Bedah Buku Asma Nadia

Alhamdulillah bertemu, berbincang, dan berfoto bersama novelis terkenal Asma Nadia. Kemudian saling memfollow, menyukai foto, dan mengomentari foto di Instagram. Beliau orang yang cantik, ramah, lembut, rendah hati, dan senang berbagi ilmu. Semoga saya dapat menyusul kesuksesannya, produktif dalam berkarya. Aamiin yarabbalalamin.

Demam Tere Liye

image

Ceritanya pas gue mulai ngajar lagi di SMA Negeri 1 Balai Riam, gue duduk di kantor bersebelahan sama seorang guru baru yang cantik banget masih single lagi. Asyeek… siapa tahu bisa pdkt, huhu emang dasar modus ya gue! :D. Namanya Bu Ririn. Beliau mengampu pelajaran Bahasa Indonesia. Cerita punya cerita ternyata beliau punya hobi yang sama dengan gue, baca novel. Dan ternyata lagi nih, beliau adalah seorang penggemar berat novelis yang karya-karyanya kerap menjadi best seller. Pembaca tahu kan novel Hafalan Shalat Delisha, Bidadari-Bidadari Surga, dan Ayahku (Bukan) Pembohong? Yup, itu semua adalah karya-karyanya Tere Liye. Gue pribadi sering banget dengar nama penulis itu, tapi belum pernah baca karya-karyanya (Hellooo… ke mana aja dirimu selama ini, Gih? Nyasar di bulan ya?). Sampai suatu hari gue juga lupa gimana awal ceritanya, tiba-tiba aja Bu Ririn nyodorin salah satu koleksinya ke gue. Judul novelnya Rindu. Jujur, pertama kali baca novel itu kesannya membosankan. Menurut gue novel Rindu karya Tere Liye termasuk bacaan yang berat. Gue baru mulai suka sama karya-karya Tere Liye setelah gue disodorin lagi novelnya sama Bu Ririn, kali ini judulnya Ayahku (Bukan) Pembohong. Lagi di awal-awal cerita gue ngerasa bosan ngebacanya. Setelah gue paksa diri gue buat menyelesaikan bacaan tersebut, di pertengahan cerita gue baru mulai tertarik. Kesempatan ketiga kalinya, gue mendapat kehormatan dari Bu Ririn buat baca novel-novelnya yang baru aja dibeli (masih dibungkus plastik Gramedia) dan belum dibaca sama sekali sama beliau. Dua buah novel berseri (mungkin trilogi atau kwartet) judulnya Bumi, dan Bulan. Nah, sejak baca novel-novel inilah gue mulai ketularan virus addicted-nya Bu Ririn terhadap karya-karya Tere Liye.

Mungkin waktu awal baca karangan Tere Liye gue sempat ngerasa minat nggak minat lantaran gue ngira kalau Tere Liye itu adalah cewek. Gue lebih suka novel yang ditulis sama cowok, seperti Hilman Hariwijaya, Raditya Dika, Andrea Hirata, dan si AK sahabat gue dari Katingan yang belakangan ini udah nerbitin 5 buah novel karyanya. Huhu… iri banget sama si AK ini. Tapi setelah tahu kalau sebenarnya Tere Liye itu adalah seorang cowok, minat baca gue terhadap karya-karya Tere Liye semakin besar. Maafin ane ya Bang, udah salah ngira selama ini. Tahu gitu, gue juga udah jadi member ‘Tereh Lieur’ dari dulu. Eh salah, maksud gue Tere Liyers (fans-nya Tere Liye). Gak perlu banyak basa-basi lagi kali ya, kali ini gue mau ngebahas sedikit karya-karya Tere Liye yang udah gue baca. Walaupun sebenarnya udah telat buat dibahas. Tapi gak apa-apa donk kalo gue mau nulis juga. Siapa tahu jadi rekomendasi buat kalian yang belum pernah baca.

1. Pulang
Novel satu ini merupakan novel terbaru Tere Liye. Buku yang gue pegang merupakan cetakan keempat yang dipublikasikan bulan Oktober kemarin. Cerita ini mengisahkan tentang seorang pemuda bernama Bujang yang tinggal di sebuah desa di Bukit Barisan. Sejak kecil ia tidak pernah makan bangku sekolah (lagian, siapa juga yang mau ‘makan’ bangku! 😀 ). Akan tetapi Midah, ibunya, getol mengajarinya membaca, berhitung, pelajaran agama dan sembahyang. Entah mengapa Samad, ayahnya, sering memukulnya bila ia menunaikan shalat dan mengaji. Hingga suatu hari datang seorang pria bernama Tauke Muda, sahabat dari Samad, datang mengunjungi Bukit Barisan. Tauke Muda beserta rombongannya membawa sebuah misi menangkap babi hutan yang merusak perkebunan warga. Bujang diajak serta bersamanya atas seizin Samad. Bujang yang sebenarnya penakut berubah menjadi pemberani tatkala ‘Raja Babi Hutan’ menyerang Tauke Muda. Akhirnya Tauke Muda berhasil diselamatkannya dan Bujang ikut ke kota bersama Tauke Muda. Midah melepas kepergian anaknya dengan hati berat.

