung cari namanya di Facebook. Dasar mata Bu Rika jelalatan, ngeliat foto postur tubuh Carlos yang shirtless langsung bling-bling!

image

image

image

image

Carlos memiliki usaha coffee shop. Dia juga jago mainin harmonika. Tapi Tyson gak suka sama Carlos. Pas keduanya berantem, Lee malah sengaja berfoto selfie di belakang mereka. Ling Ling bukannya misahin malah cari perhatian di depan Carlos. Di saat keributan terjadi datanglah murid baru yang super cantik bernama Angelina (Loyd Christina) model dari Brazil.

image

image

image

image

Siapa yang gak tahu Loyd? Bule cantik ini sering nongol di majalah-majalah katalog produk bermerek terkenal, sejumlah iklan kaya es krim Magnum, parfum, dan kosmetik luar yang dibintanginya juga banyak nongol di layar kaca Indonesia. Loyd juga pernah maen jadi Suster Sofi di Hafalan Shalat Delisa, beu waktu Suster Sofi kirim foto ke Pak Ustadz, fotonya cantik banget. Di sana Suster Sofi berpenampilan berhijab, terang aja bikin Pak Ustadznya kesengsem.

image

image

Baru masuk kelas, Angelina langsung jadi rebutan antara Tyson dan Carlos. Tapi kelihatannya sepertinya Angelina naksir Pak Budi deh. Tiap kali digodain sama Angelina, Pak Budi sering deg-degan dan penyakit  asmanya langsung kambuh. Kasihan Pak Budi. Mau tahu cerita selanjutnya? Tonton aja deh di Net. Setiap Sabtu dan Minggu pukul 17.30 WIB. Jangan lewatkan ya!

Sebagai penutup gue mau narik kesimpulan pelajaran yang bisa diambil dari tontonan komedi ini. Antara lain sebagai berikut :

1. Banggalah menjadi bangsa Indonesia sebelum bangsa lain ngebanggain bangsa ini!
2. Hormatilah bangsa lain karena nggak ada bangsa yang sempurna di dunia! Setiap bangsa punya kekurangan dan kelebihan masing-masing!
3. Berkomunikasilah yang baik supaya orang lain ngerti maksud tujuan kita! Berbahasalah bahasakan bahasa!

Sampai ketemu lagi di tulisan selanjutnya ya. Bye… 🙂

Review Novel : In 10 Days

image

Hallo pembaca… kembali lagi BJ Sugih dengan tulisan barunya. Bagaimana kabar kalian semua? Kalian pasti kangen berat sama tulisanku kan? *nimbang truk sama kapal*  😅  Ngomong-ngomong gak kerasa ya sekarang sudah menginjak Ramadhan sepekan. Puasanya pada lancar nggak nih? Alhamdulillah BJ Sugih juga puasanya lancar lho (tapi kalau ada mama doank  😁). Eh, enggak ding, puasanya beneran lancar kok! Ciyus ✌! Buat kalian semua yang sedang menjalankan ibadah puasa Ramadhan, Sugih ucapkan selamat menunaikan ibadah puasa ya. Semoga ibadah puasa kita senantiasa dipermudah dan amal ibadah kita selama bulan Ramadhan yang suci ini diterima oleh Allah subhanawata’alla. Amin ya rabbal alamin.

Sesuai judulnya di atas, tulisanku kali ini akan membahas tentang sebuah novel yang baru-baru ini selesai kubaca. Sebelumnya aku mau  mengucapkan terima kasih banyak kepada Bli Gara yang sudah mengirimkan naskah novel ini secara cuma-cuma kepadaku  via email 3 bulan yang lalu. Betapa beruntungnya aku mendapatkan kesempatan membaca kisah cinta yang menyentuh ini *jingkrak-jingkrak senang kaya kelinci minta kawin* 🐰 . Aku berani jamin pembaca bakal termehek-mehek setelah membaca cerita novel ini 😭 . Sesuai janjiku kepada Bli Gara, pada postingan kali ini aku akan mengupas habis tentang novel ‘In 10 Days’. Namun sebelumnya aku juga mau minta maaf yang sebesar-besarnya kalau tulisanku ini sangat terlambat buat diposting. Bayangin 3 bulan pemirsa, kucing peliharaan tetangga sebelah aja udah pada ngelahirin! Miaaauw… 🐱 *diketok sama Bli Gara* (Eh enggak deng, Bli Gara kan orangnya baik, sabar, dan pengertian. Iya kan Bli?)

Oke langsung aja kita cekidot soal novelnya ya…

image

Sinopsis singkat  ‘In 10 Days’ :
Ryuta Ozaki adalah seorang secret admirer (pengagum rahasia) Sayaka Kurosaki, gadis cantik teman sekampusnya. Demi Sayaka, Ryuta selalu ada di belakangnya memberikan barang-barang yang diperlukan oleh gadis berhati lembut itu secara diam-diam, termasuk tiket konser band kesukaannya. Hingga pada akhirnya perilaku Ryuta pun tertangkap basah oleh sang pujaan hati setelah Kana Nishino, sahabat Sayaka, memberi saran kepada Sayaka untuk mengambil payung di lokernya. Hari itu turun hujan, Kana merasa yakin kalau pengagum rahasia Sayaka yang tak lain sebenarnya adalah Ryuta, pasti telah menaruh payung di loker Sayaka. Betapa terkejutnya Sayaka mendapati Ryuta di sana. Namun siapa sangka kalau gayung akan bersambut. Cinta Ryuta dengan mudahnya diterima oleh Sayaka tanpa syarat. Di mata Sayaka, Ryuta Ozaki adalah sosok pria baik-baik dan juga tampan. Walaupun dia bukan tipe lelaki yang disukainya. Hubungan pun terus berlanjut. Sayaka dan Ryuta ‘terpaksa’ menikah lantaran MBA (married by accident). Keduanya terlalu larut menikmati pesta dansa tahunan yang diselenggarakan oleh universitas mereka. Sampai akhirnya mereka berdua mabuk dan tak sadarkan diri kalau mereka telah melewati batas-batas pergaulan. Sayaka dinyatakan hamil, dan Ryuta menikahinya dengan penuh kebahagiaan. Akan tetapi kebahagiaan itu berubah menjadi mimpi buruk yang menyeramkan. Sayaka enggan memakai nama ‘Ozaki’ di belakang nama kecilnya, termasuk pada nama anaknya kelak. Kemudian Sayaka melempar cincin pernikahannya dan enggan memanggil Ryuta dengan panggilan ‘suami’. Sayaka juga enggan tidur satu kamar dengan suaminya itu. Padahal Ryuta sudah menabung jauh-jauh hari untuk membeli rumah cantik impiannya demi membahagiakan Sayaka. Sikap Sayaka mendadak berubah dingin setelah upacara pernikahan usai. Sayaka mendiamkan Ryuta selama berbulan-bulan lamanya, seolah-olah Ryuta adalah makhluk asing yang tinggal di rumahnya. Tak ada sapaan ‘selamat pagi’, tak ada sarapan yang terhidang di atas meja makan setiap pagi untuk Ryuta, tak ada sambutan ‘selamat datang’ setiap Ryuta pulang kerja, dan tak ada ucapan ‘selamat tidur’ ketika mereka akan beristirahat. Alih-alih bukannya menjadi ibu rumah tangga yang baik, setelah Sayaka mengalami keguguran pun malah memutuskan untuk menjadi wanita karir di perusahaan yang telah lama ia idamkan semenjak masih duduk di bangku kuliah. Ryuta hanya bisa pasrah menerima perlakuan Sayaka terhadapnya.