Singkat cerita Bujang akhirnya disekolahkan oleh Tauke Muda atau lebih sering disebut Tauke Besar dalam keluarga Tong, sebuah keluarga yang menguasai shadow economy. Tauke Muda telah menggantikan ayahnya yang telah meninggal. Ada dua orang penting yang ada di rumah Tauke. Satu bernama Kopong, kepala tukang pukul. Dua, Mansur, kepala keuangan, logistik, dan lain-lain. Kawan pertama Bujang bernama Basyir, pemuda keturunan Arab. Di keluarga tersebut, Basyir mendapat tugas sebagai tukang pukul. Setiap hari, Basyir menceritakan aksinya kepada Bujang. Bujang pun menginginkan pula posisi tukang pukul di keluarga Tong. Ia pun meminta kepada Tauke Besar. Akan tetapi, Tauke menolaknya. Dia justru menyuruh Bujang untuk sekolah dan belajar. Bujang dikenalkan dengan Frans, guru dari Amerika. Awalnya Bujang menolak. Tapi, setelah kalah di amok, semacam tes untuk menjadi tukang pukul, Bujang pun akhirnya mau belajar. Dia menyelesaikan sekolahnya. Bahkan dia menyelesaikan kuliah master di luar negeri. Selain sekolah, Bujang juga belajar menjadi tukang pukul. Kopong yang mengajarinya. Dia juga mencarikan guru untuk Bujang agar dapat melatih kemampuan beladirinya. Bujang tumbuh menjadi pemuda yang pintar dan kuat fisiknya. Ia pun menjadi tukang pukul nomor satu di keluarga Tong. Dia menyelesaikan banyak masalah tingkat tinggi. Namun, masalah demi masalah muncul, hingga tiba saatnya Sang Pengkhianat keluar dan memicu peperangan. Siapakah pengkhianat tersebut? Dimanakah letak ‘pulang’ dalam cerita? Apakah Bujang berhenti menjadi tukang pukul dan kembali ke kedua orang tuanya yang tinggal di Bukit Barisan? Perjanjian apa yang telah disepakati antara Samad dan Tauke di masa lalu?

image

2. Ayahku (Bukan) Pembohong
Dam adalah seorang anak yang dididik dan dibesarkan dengan segala cerita hebat masa muda ayahnya. Tapi dengan semua cerita itulah, tumbuh kepribadian yang baik dalam diri Dam. Pengajaran yang sederhana, namun berdampak sangat besar. Ayah Dam adalah seseorang yang dikenal sebagai pegawai negeri biasa yang ramah, baik dan tidak pernah berbohong dalam setiap ucapannya. Hampir seluruh kota tempat mereka tinggal, kenal dengannya. Dam sangat mengidolakan ayahnya karena cerita-cerita itu, salah satunya adalah tentang seorang pemain sepak bola terkenal yang dijuluki “Sang Kapten”. Ayah menceritakan bagaimana pekerja kerasnya sang Kapten saat masih kecil, bekerja menjadi pengantar sup untuk menghidupi keluarganya dan juga terus berlatih saat ada waktu demi meraih cita-citanya menjadi pemain sepak bola. Dari cerita itu Dam belajar yang namanya kerja keras.

Di sekolah, Jarjit, teman sekelas Dam (berarti Dam teman sekelas Ipin-Upin donk 😀 ), selalu menggangu Dam. Tapi Dam selalu berusaha sabar karena ia ingat bagaimana sabarnya suku Penguasa Angin walaupun sudah dijajah beratus-ratus tahun. Mereka hanya diam agar tidak terjadi pertumpahan darah. Sampai suatu ketika, mereka berhasil mengusir para penjajah itu dalam suatu pertandingan yang dimenangkan suku Penguasa Angin. Begitu pula halnya dengan Dam dan Jarjit, mereka akhirnya berteman karena sebuah pertandingan, namun kali ini tidak ada sang pemenang. Hari berganti menjadi minggu, bulan dan tahun, kini Dam sudah lulus SMP dan ayahnya mendaftarkannya di sekolah berasrama bernama Akademi Gajah (Si Dam anak gajah apa ya?). Dam tiba di sana dengan menaiki kereta api selama 8 jam dari kotanya. Di tahun pertama ini Dam sering membuat masalah yaitu dengan menonton Piala Dunia beramai-ramai di kamarnya sehingga Dam dan Retro (teman sekamar Dam) dihukum kepala sekolah. Juga saat pelajaran tentang gravitasi, mereka merusak alatnya sehingga dihukum menunggui buah apel jatuh dari pohonnya. Awalnya Dam memang kesal dan bosan di sana, tapi akhirnya Dam memiliki kesenangannya sendiri di sana, yaitu menggambar bangunan sekolah untuk ditunjukkan kepada ibunya. Akhirnya Dam pulang untuk liburan, sepanjang perjalanan Dam membantu seorang ibu untuk mengurus anak-anaknya.

Selama di rumah, Dam mengerjakan pekerjaan rumah karena ibunya sakit. Menceritakan pengalamannya di Akademi Gajah dan juga menunjukkan gambarnya. Mereka juga merayakan ulang tahun ibu secara kecil-kecilan. Sampai akhirnya Dam harus kembali ke Akademi Gajah. Setelah liburan kali ini, Dam membuat masalah dengan mengundang teman-temannya ke kamarnya untuk merayakan ulang tahun Retro. Akhirnya mereka berdua dipanggil kepala sekolah dan dihukum membersihkan perpustakaan. Retro sangat kesal sedangkan Dam senang karena bisa melanjutkan gambarnya. Tingal beberapa hari menjelang pembebasan hukuman, Dam dikagetkan dengan judul buku yang sedang dibaca Retro, “Apel Emas Lembah Bukhara”. Dam ingat itu adalah cerita petualangan ayahnya tentang keindahan lembah Bukhara yang dibangun selama 100 tahun karena kerusakan yang ditimbulkan oleh penambang liar. Juga tentang adanya apel emas yang diberikan pada ayahnya.

Karena hal itu berhari-hari Dam mencari buku lain, dan akhirnya Dam menemukan buku berjudul: Suku Penguasa Angin. Ini membuat Dam semakin penasaran dengan keaslian cerita ayahnya. Sampai pertanyaan itupun terlontarkan pada liburan Dam yang kedua. Pertanyaan yang membuat ayahnya tersinggung dan sampai Dam pulang pun mereka masih dalam keadaan canggung. Liburan kali ini pun ibu terlihat semakin kurang sehat. Selesai liburan, Dam kembali ke Akademi Gajah dan langsung dihadiahi hukuman untuk membayar buku perpustakaan yang rusak. Akhirnya Dam bekerja di rumah penduduk dan banyak temannya yang ikut serta. Dam juga menabung untuk biaya pengobatan ibunya. Namun pada pagi setelah acara perburuan tim memanah, Dam mendapatkan kabar bahwa ibunya sakit. Ia langsung membereskan barangnya dan pulang.