Hingga pada suatu pagi di bulan November tanggal 19, Ryuta terbangun dari tidurnya. Ia termenung mengingat mimpi aneh yang dialaminya. Dalam mimpinya itu ia melihat sebuah peti mati yang ternyata di dalamnya terbaring sesosok mayat wanita yang sangat dicintainya, Sayaka. Apakah itu pertanda buruk? Anehnya setelah Ryuta mengalami mimpi aneh tersebut, sikap Sayaka berubah baik kepadanya. Sikap Sayaka kembali hangat padanya seperti saat mereka pacaran dulu. Sayaka juga selalu menyajikan sarapan untuk Ryuta. Yang paling mengejutkan lagi untuk pertama kalinya Sayaka mau diajak berziarah ke makam kakaknya oleh kedua orang tuanya. Ryuta pun diajaknya serta.  Dan yang membuat Ryuta kaget, Sayaka memutuskan untuk resign dari perusahaan tempatnya bekerja. Ryuta tak menyia-nyiakan kesempatan ini begitu saja. Di benaknya sepertinya Sayaka telah berubah dan ingin menjadi istri yang baik baginya. Maka Ryuta bermaksud untuk melamarnya kembali dan mengulangi pernikahan mereka. Dalam sebuah kencan ganda yang telah direncanakannya bersama Kana dan calon suaminya, Yoshihiko, Ryuta bermaksud melamar Sayaka di atas ferris wheel Daikanransha, kincir ria tertinggi keempat di dunia yang menyuguhkan pemandangan Kota Tokyo setinggi 115 meter dari atas permukaan laut. Bertepatan dengan terbenamnya matahari ketika ferris wheel yang mereka naiki berada di puncak ketinggian, Sayaka menolak lamaran yang diajukan oleh Ryuta. Bahkan setelah itu Sayaka tak pulang ke rumah bersamanya. Ia malah pulang ke rumah orang tuanya. Ada apa sebenarnya dengan Sayaka? Dan apa yang sebenarnya akan terjadi dalam waktu 10 hari?

My first impression about ‘In 10 Days’ : Sumpah, aku merasa tertipu oleh judul novel ini. Awalnya aku mengira genre novel ini adalah action semacam Mission Impossible, atau James Bond 007. Ternyata ini adalah sebuah roman. Hanya saja background yang dipakai dalam cerita ini adalah negeri sakura. Menurutku background tersebut masih kurang sesuai jika ditinjau dari segi kultur dan alur ceritanya. Mengapa? Karena terdapat beberapa hal yang janggal, antara lain sebagai berikut :

1. Penulis tidak menceritakan latar belakang keluarga masing-masing tokoh. Apakah mereka berasal dari keluarga miskin, sederhana, pas-pasan, atau keluarga yang kaya raya. Sebab banyak sekali adegan para tokoh menggunakan kendaraan pribadi. Padahal pada kenyataannya dalam kehidupan kultur orang Jepang sehari-hari, mereka lebih menyukai memakai transportasi umum seperti bis, taksi, dan kereta ketimbang mobil pribadi. Sebenarnya sih karena politik dumping yang merupakan kebijakan pemerintah sana, harga mobil di Jepang jauh lebih mahal daripada di Indo. Apalagi mereka juga gemar bersepeda dan berjalan kaki. Karena orang Jepang sangat sadar lingkungan dan senantiasa menghindari polusi. Terkecuali mereka berasal dari golongan elite kelas menengah ke atas. Okelah kalau seandainya Ryuta dan beberapa tokoh lainnya berasal dari golongan tersebut, pembaca bisa memakluminya.

2. Hubungan orang Jepang dalam lingkungannya cenderung kaku. Penulis sebenarnya sudah berhasil memaparkan hubungan antara Ryuta dengan Sayaka. Sayaka yang sungkan untuk menolak Ryuta, Ryuta yang pasrah menerima perlakuan Sayaka setelah mereka berdua menikah, dan hubungan yang canggung ketika Sayaka kembali bersikap baik padanya, sampai rahasia yang dipendam Sayaka dari Ryuta. Sayangnya penulis tidak ingat hubungan antara Reiji dengan Sayaka. Hellooo… ini siapa dengan siapa ya? Kok si Reiji lancang benar berani memeluk Sayaka hanya karena Sayaka mendapat nilai B dalam ujian skripsinya? Sahabat aja bukan kan? Kan dalam ceritanya, Reiji juga baru mengetahui perihal hubungan Ryuta dengan Sayaka. Tapi tindakan Reiji menunjukkan seolah-olah mereka adalah sahabat yang sudah lama saling mengenal. Setahuku sikap orang Jepang yang baru saja saling mengenal itu saling sungkan dan belum terlalu akrab. Terkecuali mereka telah mengobrol panjang-lebar berjam-jam seperti yang sering dilakukan oleh Kogoro Mouri dalam komik Detective Conan *huhu… ketahuan deh, suka baca komik Conan* 😅

3. Panggilan Ryuta kepada mertuanya yang hanya menyebutkan nama diakhiri –san (Tuan/Nyonya) baca : Takeo-san dan Keiko-san. Apakah hal tersebut dikarenakan Ryuta memiliki masalah dengan Sayaka? Pada kenyataannya dalam kehidupan sosial orang Jepang, ada maupun tiada masalah, seorang menantu tetap memanggil mertuanya dengan sebutan ayah mertua dan ibu mertua. Bahkan sebagian lain memanggil dengan sebutan ‘otosan’ (ayah) dan ‘okasan’ (ibu). Hal ini tetap dilakukan seumpama mereka telah tidak menjalin hubungan sebagai menantu dan mertua lagi, karena kasus perceraian maupun pasangan meninggal dunia. Bila seorang menantu memanggil nama (meskipun diakhiri –san) kepada mertuanya, hal ini dianggap tidak sopan di negara Jepang. Pernikahan adalah ikatan dua buah keluarga yang sangat erat bukan?

Well, kayanya aku gak bisa bicara panjang lebar untuk mengomentari novel ini. Karena selain runut meski alur ceritanya maju mundur maju mundur cantik *kata Emak Syahrini* selebihnya novel ini sangat bagus dan recommended banget buat para ibu rumah tangga yang doyan membaca novelnya Asma Nadia semacam Catatan Hati Seorang Istri. Hanya saja ini versi suaminya. Mungkin bisa juga kalau cerita ini mempunyai judul lain : Catatan Hati Seorang Suami. *Ups* Apakah para lelaki juga bisa membaca novel ini? Uhm, sepertinya novel ini cocok banget kalau dibaca para suami yang sedang galau karena ‘diasingkan’ oleh istri, ditinggal pergi oleh istri, suami yang takut kepada istri, dan sedang terancam di ambang perceraian rumah tangga. Novel ini sarat pesan moral kepada para suami dan calon suami yang sedang bersiap-siap untuk berumah tangga agar tidak melakukan kekerasan dalam rumah tangga seperti kehidupan-kehidupan rumah tangga di Indonesia dan di Jepang kebanyakan. Seperti yang kita ketahui banyak kepala keluarga yang senang mengamuk kepada istri dan anak-anaknya tatkala mereka sedang dilanda suatu masalah. Sering kali kita melihat para ayah di Jepang membenturkan kepala istrinya ke meja atau dinding dan mendorong tubuh mereka hingga terjatuh ke lantai. Sangat tidak manusiawi! Sikap Ryuta yang pasrah menerima perlakuan Sayaka merupakan figur suami yang tabah dan tegar, bukan berarti ia takut kepada istri. Justru ia selalu ingin membahagiakan istrinya. Ia percaya setelah hari itu mendung, matahari akan kembali bersinar cerah. Kita juga harus berhati-hati dalam membina hubungan, terutama bila kita belum menikah. Jagalah pasangan kita dari perbuatan maksiat agar kehidupan rumah tangga kita senantiasa selamat dunia akhirat.

Sebelum ulasan ini kututup, aku sempat heran dengan mimpi aneh yang dialami Ryuta. Ryuta amat takut kalau hal yang dilihatnya dalam mimpi merupakan pertanda buruk baginya : kematian Sayaka. Menurut kepercayaan sebagian besar masyarakat Indonesia dan juga sebagian bangsa Asia, terutama umat muslim, tabir mimpi melihat orang meninggal dunia menandakan bahwa orang yang dimimpikan tersebut akan panjang umur. Correct me if I’m wrong! Mungkin cukup sekian ulasan dariku. Selebihnya pembaca silakan membaca sendiri novel tersebut bila sudah beredar di toko-toko buku. Terakhir, aku ingin memberi ralat kepada Bli Gara, frase yang benar adalah ‘lesung pipi’, bukan ‘lesung pipit’. Karena frase tersebut mengandung makna lesung yang terdapat di pipi. Terima kasih banyak atas cerita yang luar biasa ini. Semoga karya-karya Bli Gara semakin digemari banyak orang. Sampai jumpa di tulisanku selanjutnya ya. Mata aimashou^^ 😄 👋