Sampai di sana, Dam sangat marah pada ayahnya karena berbohong tentang keadaan ibunya setahun lalu. Melalui penanganan dokter, ibu Dam tetap tidak dapat diselamatkan. Malam itu Dam memutuskan untuk berhenti mempercayai semua cerita ayahnya. Sehari setelah pemakaman ibunya, Dam kembali ke Akademi Gajah. Sekolah itu kosong. Dam menemui kepala sekolah dan mendapatkan ijazah beserta sertifikat penghargaannya, Dam juga mendapatkan surat pengantar masuk universitas. Akhirnya Dam dapat kuliah dengan menggunakan surat itu. Beberapa tahun kemudian, Dam bertemu dengan Taani (teman SMP Dam), mereka mengobrol dan jadi sering bertemu. Semakin lama mereka menjadi dekat dan memutuskan untuk menikah dengan syarat dari Taani, bahwa kelak ayah bisa tinggal dengan mereka.

Dua tahun kemudian
Lahirlah anak pertama mereka, Zas. Taani sering mengunjungi ayah bersama Zas dan lebih sering lagi saat lahirnya anak kedua mereka 2 tahun kemudian, Qon. Saat Zas berusia 8 tahun dan Qon 6 tahun, akhirnya Dam memperbolehkan ayah tinggal dengan mereka. Selama ayah tinggal dengan mereka, Dam selalu berusaha menjauhkan anak-anaknya dari segala cerita ayahnya, tapi dilarang Taani. Yang selalu ayah ceritakan sama dengan yang diceritakannya pada Dam. Hanya saja kini ayah menceritakan pemain sepak bola terkenal pada masa kini “Si Nomor 10” yang baru saja meneleponnya. Sampai suatu hari Dam mengetahui kalau anaknya membolos yang ternyata karena mencari cerita kakeknya di perpustakaan kota. Dam marah dan menghukum mereka juga melarang ayahnya bercerita. Saat Dam pergi dinas, ayah kembali bercerita hanya saja itu tentang Akademi Gajah dan ibu Dam. Dam yang mengetahuinya marah dan di malam hujan itu ayah disuruhnya pergi dari rumah. Dam kembali ke ruang kerjanya dan mencari Akademi Gajah namun tidak ditemukan, ini membuat Dam bingung sampai Dam menuliskan nama ibunya di kolom pencarian dan keluarlah semua berita tentang ibunya yang ternyata seorang artis saat masih muda seperti yang diberitahukan semua orang selama ini padanya.

Esok harinya ayah dibawa ke rumah sakit karena pingsan di pemakaman kota. Setelah ditangani ayah sempat siuman dan memanggil Dam. Ayah meminta Dam mendengarkan cerita terakhirnya tentang Danau Para Sufi. Danau Para Sufi adalah danau yang dibuat oleh ayahnya selama bertahun-tahun untuk mencari tahu definisi dari kebahagiaan dan akhirnya ayah mendapatkan jawaban. Definisi kebahagiaan itu adalah hati yang lapang, jika seseorang memiliki hati yang lapang maka hidup dalam kesederhanaan pun akan terasa indah dan itulah kebahagiaan. Setelah bercerita, akhirnya ayah pergi untuk selama-lamanya. Dan hari itu Dam tahu bahwa selama ini ibunya bahagia.

Pada hari pemakaman ayah Dam, tempat itu dipenuhi hampir seluruh warga kota itu sendiri. Mereka menyalami Dam dan mengucapkan rasa belasungkawanya. Namun saat melihat ke langit Dam dikejutkan dengan adanya formasi layang-layang di musim hujan seperti ini yang menurut Qon adalah formasi layang-layang suku Penguasa Angin. Namun yang membuat Dam merasa lebih kaget, bersalah sekaligus terharu adalah ketika “Sang Kapten” dan “Si Nomor 10” datang dan mengucapkan rasa sedihnya karena tidak sempat bertemu dengan ayahnya. Dam hanya bisa terisak mendengarnya.

Pagi itu Dam tahu, ayahnya bukan pembohong.

image

3. Bumi
Nah, cerita yang satu ini lumayan seru. Adalah Raib seorang gadis remaja berusia 15 tahun kelas sepuluh SMA yang menyimpan sebuah rahasia. Hanya dengan menangkupkan kedua telapak tangan ke wajahnya, Raib bisa menghilang tak terlihat oleh siapa pun. Raib punya 2 ekor kucing angora yang dipeliharanya sejak ulang tahunnya yang ke-6. Akan tetapi mama-papanya hanya melihat satu ekor saja yang dipelihara Raib. Mereka menyebut kucing peliharaan Raib, ‘Si Hitam Atau Si Putih’. Dan mereka beranggapan kalau selama ini Raib suka berimajinasi. Suatu hari Si Hitam menghilang. Dan tiba-tiba saja sesosok misterius datang menemui Raib melalui cermin yang ada di kamarnya. Ia menyuruh Raib agar menghilangkan sebuah novel tebal milik Raib. Sosok itu terus datang mengusiknya hingga menyulap Si Hitam yang selama ini menghilang menjadi serigala yang menakutkan dan mencengkeram Si Putih agar Raib dapat berkonsentrasi menghilangkan novel seperti yang diperintahkannya. Dalam keadaan terpaksa Raib berhasil melakukannya. Sejak saat itu Raib dapat menghilangkan berbagai benda yang ada di dalam kamarnya. Tetapi ia tidak dapat mengembalikannya ke tempat semula. Nah lho!