Drama Jadul Favoritku : Api dan Cinta

image

Ini merupakan drama favoritku saat aku kelas 4 SD, kira-kira tahun 1995-1996. Tapi ternyata di negara pembuatnya drama ini ditayangkan pada tahun 1980-an. Ups, berarti waktu tayang di Indonesia sudah jadul banget dong ya 😀 Waktu kecil aku sangat mengidolakan Chow Yun Fat sampai semua film silat yang dibintanginya aku tonton semua, termasuk drama percintaannya yang satu ini. Serial ini lebih dikenal di sini dengan judul Shanghai Bund: Api dan Cinta . Cerita ini mengambil latar sekitar tahun 1930-an di China. Hui Man Keung (Chow Yun Fat) tiba di Shanghai untuk mengadu nasib hanya dengan membawa sedikit uang dan tidak mempunyai tempat tinggal. Secara kebetulan, ia bertemu dengan Ding Lik (Ray Lui), seorang penjual asongan yang sederhana dan jujur. Keduanya dengan cepat menjadi teman. Kemudian di saat yang bersamaan pula seorang gadis bernama Fung Ching Ching (Angie Chiu), putri seorang bos mafia, diculik. Beruntung, ia berhasil diselamatkan oleh Hui Man Keung dan Ding Lik. Oleh sebab itulah, Bos Fung (Lau Dan), ayah Ching Ching, menyewa keduanya untuk bekerja padanya. Tentu saja sebagai mafia. Dengan kesetiaan dan kecerdasan keduanya, Bos Fung menjadikan keduanya sebagai asset berharga bagi organisasinya. Keung dan Ching Ching saling jatuh cinta pada pandangan pertama. Mereka pun berencana untuk menikah, tetapi sayang rencana itu hancur berantakan. Ayah Ching Ching terlibat persoalan dengan pedagang senjata Jepang. Lantas dia mengirim Keung untuk menyelesaikan persoalan itu. Namun, Keung malah membunuh seorang pedagang senjata Jepang yang penting itu. Ketika Bos Fung mengetahui tentang kejadian ini, ia mengirim pembunuh bayaran untuk membunuh Keung guna menghilangkan jejak kalau ia terlibat dalam kasus tersebut, sebab dia sendirilah yang telah mengutus Keung guna menghadapi pedagang senjata Jepang. Mengetahui nyawanya terancam akan dibunuh, Keung kaget dan kesal kepada Bos Fung, Karena itulah Keung terpaksa meninggalkan Shanghai dan meninggalkan kekasihnya, Ching Ching.

image

Setelah gagal membunuh Keung melalui pembunuh bayaran yang disewanya, Bos Fung mengirim Ding Lik untuk menangkap Keung. Ketika Ding Lik berhadapan dengan Keung, mereka memutuskan untuk bicara. Pada akhirnya, Ding Lik mengizinkan Keung untuk pergi. Setelah Keung meninggalkan Shanghai, Ding Lik menjadi satu-satunya tangan kanan Bos Fung. Ding Lik kemudian memiliki banyak uang dan kekuasaan. Namun, dengan kekuasaannya sekarang, Ding Lik berubah dari orang yang sederhana dan jujur menjadi seorang lelaki pecundang, hipokrit, dan licik. Sejak saat itulah dia merayu Ching Ching yang tengah patah hati karena ditinggalkan Keung. Mengetahui bahwa kekasih sejatinya tidak akan pernah kembali, Ching Ching bersedia menikah dengan Ding Lik, tetapi hatinya tidak pernah melupakan Keung. Sementara itu, Keung pergi ke pedesaan, dan bertemu dengan seorang pria tua dan cucu-cucunya. Keung melihat betapa damai hidup pria tua dan cucu-cucunya itu. Dia kemudian memutuskan untuk melupakan masa lalunya dan hidup dengan damai. Dia menikahi cucu perempuan pria tua tersebut dan tinggal di sana.

image

Sayangnya, orang-orang suruhan Bos Fung menemukan di mana keberadaan Keung tinggal dan membunuh semua orang, bahkan istri Keung yang tengah hamil pun juga ikut dibunuh dengan sadis! Keung melihat keluarganya mati dan bersumpah untuk membalas dendam. Dia kembali ke Shanghai untuk bergabung dengan mafia lain dan menyebabkan malapetaka dalam bisnis Bos Fung. Sementara itu, pernikahan antara Ding Lik dan Ching Ching menjadi sebuah bencana. Ding Lik mengetahui kedatangan Keung ke Shanghai dan takut jika Ching Ching akan jatuh cinta lagi pada Keung. Dia menjadi cemburu dan memperlakukan Ching Ching dengan tidak hormat. Dia bahkan mendorong Ching Ching jatuh ke tanah dan dengan tidak sengaja hal itu menyebabkan Ching Ching mengalami keguguran. Ding Lik menyadari apa yang dilakukannya adalah sebuah kesalahan dan mulai memperlakukan Ching Ching dengan penuh kasih sayang. Namun, Ching Ching menjadi tidak bahagia dengan kehidupan pernikahannya, dan dia ingin bercerai. Di akhir cerita, Keung berhasil menangkap Bos Fung dalam sebuah ruangan dan menembaknya. Ching Ching masuk dan melihat ayahnya mati di kakinya. Dia mengambil pistol dan mengarahkannya ke kepala Keung. Keung berkata pada Ching Ching bahwa dia tidak akan menyalahkan Ching Ching dan masih berdiri menunggu peluru dari pistol itu mengenai kepalanya.

Wah, seandainya serial ini ditayangkan ulang aku masih ingin menyaksikannya. Dulu serial ini ditayangkan oleh Indosiar, stasiun tv yang terbilang baru pada era tersebut dan menjadi favorit jutaan pemirsa Indonesia karena banyak menayangkan drama yang digandrungi masyarakat Asia. Aku suka sekali adegan-adegan asmara antara Keung dan Ching Ching. Mereka terlihat serasi sekali. Saking sukanya dengan film ini lirik lagu opening themenya sampai kuhapal. Nah ini dia liriknya, selamat bernostalgia!

Api dan Cinta

Kemilau cahaya di antara bagian kota
Temaram mencekam
Di lorong-lorong penuh dendam
Dunia ternoda
Dosa dusta kian melanda
Asmara dan cinta
Adakah di hati mereka?

reff:
Hari-hari terus berlalu
Meniti jalan sepi
Tak peduli tanpa ragu
Menghadapi apa yang terjadi
Seperti di dalam rangkaian pentas sandiwara
Melawan angkara
Berharap datang kuasaNya …

My Favorite Old Japanese Song : ON THE ROAD

image

On the Road

by Oda Yuji

 

 

Yume ni kaketa futari

Kawasu kotoba sukunaku

Itsumo kita basho ni tachi

Tooku o miru

 

Kizuite ita keredo

Senaka mita kunakatta

Kemuri sae odaya ka ni

Yurete iru

 

Itsumo onaji sono michi

(standing on the road)

Aruite ita to omotte ita sa

 

REFF

Itsuka mata toki o sugosoo

Yokaze no fukare

Kino.. nuide.. kokoro yuku made

Ima wa tada kotoba watasoo

Yume mita tomoyo

Kono.. michi o yuku dake to

 

Kawari hajimeta keshiki

Dare mo itsumo no yooni

Sugiteyuku kizu no kazu

Tomerarezu ni

 

Tsunabokori no naka de

Nigiritsubusu aki kan

Kiete uku tooi umi

Wasurenai

 

Itsumo onaji ano sora

(looking on the sky)

Miagete ita to kanjite ita sa

 

Itsuka mata machi de sawagoo

Nagarareta REASON

Karada.. yurashi.. tadayou mama ni

Ima wa moo furi kaerazu ni

Kono mama ore wa

Yume.. sa ga shitsuzu kete yuku

 

 

 

My Favorite Old Japanese Song : Sekai Ni Hitotsu Dake No Hana

image

Sekai Ni Hitotsu Dake No Hana

Sung by SMAP

Hanaya no misesaki ni naranda
Ironna hana o mite ita
Hito sorezore konomi wa aru kedo
Doremo minna kirei da ne
Kono naka de dare ga ichiban da nante
Arasou koto mo shinaide
Baketsu no naka hokorashige ni
Shanto mune o hatte iru

Sore na no ni bokura ningen wa
Doushite kou mo kurabetagaru
Hitori hitori chigau no ni sono naka de
Ichiban ni naritagaru

Sou sa bokura wa
Sekai ni hitotsu dake no hana
Hitori hitori chigau tane o motsu
Sono hana o sakaseru koto dake ni
Isshoukenmei ni nareba ii