Di sekolah Raib memiliki seorang sahabat bernama Seli, guru matematika yang galak bernama Miss Selena tetapi biasa dipanggil Miss Keriting, dan seorang teman laki-laki yang selalu membuat ulah bernama Ali. Ali sangat yakin kalau Raib memiliki kemampuan dapat menghilang. Diam-diam Ali tengah melakukan penyelidikan terhadap Raib dengan memasang benda-benda aneh yang sengaja dibuatnya sebagai alat penyadap. Benda-benda itu  disimpan di dalam tas Raib dan sebagian dipasang di rumah Raib saat Ali berkunjung ke rumah Raib dengan berpura-pura ingin mengerjakan tugas pelajaran bahasa bersama.

Permasalahan mulai timbul ketika terjadi kerusakan listrik di sekolah. Tiang listrik yang terletak di dekat kantin sekolah mendadak roboh hingga nyaris menghantam Raib dan Seli. Entah mengapa demi menyelamatkan Raib, Seli dapat menyingkirkan kabel-kabel listrik yang menjuntai laksana tentakel gurita yang ingin menyambar mereka. Seli tidak tersengat aliran listrik sama sekali. Ia bahkan dapat menahan tiang listrik yang sudah mendekati tubuhnya dan Raib. Seketika itu pula Raib berkonsentrasi menghilangkan tiang listrik dari atas tubuh mereka. Tiang listrik akhirnya menghilang entah ke mana. Ali yang melihat kejadian itu mengajak kedua gadis berkekuatan ajaib tersebut bersembunyi di aula sekolah guna menghilangkan jejak dari polisi dan para pemadam kebakaran yang mungkin akan menginterograsi mereka mengenai bagaimana peristiwa itu dapat terjadi.

Keadaan semakin mencekam tatkala tiba-tiba sosok misterius yang sering mengusik Raib melalui cermin di kamarnya muncul secara nyata di hadapan mereka. Sosok itu bernama Tamus. Ia datang bersama 8 orang pasukannya guna membawa Raib ke dunianya, yakni Klan Bulan. Ternyata Raib bukan manusia bumi. Begitu juga dengan Seli. Raib merupakan keturunan manusia yang berasal dari Klan Bulan, sedangkan Seli merupakan keturunan manusia yang berasal dari Klan Matahari. Akan tetapi Raib enggan diajak Tamus kembali ke dunianya. Perlawanan pun terjadi. Di saat keadaan Raib dan teman-temannya mulai lemah, Miss Selena datang menyelamatkan mereka. Di luar dugaan Miss Selena memiliki kekuatan yang begitu hebat. Ia mampu melawan Tamus. Rupanya dulu ia adalah bekas murid Tamus, kemudian ia berbalik mengkhianati Tamus setelah tahu rencana jahat Tamus untuk menguasai seluruh klan yang ada di dunia: Klan Bumi, Klan Bulan, Klan Matahari, dan Klan Bintang. Tamus sangat sulit dikalahkan. Perlawanan Miss Selena berhasil dipatahkannya. Bahkan Miss Selena berhasil diringkusnya dengan menggunakan jaring perak. Sebelum Tamus berhasil menangkap Raib, Miss Selena memerintahkan Raib dan kawan-kawan untuk membuka buku PR matematika milik Raib. Semua rahasia tentang mereka terdapat di dalam buku itu. Melalui lorong pemintas yang dibuka oleh Miss Selena, Raib dan kawan-kawan berhasil lolos dari Tamus dan pasukannya.

Lorong pemintas yang dibukakan oleh Miss Selena mengantarkan Raib dan kawan-kawannya ke dalam kamar Raib. Mereka segera membuka buku PR matematika Raib guna menyelamatkan Miss Selena. Ajaib, buku PR matematika Raib berhasil membawa mereka bertiga ke dunia yang aneh, Klan Bulan. Dimulailah petualangan ketiga sahabat itu. Di sana mereka bertemu dengan keluarga Ilo yang baik hati. Vey, istri Ilo yang lembut. Juga Ou, anak bungsu Ilo dan Vey yang masih berusia 4 tahun dan sangat menggemaskan. Berkat pertolongan Ilo, Raib dapat menyusuri asal-usulnya dan mencari tahu keberadaan Miss Selena. Ilo juga mempertemukan Raib dan kawan-kawan dengan Av, kepala Perpustakaan Sentral yang dapat menjelaskan segala hal akan kejanggalan-kejanggalan yang dialami Raib. Mereka kemudian memasuki ruangan terlarang di dalam gedung perpustakaan. Di sanalah Raib mendapatkan segala jawaban atas semua rasa penasarannya. Oleh Av, Raib diberi sarung tangan yang dapat menyerap cahaya, sedangkan Seli diberi sarung tangan yang dapat mengeluarkan cahaya. Sementara itu di luar gedung, Tamus dan pasukannya (pasukan bayangan) telah mengepung, merangsek, dan terus mendesak untuk dapat memasuki ruangan terlarang yang sedang Raib masuki. Ilo mengantar Raib dan kawan-kawan ke vila peristirahatannya guna menghindari Tamus. Namun seluruh sistem transportasi yang ada di Klan Bulan telah disabotase oleh Tamus. Beruntung Ily, putra sulung Ilo, menyelamatkan mereka  dari kejaran pasukan bayangan melalui sistem transportasi yang dioperasikannya.

Setelah kucing-kucingan dengan pasukan Tamus di Klan Bulan, akhirnya Raib dan kawan-kawan masuk perangkap Tamus di Perpustakaan Sentral. Tamus tidak pernah bermaksud menguasai seluruh klan yang ada di dunia. Ia hanya menginginkan agar Raib menyerahkan buku PR Matematika miliknya yang merupakan buku kehidupan dan berisi kebijakan-kebijakan hidup. Kemudian Raib diminta untuk membukakan penjara bawah bayangan demi mengeluarkan Si Tanpa Mahkota yang telah terkurung selama ribuan tahun di dalamnya. Menurut pemaparan Tamus, Tanpa Mahkota adalah kakek kakeknya Raib. Selama ini Tanpa Mahkota telah mendapat perlakuan yang tidak adil dari ayahnya yang merupakan Raja Klan Bulan dan rakyat Klan Bulan yang telah menganggapnya jahat. Tamus juga menceritakan kalau kedua orang tua yang telah membesarkan Raib selama ini bukanlah orang tua kandung Raib. Kedua orang tua kandung Raib tewas dalam sebuah kecelakaan pesawat ketika Raib masih bayi. Lantas, bagaimanakah kisah petualangan ini berakhir? Mungkinkah Raib bersedia mengeluarkan Tanpa Mahkota dari penjara bawah bayangan? Mendingan baca aja sendiri ceritanya ya, hehe…

4. Bulan
Ini merupakan sekuel dari novel Bumi. Masih menggunakan sudut pandang yang sama dengan Raib sebagai tokoh utama. Cerita ini dimulai dengan kehidupan Raib, Seli, dan Ali sekembalinya dari Klan Bulan. Enam bulan lamanya mereka menjalani kehidupan layaknya manusia bumi yang normal, tentu saja tanpa kekuatan. Miss Selena yang telah cuti mengajar karena harus menyelesaikan berbagai persoalan di Klan Bulan, akhirnya kembali menemui mereka. Miss Selena bermaksud mengajak Raib ke Klan Matahari guna berdiplomasi dengan para penguasa di sana mengingat mungkin saja sebelumnya Tamus telah mengajak para pemimpin di setiap klan untuk tunduk kepada Si Tanpa Mahkota. Ali dan Seli tidak mau ketinggalan, apalagi Klan Matahari adalah tanah leluhur Seli. Pada hari yang telah ditentukan berangkatlah Raib, Seli, Ali, dan Ily (yang diutus menggantikan Ilo) didampingi Miss Selena dan Av. Setibanya di sana mereka disambut meriah oleh rakyat Klan Matahari. Kedatangan mereka bertepatan dengan Festival Bunga Matahari, di mana 9 fraksi di klan tersebut akan berkompetisi mencari bunga matahari pertama yang mekar pada hari ke-9. Di luar dugaan Raib dan kawan-kawan mendapat kehormatan menjadi kompetitor ke-10 dalam pencarian bunga tersebut. Awalnya Av sangat marah kepada teman korespondensinya. Tetapi Dewan Konsil Klan Matahari akan menolak diplomasi bila permintaan mereka tidak dikabulkan.

Maka dimulailah kembali petualangan Raib dan kawan-kawannya. Sebagai sarana transportasi mereka diberi harimau-harimau putih sebagai tunggangan, yang sebenarnya didatangkan dari Klan Bulan ribuan tahun yang lalu (Jadi inget sinetron 7 Manusia Harimau nih). Av dan Miss Selena tidak ikut serta karena mereka harus berdiplomasi dengan Dewan Konsil. Ketua Konsil memberi keempat remaja tangguh itu petunjuk berupa teka-teki yang mengharuskan mereka bergerak ke utara mencari seruling tak berkesudahan. Perjalanan yang mereka tempuh sangat jauh. Sementara hari mulai gelap dan mereka tidak menemukan perkampungan penduduk untuk bermalam. Beruntung mereka menemukan sebuah rumah di tengah peternakan lebah. Pemilik rumah itu bernama Hana-tara-hata yang berhati baik dan mempersilakan Raib bersama kawan-kawannya untuk bermalam di rumahnya. Hana sempat bercerita kalau putranya yang bernama Mata, meninggal saat mengikuti Festival Bunga Matahari. Keesokan harinya rombongan Raib melanjutkan perjalanan. Sebelum berpisah, Hana sempat berpesan kepadanya agar Raib mau mendengarkan alam, ikuti suara alam. Dalam perjalanan ke arah utara, kelompok Raib melewati hutan di mana sekawanan gorilla mengamuk menyerang mereka. Burung-burung kecil yang lucu tetapi pemakan daging turut menyerang di hutan berikutnya. Hingga akhirnya sampailah mereka di sebuah air terjun yang memancarkan cahaya pada malam hari. Di sanalah Raib mendapatkan petunjuk berikutnya yang mengharuskan mereka bergerak ke arah timur. Berbagai macam ujian dan tantangan mereka hadapi mulai dari teka-teki seorang nelayan di sebuah dermaga tua, monster gurita yang kerap menyerang penduduk, terpisah dari harimau-harimau tunggangan setelah melewati bendungan besar yang jebol karena pintu air dibuka oleh Fraksi Salamander yang sengaja ingin menyingkirkan kelompok Raib, diusir penduduk di Perkampungan Sawah karena tidak menyukai Festival Bunga Matahari, melewati lembah jamur beracun yang dapat meledak dan menebarkan serbuk yang dapat membutakan mata, hingga bertempur melawan ratusan tikus raksasa di Lorong Tikus Bawah Tanah.

Seharusnya kelompok Raib keluar sebagai pemenang jika saja mereka tidak dicurangi oleh fraksi penunggang salamander. Sempat terjadi kekeliruan tujuan terakhir mereka. Ali menduga kalau Kota Ilios merupakan tujuan terakhir mereka. Namun dalam 6 jam terakhir sebelum bunga matahari itu mekar, Raib menyadari bahwa mereka seharusnya berjalan menuju peternakan lebah milik Hana. Benar-benar di luar dugaan, padahal pesan yang disampaikan oleh Hana beberapa hari lalu merupakan indikasi dari jawaban yang sedang Raib cari. Seli kehabisan tenaga menjelang detik-detik terakhir tujuan mereka hingga akhirnya ia terjatuh pingsan di atas harimau tunggangannya. Kedatangan Raib dan teman-temannya tengah dinanti-nantikan oleh Ketua Konsil yang ternyata memiliki niat busuk. Meskipun Fraksi Salamander telah memenangkan kompetisi, Ketua Konsil mendiskualifikasi mereka atas kecurangan yang telah mereka perbuat. Ketua Konsil bahkan membunuh kapten fraksi tersebut. Pertempuran pun tak terelakkan. Ali yang berubah menjadi gorilla pun tak berhasil mengalahkan Ketua Konsil, begitu pula halnya dengan Ily yang akhirnya tewas terkena serangan Ketua Konsil. Ketua Konsil menginginkan Raib yang memetik bunga matahari. Tujuannya adalah ingin membukakan penjara bawah bayangan guna membebaskan Si Tanpa Mahkota. Nah lho, benar-benar kejutan kan? Lantas bagaimana akhirnya, apakah Si Tanpa Mahkota berhasil dibebaskan? Ayo, ayo, buruan ke toko buku atuh!