Komatta you ni warainagara
Zutto mayotteru hito ga iru
Ganbatte saita hana wa doremo
Kirei dakara shikata nai ne
Yatto mise kara dete kita
Sono hito ga kakaete ita
Irotoridori no hanataba to
Ureshisou na yokogao

Namae mo shiranakatta keredo
Ano hi boku ni egao o kureta
Daremo ki zukanai you na basho de
Saiteta hana no you ni

Sou sa bokura wa
Sekai ni hitotsu dake no hana
Hitori hitori chigau tane o motsu
Sono hana o sakaseru koto dake ni
Isshoukenmei ni nareba ii

Chisai hana ya ookina hana
Hitotsu toshite onaji mono wa nai kara
Number one ni naranakutemo ii
Motomoto tokubetsu na only one

Terjemahan Bahasa Indonesia  :

Satu-satunya Bunga yang Ada di Dunia

Aku menatap semua jenis bunga
Yang tertata rapi di toko bunga
Setiap orang memilih jenis yang berbeda
Namun mereka semua cantik
Tak satupun dari mereka bertarung
Atas siapakah yang terbaik
Mereka semua berdiri tegak dengan bangganya
Dalam potnya masing-masing

Jadi mengapa kita ingin
membandingkan diri kita seperti ini?
Mengapa kita ingin menjadi yang terbaik
Kalau setiap orang itu berbeda?

Ya, begitulah kita
Satu-satunya bunga yang ada di dunia
Masing-masing mempunyai bibitnya sendiri
Untuk itu mari kita lakukan yang terbaik
Untuk menanamnya agar tumbuh menjadi bunga

Ada banyak orang yang
sedang kesulitan tersenyum
Karena mereka benar-benar kehilangan
Tapi itu bukan masalah
Karena setiap bunga telah bekerja keras
Agar tumbuh cantik
Pada akhirnya seseorang datang
Di luar toko bunga membawa sekeranjang
Bunga dengan warna yang berbeda-beda
Wajahnya terlihat sangat bahagia

Aku tak tahu namanya
Namun dia memberiku sebuah senyuman
Seperti bunga yang mekar
Di sebuah tempat yang tidak diperhatikan orang

Ya, begitulah kita
Satu-satunya bunga yang ada di dunia
Masing-masing mempunyai bibitnya sendiri
Untuk itu mari kita lakukan yang terbaik
Untuk menanamnya agar tumbuh menjadi bunga

Bunga kecil, bunga besar
Tak ada satupun yang sama
Kamu tak perlu menjadi nomor satu
Kamu istimewa, satu-satunya kamu
Sebagai alasan pertama

My Inspirator, Ketut Rundeg

image

Lebih dari 10 tahun lalu  tepatnya pada tahun 2002 saat aku masih kelas 2 SMA, aku menemukan sebuah artikel di majalah Nipponia (majalah yang dibagikan cuma-cuma oleh Kedutaan Besar Jepang saat aku berkunjung ke perpustakaan instansi tersebut) yang mana dalam artikel majalah tersebut memuat profil tentang seorang tokoh yang bernama Ketut Rundeg dan telah menginspirasiku selama belasan tahun lamanya. #Duileh Jang, inspirasinya ketemu Doraemon ya?  😀

Meski majalah dan artikel tersebut telah raib entah ke mana setelah aku menyumbangkan sebagian koleksi buku-buku dan majalahku ke perpustakaan SMAN 1 Balai Riam, akhirnya aku menemukan kembali artikel tersebut di situs resmi majalah Nipponia. Hanya saja bedanya artikel di laman internet tersebut tidak dimuat dalam Bahasa Indonesia seperti yang dulu pernah kubaca (dulu aku sempat membaca artikelnya di majalah Nipponia dalam Bahasa Indonesia maupun Bahasa Jepang). Kini artikel tersebut tersedia hanya dalam Bahasa Inggris, Jepang, dan sebagian bahasa Eropa lainnya.

Ketut Rundeg-Pedagang yang murah senyum

Dari namanya pembaca pasti tidak asing dan mengira kalau orang ini pasti orang Indonesia. Pasti dari Bali kan? Yup, tepat sekali beliau memang orang Bali. Tapi siapakah dia? Inspirasi apa yang telah beliau berikan padaku? Hehe, pembaca penasaran? Yuk, kita berkenalan dengan beliau.

“Hal terbaik mengenai kimono adalah pola-polanya yang fantastic. Hanya orang Jepang yang sudah dapat mengembangkan sejumlah teknik yang artistic. Saya suka warnanya yang tebal, dan cerah yang terbaik.”

Ketut Rundeg bekerja di toko kain kimono dan pakaian di Kuroishi, Prefecture Aomori di Honshu Utara. Pada usia 38 tahun, dia masih muda, tetapi orang-orang bergantung padanya dan dia ditakdirkan untuk menjadi pemilik toko. Tokonya bernama Mikami Gofuku-ten, menjual pakaian terutama kimono, tapi juga meng-handle seragam sekolah dan seragam karyawan perusahaan. Saat bekerja, Rundeg sangat sibuk sepanjang waktu, melayani pelanggan, menjual produk, dan mengantarkan pesanan para pelanggan.

Dia dilahirkan di Nusadua, Pulau Bali-Indonesia. Bali adalah tujuan wisata yang terkenal, dan setelah lulus SMA, dia mendapat pekerjaan di sebuah hotel resor setempat, memberikan instruksi dalam olahraga laut untuk wisatawan mancanegara. Di situlah ia bertemu Yuko. Yuko datang ke Bali dari Jepang untuk bekerja, dan mereka menikah pada tahun 1988. Pada saat Rundeg berusia 24 tahun. Mereka pindah ke Jepang untuk tinggal bersama orang tua Yuko, dengan rencana bahwa ia akan mewarisi toko keluarga.

“Rencana pertama kami adalah untuk tinggal di Bali, tapi gaya hidup di sana begitu berbeda dengan di Jepang, dan saya pikir dia (Yuko) sudah keras beradaptasi. Jadi kelihatannya natural bagi kami berdua untuk pergi ke Jepang, dan saya pun beradaptasi dengan kehidupan yang ada. Menengok ke belakang, saya menyadari betapa optimisnya saya.”

Tantangan pertama yang menunggunya adalah salju yang terdapat di Honshu Utara setiap musim dingin. Dia belum pernah melihat salju sebelumnya dan menemukannya begitu indah. Namun itu membuatnya sakit dan kerap kali terjatuh setiap mengantarkan pesanan pelanggan dengan motornya. Ini sangat sering terjadi sehingga dia menyadari bahwa dirinya tidak bisa melakukan pekerjaannya dengan benar seperti itu. Solusinya adalah jelas harus membuat SIM mobil, namun bagaimana dia melewati tes dengan semua aksara Kanji yang super rumit?

“Bahkan kemudian, saya benar-benar menikmati bernyanyi Jepang balada enka, karaoke-gaya. Liriknya ditulis dalam Bahasa Jepang pada layar video, dan saya harus meletakkan otak saya ke overdrive, mencari kata-kata sambil bernyanyi. Begitulah cara saya belajar Kanji.”

Tantangan sulit lainnya adalah melayani pelanggan. Ketika datang ke toko, sikap pelanggan di Jepang sangat berbeda dari mereka di Indonesia, dan Rundeg kebingungan saat menghadapi hal ini.

“Ketika seseorang memasuki toko di Indonesia, mereka yakin untuk membeli sesuatu. Jika tidak, kita berpikir mengapa mereka ingin masuk? Tapi di Jepang banyak orang masuk, hanya meminta harga sesuatu, dan kemudian berjalan keluar tanpa membeli sesuatu. Itu adalah kejutan, dan saya tidak tahu bagaimana menanganinya.”

Rundeg sempat tertekan, tidak mampu menjual apa-apa, tapi orang tua Yuko memberikan dukungan yang besar selama periode tersebut. Di toko itu Rundeg  akan berbicara dengan mereka terbata-bata dalam Tsugaru-ben, dialek lokal Jepang. Melalui inilah Rundeg belajar bagaimana memecahkan kebekuan ketika berbicara dengan pelanggan dan menyarankan mereka satu kimono yang lain. Para pelanggan akan menertawakan leluconnya dan membuka hati mereka kepadanya. Sebuah senyuman dan obrolan yang ramah adalah pembukaan untuk berjualan, dan Rundeg selalu gembira memberikan orang lain kesenangan, menangkap dengan cepat dan segera menjadi pembicara yang sangat baik. Dia bahkan diikutsertakan kontes dialek Tsugaru khusus untuk orang asing untuk pertama kalinya pada 1997.