Dari sekian novel yang udah gue baca, gaya bahasa yang disampaikan Tere Liye sebenarnya mudah dicerna. Banyak majas personifikasi dan metafora yang disebutkan seperti kalimat, “Malam membungkus kota”, “Hujan membasuh bumi”, dan lain sebagainya. Tetapi banyaknya repetisi (pengulangan) kalimat-kalimat tersebut tidak jarang malah membuat pembaca merasa bosan. Untuk membaca ‘Bumi’ aja gue mesti menunda baca gara-gara gue ngerasa bosan baca episode-episode (bab) awal sampai dua minggu lamanya. Pas udah di tengah cerita baru mulai seru, gue pun ngulang lagi bacanya sampai habis selama 20 jam nonstop.

Kalau baca novel Bulan, gue justru ngerasa banyak kejanggalan baik dari segi alur, latar, dan penokohan para karakter. Bukan maksud gue mencari-cari kesalahan Tere Liye sih, karena pada dasarnya gue suka banget baca serial Bumi dan Bulan, malahan gue udah nggak sabar baca sekuel selanjutnya: Matahari (dan mungkin juga Bintang #Ngarep). Mau tahu kejanggalan apa aja yang gue temukan di novel Bulan? Simak ya:

1. Bahasa Klan Matahari hanya Seli dan Av yang mengerti. Tapi pada adegan-adegan tertentu, Raib-Ali-Ily dibuat seolah-olah mengerti bahasa tersebut. Nelayan yang ngasih teka-teki di dermaga tua kok nggak curiga kenapa Seli berkali-kali menerjemahkan bahasa yang si nelayan pake ke teman-temannya? Terus pas detik-detik terakhir menuju rumah Hana, Seli kan pingsan duluan, lha yang nerjemahin omongan Fraksi Salamander sama Ketua Konsil siapa ya? Apa mungkin Hana sama Av yang translate tapi nggak ditulis sama Bang Tere adegannya?

2. Gue sebenarnya agak bingung dengan setting waktu di Bumi dan Bulan. Bulan bersetting di musim ulangan akhir semester, hal ini berarti bulan Desember. Tapi disebutin juga kalau itu adalah akhir dari musim hujan, di mana seharusnya ada di bulan Maret. Enam bulan lalu adalah kejadian Bumi, anggaplah itu bulan Juli, tetapi di Bumi disebutin bahwa saat itu sudah dua bulan sejak tahun ajaran baru maka seharusnya bulan September (dan ini cocok dengan musim pada buku tersebut) Oke anggaplah September dan Maret adalah benar dan ulangan yang dimaksud adalah ulangan tengah semester, bukan ulangan akhir semester. Masalahnya pada akhir ulangan tengah semester enggak ada libur dua minggu (sekolah mana punya kurikulum kaya gitu?)

3. Selain itu, sedikit banyak pertanyaan di buku Bumi sudah terjawab. Mengenai orang tua Seli, alasan kenapa Raib suka banget sama pelajaran bahasa, kekhawatiran pembaca terhadap Tamus. Memang enggak semua pertanyaan sih, seperti siapa orang tua Raib yang sebenarnya, kenapa mereka bisa mengalami kecelakaan pesawat dan lain-lain. Tapi, jujur aja gue lebih penasaran sama keluarga Ali daripada Raib. Masih menjadi misteri kenapa orang tua Ali bisa enggak peduli sama anak supercerdas sekaligus bermasalah, dan masih menjadi misteri kenapa Ali bisa menjadi beruang.

4. Klan Matahari mempunyai teknologi yang lebih maju dari Klan Bulan apalagi Klan Bumi. Meski begitu, teknologi ini hampir hanya dimiliki Kota Ilios. Permainan politik bikin daerah lain justru tertinggal. Teknologi mereka nggak jauh berbeda sama teknologi yang ada di Klan Bumi. Awalnya gue kira, poin ini menjadi kekurangan buku ini karena penjabaran tentang betapa majunya Klan Matahari jadi sedikit. Untungnya, ketimpangan ini bukan tanpa alasan dan masih punya kaitan erat dengan ceritanya sendiri.

Gue rasa cukup dulu ulasan dari gue soal novel-novelnya Tere Liye. Secara keseluruhan gue tetap suka karya-karyanya karena banyak berisi pesan moral dan nasihat-nasihat bijak tentang kehidupan yang harus diikutin. Gue berharap semoga novel Matahari segera terbit dan gue bisa baca. Thank you udah singgah di mari, and sorry kalo tulisan-tulisan gue bikin kalian semua pada ngantuk. Have a nice day ya, jangan lupa tinggalin jejak di bawah walaupun cuma say ‘hi’ doank. See you^^

Review Novel : In 10 Days

image

Hallo pembaca… kembali lagi BJ Sugih dengan tulisan barunya. Bagaimana kabar kalian semua? Kalian pasti kangen berat sama tulisanku kan? *nimbang truk sama kapal*  😅  Ngomong-ngomong gak kerasa ya sekarang sudah menginjak Ramadhan sepekan. Puasanya pada lancar nggak nih? Alhamdulillah BJ Sugih juga puasanya lancar lho (tapi kalau ada mama doank  😁). Eh, enggak ding, puasanya beneran lancar kok! Ciyus ✌! Buat kalian semua yang sedang menjalankan ibadah puasa Ramadhan, Sugih ucapkan selamat menunaikan ibadah puasa ya. Semoga ibadah puasa kita senantiasa dipermudah dan amal ibadah kita selama bulan Ramadhan yang suci ini diterima oleh Allah subhanawata’alla. Amin ya rabbal alamin.