Rundeg terkenal di komunitasnya. Dia seorang dj (disc jockey) pada program rutin yang disiarkan oleh stasiun radio FM lokal. Dia juga anggota eksekutif POMG (Persatuan Orang Tua Murid dan Guru) di sekolah putrinya. Rundeg tinggal bersama istrinya Yuko, dua orang putri mereka, orang tua Yuko, dan nenek Yuko. Rumah mereka ada di lantai 3 bangunan toko. Rundeg sering menemukan waktu untuk membawa mereka semua dengan mobil ke mata air panas terdekat di daerahnya.

“Orang tua dan nenek istri saya banyak membantu saya, dan saya ingin menunjukkan kepada mereka beberapa apresiasi saya kembali. Saya merasa senang tinggal di Jepang, terima kasih kepada seluruh keluarga.”

Ketut Rundeg berbicara dengan senyum di wajahnya. Ketika ikatan keluarga ada, perbedaan budaya memudar. (Diterjemahkan dari laman majalah Nipponia Nomor 22, 15 September 2002).

Moral value yang dapat kita ambil berdasarkan kisah Ketut Rundeg di atas di antaranya :
-Berusahalah dan jangan pernah menyerah ketika kita menghadapi kesulitan!
– Senyuman dapat meluluhkan hati orang lain ketika kita berusaha mendapatkan apa yang kita inginkan.
-Perbedaan bukan menjadi penghalang untuk bersatu, justru perbedaan merupakan pemicu bagi kita untuk saling menerima satu sama lain.
-Sesibuk apapun kegiatan kita, berusahalah untuk menyempatkan diri meluangkan waktu bersama keluarga. Karena tanpa mereka, kita bukanlah apa-apa.

Aku benar-benar berharap bila Ketut Rundeg masih ada (mengingat artikel tentang beliau sudah kadaluwarsa), dan kebetulan membaca catatan postinganku ini, aku ingin mengucapkan terima kasih karena telah memberiku inspirasi yang begitu indah. Pak Rundeg, lanjutkanlah perjuangan Anda! Ganbatte 🙂 

Jangan Takut Untuk Bermimpi

Mimpi adalah sebuah kata yang semu, di mana sesuatu yang kita dambakan, kita harapkan atau kita  angan-angankan dapat terwujud maupun terlupakan begitu saja dengan sendirinya. Banyak orang yang berhasil meraih mimpinya dengan perjuangan yang begitu berat, penuh pengorbanan, bersimbah keringat hingga titik darah penghabisan. Namun ada juga orang yang berhasil meraih mimpinya tanpa segenap usaha maupun upaya. Mereka mendapatkannya begitu saja dengan percuma. Itulah faktor keberuntungan, rejeki yang telah diberikan Tuhan untuk mereka. Lantas, bila kita telah berjuang untuk meraih mimpi yang kita cita-citakan kendati kita gagal mendapatkannya, haruskah kita melupakan mimpi-mimpi tersebut? Dan menguburnya dalam-dalam? Hal terakhir inilah yang telah kualami selama 14 tahun lamanya.

Berawal dari blog-walking yang kulakukan selama berbulan-bulan, terdamparlah aku di beberapa blog yang sangat menginspirasiku dan benar-benar menamparku, mengingatkanku kepada impian di masa lalu yang telah kulupakan (Empat belas tahun, sodara-sodara 😀 bayangkan!). Beberapa blog tersebut antara lain :

Blog pramugalau (baca : Radina Nandakita) yang berkisah tentang pengalamannya sebagai seorang pramugari. Dina (Radina, red) tidak pernah bercita-cita untuk menjadi seorang pramugari, ia justru berkeinginan menjadi seorang penulis. Dan melalui blognya itulah  impiannya terwujud. Tulisannya menginspirasi banyak orang yang bercita-cita menjadi pramugari atau Flight Attendant wannabes.

Blognya Mbak Feli at http://www.sifelicity.wordpress.com yang akhir-akhir ini habis kuobrak-abrik saking amazednya daku membaca tulisan-tulisan beliau =)) . Sumpah cerita-cerita beliau kocak habis tentang pengalamannya sebagai ‘imigran terang’  di negara yang nun jauh di kutub utara sana (wuidih, jauh amir Mbak). Apalagi kalau sudah menceritakan banyolan-banyolan yang dilontarkan oleh Mr. T sang hubby (suami) tercinta beliau yang berkebangsaan Norwegia, bikin aku ngakak baca ceritanya. (Ampun digetok sama Mbak Feli, berani nyebut gak berani bayar. Haha…). Tapi aku benar-benar salut karena impian Mbak Feli untuk menginjak tanah Bangsa Viking itu terwujud setelah ngidam lebih dari 20 tahun lamanya. Well-done untuk Mbak Feli (Y)

Blognya Kuma-sensei yang berhasil mengikuti teacher training program di Nara-Jepang selama 6 bulan. Untuk blog ini aku belum banyak menjarah  kisah yang dialami Kuma-sensei, tetapi aku salut dengan perjuangan beliau yang memiliki ideologi sama denganku. Hidup JEPANG!!! Eh…

Empat belas tahun lalu saat aku kelas 3 SMP aku telah menggantungkan mimpiku untuk dapat berkunjung ke Jepang. Entah untuk melanjutkan study di sana, maupun bekerja atau jalan-jalan sebagai turis. Dorama-dorama Jepang telah banyak menginspirasiku dalam banyak hal. Sebenarnya sih aku jatuh cinta sama sosok Honami Suzuki yang pernah memerankan tokoh Rika Akana dalam dorama Tokyo Love Story, hehehe… dorama tersebut pernah booming saat aku kelas 3-4 SD (1996). Waduh melihat kesabaran sosok Rika dalam menghadapi karakter Kenji, pemuda polos yang dicintainya, bikin aku geregetan. Pengen rasanya nonjok muka si Kenji yang bikin Rika menangis dalam hati, membuat Rika selalu patah hati setiap kali mendengar Kenji menyebut nama Minami, gadis lain yang disukainya. Eh, enggak ding entar aku dihajar para penggemarnya Oda Yuji yang jadi pemeran si Kenji lagi 😀 .

image

image

Honami Suzuki, istri idamanku

Bukan hanya Tokyo Love Story yang telah membuatku jatuh cinta kepada Jepang, sejumlah dorama yang lain juga membuatku tergila-gila akan Jepang, sebut saja :

image

Film Oshin yang pernah kutonton saat aku masih 5 tahun (1990) dan waktu itu masih menonton pakai tv hitam-putih di rumah nenek. Filmnya benar-benar menguras air mata. Kebayang nggak sih kerasnya hidup si Oshin yang berjalan menggendong anak di tengah badai salju? Belum lagi perlakuan mertuanya yang kejam terhadapnya, sampai Oshin hanya diberi makan dedak. Hiks, malang benar nasibmu Oshin…

image

Ordinary People tentang Kakei dan Narumi yang terlibat cinta lokasi di kampus bersama genk mereka Asunaru Hakusho. Ah, yang namanya cinta pertama memang sulit dilupakan. Walau Kakei banyak yang suka, namun  Narumi selalu setia menantikan cintanya.

image

Rindu-rindu Aisawa. Wuah, dijamin termehek-mehek nonton film satu ini. Nggak tega lihat anak kecil mengais makanan di tong sampah. Suzu bocah berumur 9 tahun harus tahan banting menghadapi pahit getir perjalanan hidupnya. Ia harus berjuang mencari uang demi membiayai ibunya yang dirawat di rumah sakit. Ia sampai harus mencuri demi menyelamatkan nyawa ibunya, belum lagi perlakuan ayah tirinya yang gemar merampas uang hasil curiannya untuk dipakainya berjudi, main perempuan, dan sebagainya. Suzu diperlakukan semena-mena oleh ayah tirinya tersebut sampai dijual kepada seorang kakek keluarga kaya raya yang sedang mencari cucunya yang hilang dan memiliki banyak kemiripan dengan Suzu.

image

Anchorwoman, lagi-lagi Honami Suzuki. Kali ini Honami menjadi Tamaki Aso-presenter berita tv Channel 2 yang paling top seantero Jepang lalu turun pamornya setelah ia ditinggal mati oleh suaminya, lantas ia pindah ke stasiun tv kabel Niko-niko yang tidak begitu dikenal masyarakat Jepang. Belum lagi secara tiba-tiba putra tunggal mendiang suaminya muncul ke hadapannya untuk pembagian warisan yang belum diatur jelas oleh mendiang suami di saat pamor Aso mulai merosot di tv Channel 2. Kegigihan Aso untuk meraih kembali keberhasilannya benar-benar patut ditiru. Ia berhasil bangkit menjadi the best tv reporter se-Jepang di tengah keterpurukannya. Akting Honami Suzuki dalam dorama ini sekali lagi memukau pemirsanya. I love you Honami Suzuki ❤

image

Itazura na Kiss, tentang gadis bodoh bernama Aihara Kotoko yang mencintai lelaki paling jenius di sekolahnya-Irie Naoki. Sumpah aku salut sama perjuangan si Kotoko yang rajin belajar supaya bisa menjadi siswi yang pintar sekaligus mendapatkan cintanya Naoki yang terkesan dingin padanya. Yang menarik dari Kotoko adalah kupingnya yang caplang, sumpah pengen jewer itu kuping =))

Fighting Girl, beda budaya? Bukan berarti tidak dapat membina persahabatan kan? Begitulah tema dorama yang diperankan si cute Kyoko Fukada yang konon mirip Agnez Mo. Kyoko juga pernah sukses bermain dalam serial Kamisama sebagai pelajar SMA yang mengorbankan kesuciannya demi melihat konser tokoh idola, Sampai-sampai ia terkena HIV AIDS.(ups, yang ini jangan ditiru ya pemirsa).

image

image

image

Onizuka bersama kelas 2-4, biang masalah di sekolah

Great Teacher Onizuka. Errrgh, seandainya di dunia ini karakter para guru seperti Onizuka, mungkin tidak akan banyak murid bandel di sekolah. Akting Oda Yuji sebagai Onizuka benar-benar cool. Walaupun secara fisik tetap lebih ganteng saat memerankan tokoh Kenji dalam Tokyo Love Story. Onizuka adalah seorang mantan preman yang alih profesi menjadi seorang guru. Ini preman habis insyaf kali ya? 😀  Gara-gara menghajar seorang wakil kepala sekolah yang bertindak semena-semena terhadap seorang murid yang bermasalah, kepala sekolah yang sedang menyamar sebagai petugas cleaning service langsung menerima Onizuka begitu saja untuk menjadi guru di sekolah yang dipimpinnya. Sialnya, dewan sekolah yang telah kena hajar Onizuka, balas dendam dengan menempatkannya di sebuah kelas yang dijuluki sebagai kelas neraka, karena kelas tersebut dihuni oleh para siswa dan siswi yang kelewat bandel. Apakah Onizuka gentar menghadapi ulah kenakalan mereka? Siapa sangka Onizuka justru berhasil menaklukkan dan menundukkan mereka berkat usahanya yang pintar mencarikan solusi dari setiap permasalahan yang dihadapi para muridnya. Gak sadar kalau aku menjadi guru karena terinspirasi dorama ini, hehehe… 🙂

Wah, ketahuan deh dorama-lover banget ya sodara-sodara =)) meskipun demikian, banyak sekali pesan moral yang disampaikan dorama-dorama Jepang kepada pemirsanya. Misalnya beberapa dorama seperti Anchorwoman, Great Teacher Onizuka, dan Terms for a Witch menyampaikan pesan moral kepada kita untuk berdedikasi tinggi terhadap pekerjaan. Dorama Itazura Na Kiss memberi pesan agar kita selalu berjuang untuk meraih apa yang kita cita-citakan, perjuangkanlah apa yang kita inginkan karena begitu kesempatan itu datang, ia belum tentu datang untuk kedua kalinya. Tidak seperti sinetron Indonesia yang banyak menunjukkan tayangan tidak mendidik dan tidak jelas alur ceritanya.

Tapi selain itu masih ada banyak hal yang membuatku jatuh cinta kepada Jepang, seperti :

Keindahan alamnya yang luar biasa, empat musim yang dialami negeri sakura ini menambah eksotisme negara Jepang. Salju di Sapporo, Gunung Fuji yang menjadi gunung keramat Bangsa Ainu, musim semi yang dipenuhi helaian kelopak bunga sakura, sampai musim gugur yang merah keemasan oleh dedaunan maple.

Teknologinya yang canggih : robot, kereta shinkansen, game, mesin-mesin yang bertengger di pinggir jalan,  sampai sarana transportasinya yang luar biasa modern.

Budayanya yang keren, perpaduan antara budaya tradisional dan gaya barat, seperti Harajuku style. Jepang dapat mempertahankan kebudayaan tradisional di tengah invasi budaya barat yang masuk ke negaranya.

Tulisan Jepang yang unik (walaupun adopsi aksara han zhi milik China). Namun aksara Jepang sangat menarik dengan adanya perpaduan hiragana dan katakana yang membuat karakter tulisan Jepang jadi lebih hidup sebagai kearifan budaya lokal.

Kedisiplinan masyarakat Jepang dengan etos kerja yang tinggi, kesadaran bertanggung jawab, kerja sama dalam kelompok, dan toleransi yang begitu besar terhadap komunitasnya.

Komik (manga) yang jalan ceritanya selalu menarik, penuh fantasi, pesan moral, dan angan-angan yang sangat imajinatif. Aku sangat menyukai komik Detective Conan hingga mengoleksinya sampai jilid ke-56, Salad Days, Dragon Ballz, dan beberapa koleksi lain. Semua kukoleksi sejak bangku SD lho. Di samping itu aku juga gemar menggambar tokoh komik. Sempat tersirat juga ingin menjadi seorang mangaka (komikus), sayangnya ilmu menggambarku sangat terbatas (bilang aja gak punya bakat). Hiks 😦

Bahasa Jepang, walaupun kaku dari segi suku katanya sebenarnya Bahasa Jepang merupakan bahasa yang paling mudah pengucapannya karena pelafalannya kurang lebih masih sama dengan Bahasa Indonesia. Waktu aku pertama kali mempelajari Bahasa Jepang, aku menikmatinya seperti sedang mempelajari ilmu tajwid dalam Al-Quran. Bahasa Jepang memiliki hukum pelafalan bunyi yang mirip dengan ikhfa, idhar, dan idgham dalam ilmu tajwid. Sebagai contohnya nih ya : kata ‘kenka’ yang berarti gempa dibunyikan ‘kengka’, kata ‘shanpo’ yang berarti jalan-jalan dibunyikan ‘syampo’, nah yo apa saja tuh hukum bunyinya?

Jadi sejak aku masuk SMA, aku sengaja memilih SMAN 5 Bogor supaya bisa mendapatkan pelajaran Bahasa Jepang gratis. Wuahahahaha… dan berhasillah aku menjadi student Master of Japanese sejagad SMA. Teman-teman di sekolahku sampai sering menunduk hormat padaku setiap kali berpapasan denganku di koridor sekolah. Pasalnya aku sering mendapat soal ujian khusus yang dibedakan oleh guru Bahasa Jepangku setiap ujian semester tiba, saking pintarnya aku dalam pelajaran Bahasa Jepang (Ehem, bukan maksud mau menyombongkan diri sih). Euis Djuariah-sensei guru Bahasa Jepangku sampai menganggapku anak karena aku rajin mendekati beliau (sst… ini rahasia lho!) oleh beliau aku dimasukkan ke dalam grup Bahasa Jepang binaan beliau, di mana para anggota komunitas tersebut adalah sekelompok anak, putra para atase Indonesia untuk Jepang. Jelas dong mereka sudah pernah pergi ke Jepang. Cuma aku yang belum pernah ke Jepang. Hiks 😦 tapi hebat kan, aku bisa masuk komunitas mereka? (Senyum ala devil n_n). Nama komunitasnya adalah ‘5-fun Dake’, kami berkumpul hanya untuk berbagi cerita dalam Bahasa Jepang dengan durasi masing-masing 5 menit. Dari informasi-informasi yang diberikan oleh para anggota komunitas inilah akhirnya aku mengenal pusat kebudayaan Jepang (The Japan Foundation) dan Kedutaan Besar Jepang. Lalu aku sering berkunjung ke sana untuk meminjam buku di perpustakaan lembaga-lembaga tersebut sekalian mencari informasi selengkap-lengkapnya mengenai beasiswa kuliah di Jepang : MONBUKAGAKUSHO.