Sesuai judulnya di atas, tulisanku kali ini akan membahas tentang sebuah novel yang baru-baru ini selesai kubaca. Sebelumnya aku mau  mengucapkan terima kasih banyak kepada Bli Gara yang sudah mengirimkan naskah novel ini secara cuma-cuma kepadaku  via email 3 bulan yang lalu. Betapa beruntungnya aku mendapatkan kesempatan membaca kisah cinta yang menyentuh ini *jingkrak-jingkrak senang kaya kelinci minta kawin* 🐰 . Aku berani jamin pembaca bakal termehek-mehek setelah membaca cerita novel ini 😭 . Sesuai janjiku kepada Bli Gara, pada postingan kali ini aku akan mengupas habis tentang novel ‘In 10 Days’. Namun sebelumnya aku juga mau minta maaf yang sebesar-besarnya kalau tulisanku ini sangat terlambat buat diposting. Bayangin 3 bulan pemirsa, kucing peliharaan tetangga sebelah aja udah pada ngelahirin! Miaaauw… 🐱 *diketok sama Bli Gara* (Eh enggak deng, Bli Gara kan orangnya baik, sabar, dan pengertian. Iya kan Bli?)

Oke langsung aja kita cekidot soal novelnya ya…

image

Sinopsis singkat  ‘In 10 Days’ :
Ryuta Ozaki adalah seorang secret admirer (pengagum rahasia) Sayaka Kurosaki, gadis cantik teman sekampusnya. Demi Sayaka, Ryuta selalu ada di belakangnya memberikan barang-barang yang diperlukan oleh gadis berhati lembut itu secara diam-diam, termasuk tiket konser band kesukaannya. Hingga pada akhirnya perilaku Ryuta pun tertangkap basah oleh sang pujaan hati setelah Kana Nishino, sahabat Sayaka, memberi saran kepada Sayaka untuk mengambil payung di lokernya. Hari itu turun hujan, Kana merasa yakin kalau pengagum rahasia Sayaka yang tak lain sebenarnya adalah Ryuta, pasti telah menaruh payung di loker Sayaka. Betapa terkejutnya Sayaka mendapati Ryuta di sana. Namun siapa sangka kalau gayung akan bersambut. Cinta Ryuta dengan mudahnya diterima oleh Sayaka tanpa syarat. Di mata Sayaka, Ryuta Ozaki adalah sosok pria baik-baik dan juga tampan. Walaupun dia bukan tipe lelaki yang disukainya. Hubungan pun terus berlanjut. Sayaka dan Ryuta ‘terpaksa’ menikah lantaran MBA (married by accident). Keduanya terlalu larut menikmati pesta dansa tahunan yang diselenggarakan oleh universitas mereka. Sampai akhirnya mereka berdua mabuk dan tak sadarkan diri kalau mereka telah melewati batas-batas pergaulan. Sayaka dinyatakan hamil, dan Ryuta menikahinya dengan penuh kebahagiaan. Akan tetapi kebahagiaan itu berubah menjadi mimpi buruk yang menyeramkan. Sayaka enggan memakai nama ‘Ozaki’ di belakang nama kecilnya, termasuk pada nama anaknya kelak. Kemudian Sayaka melempar cincin pernikahannya dan enggan memanggil Ryuta dengan panggilan ‘suami’. Sayaka juga enggan tidur satu kamar dengan suaminya itu. Padahal Ryuta sudah menabung jauh-jauh hari untuk membeli rumah cantik impiannya demi membahagiakan Sayaka. Sikap Sayaka mendadak berubah dingin setelah upacara pernikahan usai. Sayaka mendiamkan Ryuta selama berbulan-bulan lamanya, seolah-olah Ryuta adalah makhluk asing yang tinggal di rumahnya. Tak ada sapaan ‘selamat pagi’, tak ada sarapan yang terhidang di atas meja makan setiap pagi untuk Ryuta, tak ada sambutan ‘selamat datang’ setiap Ryuta pulang kerja, dan tak ada ucapan ‘selamat tidur’ ketika mereka akan beristirahat. Alih-alih bukannya menjadi ibu rumah tangga yang baik, setelah Sayaka mengalami keguguran pun malah memutuskan untuk menjadi wanita karir di perusahaan yang telah lama ia idamkan semenjak masih duduk di bangku kuliah. Ryuta hanya bisa pasrah menerima perlakuan Sayaka terhadapnya.

Hingga pada suatu pagi di bulan November tanggal 19, Ryuta terbangun dari tidurnya. Ia termenung mengingat mimpi aneh yang dialaminya. Dalam mimpinya itu ia melihat sebuah peti mati yang ternyata di dalamnya terbaring sesosok mayat wanita yang sangat dicintainya, Sayaka. Apakah itu pertanda buruk? Anehnya setelah Ryuta mengalami mimpi aneh tersebut, sikap Sayaka berubah baik kepadanya. Sikap Sayaka kembali hangat padanya seperti saat mereka pacaran dulu. Sayaka juga selalu menyajikan sarapan untuk Ryuta. Yang paling mengejutkan lagi untuk pertama kalinya Sayaka mau diajak berziarah ke makam kakaknya oleh kedua orang tuanya. Ryuta pun diajaknya serta.  Dan yang membuat Ryuta kaget, Sayaka memutuskan untuk resign dari perusahaan tempatnya bekerja. Ryuta tak menyia-nyiakan kesempatan ini begitu saja. Di benaknya sepertinya Sayaka telah berubah dan ingin menjadi istri yang baik baginya. Maka Ryuta bermaksud untuk melamarnya kembali dan mengulangi pernikahan mereka. Dalam sebuah kencan ganda yang telah direncanakannya bersama Kana dan calon suaminya, Yoshihiko, Ryuta bermaksud melamar Sayaka di atas ferris wheel Daikanransha, kincir ria tertinggi keempat di dunia yang menyuguhkan pemandangan Kota Tokyo setinggi 115 meter dari atas permukaan laut. Bertepatan dengan terbenamnya matahari ketika ferris wheel yang mereka naiki berada di puncak ketinggian, Sayaka menolak lamaran yang diajukan oleh Ryuta. Bahkan setelah itu Sayaka tak pulang ke rumah bersamanya. Ia malah pulang ke rumah orang tuanya. Ada apa sebenarnya dengan Sayaka? Dan apa yang sebenarnya akan terjadi dalam waktu 10 hari?