Ya, beasiswa tersebut telah aku incar sejak aku kelas 1 SMA. Mati-matian aku berjuang agar bisa mendapatkan beasiswa tersebut. Pokoknya aku harus bisa ke Jepang. Titik. Ups, sebentar, ceritanya belum habis masih pake koma lagi ya (hihihi…), semoga pembaca tidak ngantuk. Untuk itu aku sampai mengikuti Ujian Kemampuan Berbahasa Jepang (JLPT/Noryoku Shiken), yang mana Euis-sensei menyuruhku untuk mengikuti level 3 (level sedang) tanpa memulai dari level terendah (waktu itu level 4 masih level terendah) terlebih dahulu. Beberapa hari menjelang ujian, aku belajar  siang-malam pakai Sistem Kebut Semalam, supaya bisa lulus dan mendapat sertifikat N3. Walhasil pada hari ‘H’-nya ujian berlangsung, hidungku meler dipenuhi lendir yang sukses membuatku tidak bisa konsentrasi mengerjakan soal. Akhirnya beberapa bulan kemudian sertifikat N3 pun diantar ke sekolah, dan Euis-sensei menunjukkannya padaku dengan ekspresi wajah yang ditekuk. Dalam sertifikat tersebut tertulis  jelas namaku telah FAILED mengikuti Noryoku Shiken Level 3. Hebat kan sodara-sodara 😀

Padahal kampus impianku Todai (Tokyo Daigaku aka University of Tokyo) telah lama kudambakan. Aku ingin berkuliah di sana mengambil program sosiologi (humaniora), atau fakultas yang berkaitan dengan profesi reporter, pembaca berita, ataupun peramal cuaca (karena kecintaanku terhadap Tamaki Aso aka Honami Suzuki). Aku terus berusaha agar beasiswa monbukagakusho itu berhasil kugenggam. Saat aku lulus SMA, seleksi nilai rapor dan NEM-ku lolos. Yippee… Aku dipanggil oleh pihak kedutaan untuk mengikuti tes tertulis : Sejarah, Matematika, dan Ekonomi yang mana kesemuanya dicetak dalam Bahasa Inggris. Lagi-lagi aku lolos. Namun aku menghadapi tantangan, ibuku tidak meridhai kepergianku ke Jepang. Alasannya adalah ibuku tidak mau aku menjadi anak yang durhaka. Aneh? Dalam surat perjanjian antara pemerintah Jepang dengan calon penerima beasiswanya terdapat butir yang menyatakan, “Pemerintah Jepang tidak menanggung biaya kepulangan mahasiswa ke tanah airnya selama mahasiswa tersebut masih menjalani study,” dengan kata lain seumpama terjadi sesuatu hal terhadap keluargaku di Indonesia misalnya sakit atau meninggal dunia, aku tidak dapat pulang untuk melihat mereka. Terkecuali aku punya ongkos sendiri. Dan berhubung keluargaku tidak mampu, tentu aku tidak bisa pulang dengan ongkos sendiri. Pada akhirnya aku menggugurkan beasiswa yang sebenarnya sudah di depan mataku kala itu. Betapa bodohnya aku, bukan?

Alasan lain mama melarangku ke Jepang adalah karena aku satu-satunya tumpuan harapan mama untuk menjadi tulang punggung keluarga. Sebagai seorang janda, mama merasa sudah tidak produktif untuk bekerja (41 tahun). Aku sangat diharapkannya untuk bisa membiayai dua orang adikku yang masih sangat kecil. Padahal waktu itu aku bertekad, sebagian dari uang beasiswaku akan kukirimkan untuk mama seumpama aku berhasil dikirim ke Jepang, dan aku juga akan mencoba bekerja part time di Jepang demi membantu mama. Namun mama tetap tidak mengizinkanku pergi.

Aku benar-benar kecewa pada mama yang melarang keras untuk mengambil beasiswa tersebut. Sampai lalu kuputuskan untuk hijrah ke Pulau Kalimantan tempat di mana aku berada sekarang, mengucilkan diri selama sepuluh tahun lamanya karena perasaan malu kepada teman-temanku di Bogor yang berhasil melanjutkan study ke universitas-universitas ternama di negeri ini. Aku malu tidak dapat melanjutkan study ke perguruan tinggi dikarenakan tidak memiliki biaya. Lantas di Pulau Kalimantan inilah akhirnya aku mencoba mencari kerja dengan berbekal hanya selembar ijazah SMA. Di tanah ini pula aku mengalami jatuh bangun mengumpulkan rupiah demi rupiah untuk menata masa depanku, hingga akhirnya impian-impianku tentang Jepang menjadi sirna. Impianku untuk berkunjung ke sana terlupakan begitu saja seiring berjalannya waktu yang tengah mengantarku menuju masa depan dengan selembar ijazah sarjana yang telah kuperoleh dari UT.

Sekarang setelah 10 tahun berlalu tugasku membantu keluarga sedikit-banyak berkurang, adikku yang pertama telah berhasil mewujudkan impiannya, terbang melanglang buana mengunjungi pelbagai pelosok negeri, sebagai seorang pramugari. Tentu saja dia telah menjadi kebanggaan mama. Dan kini mama lebih bergantung padanya. Dulu akupun pernah mendambakan pekerjaan tersebut (pramugara). Namun aku tak pernah mendapat dukungan dari mama. Alhasil aku hanya bisa menjadi seorang penerus Oemar Bakri di tanah pedalaman ini. Miris rasanya segala apa yang kucita-citakan hanya mendapat cibiran. Tapi setidaknya aku telah menunjukkan kepada mama bahwa aku telah tumbuh menjadi anak yang mandiri, aku mampu berdiri dengan kakiku sendiri. Sekarang sudah saatnya aku bebas mewujudkan mimpi-mimpiku yang dulu terkubur, bukan?

Hingga pada suatu hari, saat aku mengomentari blog seorang teman : Mas Adi Wibowo. Yang kukenal melalui Blog MyOpera. Tidak kusangka komentarku tentang Bahasa Jepang di blognya telah menginspirasi (atau lebih tepatnya memotivasi) beliau untuk meraih impiannya bekerja di Jepang. Pertemanan kami lalu merambah ke media sosial lainnya : Facebook, WordPress, dan BBM. Tak dinyana beliau berhasil meraih impiannya tersebut. Dan kini sudah berada di Jepang setelah menjalani perjuangan yang begitu panjang. Tinggal aku yang belum berhasil mewujudkan impianku. Sekarang malah beliau yang terus gantian menyemangatiku  agar aku dapat segera menyusulnya. Walau dulu mimpiku ini sempat ditentang oleh mama, salahkah bila sekarang aku masih terus bermimpi agar segera terbang ke sana? Walau bukan untuk menemui Honami Suzuki, maupun berkuliah di Todai dengan jurusan jurnalistik dan sosiologi. Aku ingin ke sana untuk menimba ilmu-ilmu lain yang belum kuketahui dan ingin kugali. Membaca tulisan para blogger yang namanya kucantumkan di atas, hatiku telah mantap mengatakan : “YA, MENGAPA HARUS TAKUT UNTUK BERMIMPI?”

Let’s Learn Japanese #3

image

Let’s Learn Japanese #3

AMARI

Amari is a conjunction which marks a cause that involves excessive action.

Its meaning : because of too much ~; because ~ too much; so ~ that ~ [REL. Sugiru]

¤Key Sentences
(A)
Watashi wa sono ban koufun no amari nerarenakatta.
(I was so excited that I couldn’t sleep that night.)

(B)
Kono kyoukashou wa bunpou o juushisuru amari omoshirokunai mono ni natte shimatta.
(This textbook has turned out to be an uninteresting one because it stressed grammar too much.)

Formation
1. N no amari
Shinpai no amari (because of too much anxiety)

2. Vinf amari
Youjinsuru amari (someone is so cautious that)

Examples
1. Akiko wa kyoufu no amari koe mo denakatta.
(Akiko was so frightened that she couldn’t even make a sound.)

2. Watashi wa yorokobi no amari omowazu tonari no hito ni dakitsuite shimatta.
(I was so happy that I hugged the person beside me without thinking.)

3. Nihon no Eigo kyouiku wa bunpou ga kyouchou sareru amari kaiwa ryoku no yousei ga orosoka ni natte iru you da.
(As for English education in Japan, it seems that because grammar is emphasized too much, the development of conversational skills is neglected.)

4. Kondo no kaigou wa keishiki o omonzuru amari naiyou ga toboshikunatte shimatta.
(The last meeting ended up having little content because it focused too much on formalities.)

Notes
1. Clauses and phrases involving the conjunction amari can be rephrased using the adverb amari and the conjunction node or tame ni, as in (1).
(1) A. Watashi wa sono ban amari koufun shita {node/tame ni} nerarenakatta.
     B. Sono kyoukashou wa amari bunpou o juushi shita {node/tame ni} omoshirokunai mono ni natte shimatta.

2. Adj (i) and Adj (na) cannot precede amari, as seen in (2) and (3).
(2) Watashi wa {kanashimono/kanashii} amari namida mo denakatta.
(I was so sad that I couldn’t even cry (lit. Even tears didn’t come out).)
(3) Karera wa {shinpaino/shinpaina} amari shokuji mo node o tooranai yousudatta.
(It looked like they were so anxious that they couldn’t even eat (lit. Even foods didn’t go through their throats).)

3. Vinf can be either past or nonpast when it represents a past action or event, as in (4), although the nonpast form is more common.
(4) Kono kyoukasho wa bunpou o juushishita amari omoshirokunai mono ni natte shimatta.

[Related Expression]
The auxilliary verb sugiru expresses a similar idea. For example, KS (A) and (B) can be rephrased using sugiru, as in [1].
[1] A. Watashi wa sono bankoufun {no amari/shisugite} nerarenakatta.
     B. Kono kyoukasho wa bunpou o juushi {suru amari/shisugite} omoshirokunai mono ni natte shimatta.

However, there are some differences between amari and sugiru. First, amari is always a part of an adverbial clause or phrase which expresses a cause. Sugiru, however, does not always express cause and can be in the predicate of a main clause. Second, amari is used only when the verb or noun represents a psychological action or state. Thus, the following sentences are unacceptable.

image

[2] Kinou biiru o nomi amari kyou atama ga itai.
(Yesterday I drank too much beer and I have a headache today.)
Cf. Kinou amari biiru o nonda {node/tame ni} kyou atama ga itai.

[3] Tsukare no amari shokuyoku ga nai.
(I am so tired that I have no appetite.)

Third, sugiru is used in both spoken and written Japanese while amari is limited in use to formal written Japanese.

Let’s Learn Japanese Language #2

image

Let’s Learn Japanese #2

Dear readers, I’m sorry for being late to post this article. I know some of you have recently opened my page just to check whether my previous post about learning Japanese has already been continued or not.

image

Well, to start our lesson today. I would like to explain about introduction in Japanese.

Japanese people like to bend their body in front of other people whom they meet as a respect. It’s called as OJIGI. When we introduce ourselves to other people we must do ‘ojigi’ first before saying who we are and where we are from, after finish the introduction we close it with ‘ojigi’ too.

Hajimemashite : Let me introduce myself
Watashi wa … (Your name) desu : I am …
Watashi wa … (Your place) kara desu : I am from …
Douzo yoroshiku onegai-shimasu : It’s nice to see you

The word ‘desu’ has a similar meaning with ‘to be’ in English. Different with another languanges in this world, Japanese linguistics has a very unique pattern of sentences and statements. If English has pattern : Subject-Verb/Predicate-Object-Adverb
Japanese language is totally different. Japanese language has a pattern where the verb must be put at the end of statement! While after subject there must be an Adverb or Object, so the pattern is :
Subject-Adverb-Object-Verb/Predicate

For example :
Watashi wa pan to tamago o tabemasu
(I eat bread and egg)

Watashi : I
Pan : bread
To : and
Tamago : egg
Tabemasu : eat

image

Before tackling complex sentence structures, it is essential to understand the basic structure of Japanese sentences. First, let us consider the following sentence.

(1) Watashi wa yuube tomodachi no apaato de terebi o mite ita.
(Last night I was watching TV in my friend’s apartment.)

(1) Is a simple sentence (I.e., a sentence with a single verbal). The structure of this sentence can be diagramed as follows.

(2) Pre-verbal element
Watashi wa {Subject (Topic)} : I
Yuube {Time} : last night
Tomodachi no apaato de {Location} : in my friend’s apartment
Terebi o {Direct object} : television

Verbal
Mite ita : was watching

As (2) illustrates, Japanese simple sentences usually consist of a verbal and some pre-verbal elements. Complete sentences in Japanese must contain a verbal, and in some instances simple sentences have only verbals (e.g., imperative sentences). Thus, verbals are considered to be the ‘hub’ of sentences. As a matter of fact, sentences are constructed in such a way that the verbals are modified by pre verbal elements. About this structure I’ll explain next time at the next posts.

The expression of ‘Douzo yoroshiku onegai-shimasu’ actually has a deeply meaning which accurately is “Please, help me and receive my introduction kindly!” As I have told you before in my previous post about learning Japanese people that we must see what they show us, because there is a few words being said by them, but more acts shown by body language! So, please remember when you say the expression ‘Douzo yoroshiku onegai-shimasu’, you bend your body politely!

Here is a dialogue for more illustrations.

image

Budi : Minasan, konnichi wa. Hajimemashite. Watashi wa Budi desu. Watashi wa Indoneshia kara desu. Douzo yoroshiku onegai-shimasu.

Watanabe : Kochirakoso Budi-san. Hajimemashite. Watashi no namae wa Watanabe desu. Osaka kara kimashita. Douzo yoroshiku onegai-shimasu.

Translation
Budi : Good day, everybody. Allow me to introduce myself. I am Budi. I am from Indonesia. Nice to see you all.

Watanabe : Welcome, Mr. Budi! Let me introduce myself. My name is Watanabe. I came from Osaka. Nice to see you too.

The expression ‘Douzo yoroshiku onegai-shimasu’ is one of the most polite form when you say ‘Nice to see you’. It can be shortened into ‘Douzo yoroshiku’ or just ‘yoroshiku’, and it’s still respected as formal statement as well.

One thing we must remember, when we would like to give a visiting card to a Japanese, we must give it with ‘ojigi’ as usual. And so must the receiver. Ojigi is a very important thing in Japanese daily life. When you show your sympathy, please do ‘ojigi’! When you express thankful to someone, please do ‘ojigi’! And when you’re so sorry because of a mistake, please do ‘ojigi’!  

image

Budi : Kore wa watashi no meishi desu.

Watanabe : Doumo arigatou gozaimasu.

Budi : Shitsurei desu ga, O-shigoto wa nan desu ka?

Watanabe : Kenchiku-ka desu.

Budi : Sou, desu ka.

Translation
Budi : This is my visiting card.

Watanabe : Thank you very much.

Budi : Excuse me, what is your profession?

Watanabe : (I am an) architect.

Budi : I see.

Vocabularies
Kore : This
Watashi no : My
Meishi : visiting card
Doumo : Very much
Arigatou gozaimasu or sometimes just ‘Arigatou’ : Thank you
Shitsurei desu ga : I’m sorry/Excuse me for being impolite
O-shigoto : your job/your profession
Shigoto : job/profession
Nan : what
Kenchiku-ka : Architect
Sou : Really?
Sou desu ka : Oh, I see.

Sometimes Japanese people do not mention subject or object in a direct communication along they know each other what the topics and the subjects being talked. Even they rarely mention themselves as the subject in the discussion. Like in the dialogue above when Budi asked Watanabe what is his profession, Watanabe didn’t say ‘Watashi wa …,’ as the meaning ‘I am a …’ But Watanabe replied by mentioning his profession directly ‘Kenchiku-ka desu’.

This is should be underlined by us, that Japanese people seems so careful when they would say ‘Anata’ to their discuss-mate. Although the word ‘anata’ (means : you) is more polite than ‘kimi’, but it’s seldom used in interactive discussion. People more often used ‘O’ as the subtitutor of ‘anata’. For example.

O-namae wa nan desu ka?
(What is your name?)
Not ‘Anata no namae’!

O-shigoto wa nan desu ka?
(What is your profession?)
Not ‘Anata no shigoto’!

O-kuni wa doko desu ka?
(Where is your country?)
Not ‘Anata no kuni’

It seems a little bit taboo to say ‘anata’. And here are some reasons why it’s hard to say.

1) Anata is often said when a mother gets angry to her child or her husband. And so does the husband;
2) Anata is often said when a teacher scolds his/her student;
3) Anata is often said when a mother in law calls her daughter in law (in this case the daughter in law doesn’t obey her advice).

So, be careful when you talk with Japanese! Do speechless, but more acts! See you at the next post! 🙂