My first impression about ‘In 10 Days’ : Sumpah, aku merasa tertipu oleh judul novel ini. Awalnya aku mengira genre novel ini adalah action semacam Mission Impossible, atau James Bond 007. Ternyata ini adalah sebuah roman. Hanya saja background yang dipakai dalam cerita ini adalah negeri sakura. Menurutku background tersebut masih kurang sesuai jika ditinjau dari segi kultur dan alur ceritanya. Mengapa? Karena terdapat beberapa hal yang janggal, antara lain sebagai berikut :

1. Penulis tidak menceritakan latar belakang keluarga masing-masing tokoh. Apakah mereka berasal dari keluarga miskin, sederhana, pas-pasan, atau keluarga yang kaya raya. Sebab banyak sekali adegan para tokoh menggunakan kendaraan pribadi. Padahal pada kenyataannya dalam kehidupan kultur orang Jepang sehari-hari, mereka lebih menyukai memakai transportasi umum seperti bis, taksi, dan kereta ketimbang mobil pribadi. Sebenarnya sih karena politik dumping yang merupakan kebijakan pemerintah sana, harga mobil di Jepang jauh lebih mahal daripada di Indo. Apalagi mereka juga gemar bersepeda dan berjalan kaki. Karena orang Jepang sangat sadar lingkungan dan senantiasa menghindari polusi. Terkecuali mereka berasal dari golongan elite kelas menengah ke atas. Okelah kalau seandainya Ryuta dan beberapa tokoh lainnya berasal dari golongan tersebut, pembaca bisa memakluminya.

2. Hubungan orang Jepang dalam lingkungannya cenderung kaku. Penulis sebenarnya sudah berhasil memaparkan hubungan antara Ryuta dengan Sayaka. Sayaka yang sungkan untuk menolak Ryuta, Ryuta yang pasrah menerima perlakuan Sayaka setelah mereka berdua menikah, dan hubungan yang canggung ketika Sayaka kembali bersikap baik padanya, sampai rahasia yang dipendam Sayaka dari Ryuta. Sayangnya penulis tidak ingat hubungan antara Reiji dengan Sayaka. Hellooo… ini siapa dengan siapa ya? Kok si Reiji lancang benar berani memeluk Sayaka hanya karena Sayaka mendapat nilai B dalam ujian skripsinya? Sahabat aja bukan kan? Kan dalam ceritanya, Reiji juga baru mengetahui perihal hubungan Ryuta dengan Sayaka. Tapi tindakan Reiji menunjukkan seolah-olah mereka adalah sahabat yang sudah lama saling mengenal. Setahuku sikap orang Jepang yang baru saja saling mengenal itu saling sungkan dan belum terlalu akrab. Terkecuali mereka telah mengobrol panjang-lebar berjam-jam seperti yang sering dilakukan oleh Kogoro Mouri dalam komik Detective Conan *huhu… ketahuan deh, suka baca komik Conan* 😅

3. Panggilan Ryuta kepada mertuanya yang hanya menyebutkan nama diakhiri –san (Tuan/Nyonya) baca : Takeo-san dan Keiko-san. Apakah hal tersebut dikarenakan Ryuta memiliki masalah dengan Sayaka? Pada kenyataannya dalam kehidupan sosial orang Jepang, ada maupun tiada masalah, seorang menantu tetap memanggil mertuanya dengan sebutan ayah mertua dan ibu mertua. Bahkan sebagian lain memanggil dengan sebutan ‘otosan’ (ayah) dan ‘okasan’ (ibu). Hal ini tetap dilakukan seumpama mereka telah tidak menjalin hubungan sebagai menantu dan mertua lagi, karena kasus perceraian maupun pasangan meninggal dunia. Bila seorang menantu memanggil nama (meskipun diakhiri –san) kepada mertuanya, hal ini dianggap tidak sopan di negara Jepang. Pernikahan adalah ikatan dua buah keluarga yang sangat erat bukan?

Well, kayanya aku gak bisa bicara panjang lebar untuk mengomentari novel ini. Karena selain runut meski alur ceritanya maju mundur maju mundur cantik *kata Emak Syahrini* selebihnya novel ini sangat bagus dan recommended banget buat para ibu rumah tangga yang doyan membaca novelnya Asma Nadia semacam Catatan Hati Seorang Istri. Hanya saja ini versi suaminya. Mungkin bisa juga kalau cerita ini mempunyai judul lain : Catatan Hati Seorang Suami. *Ups* Apakah para lelaki juga bisa membaca novel ini? Uhm, sepertinya novel ini cocok banget kalau dibaca para suami yang sedang galau karena ‘diasingkan’ oleh istri, ditinggal pergi oleh istri, suami yang takut kepada istri, dan sedang terancam di ambang perceraian rumah tangga. Novel ini sarat pesan moral kepada para suami dan calon suami yang sedang bersiap-siap untuk berumah tangga agar tidak melakukan kekerasan dalam rumah tangga seperti kehidupan-kehidupan rumah tangga di Indonesia dan di Jepang kebanyakan. Seperti yang kita ketahui banyak kepala keluarga yang senang mengamuk kepada istri dan anak-anaknya tatkala mereka sedang dilanda suatu masalah. Sering kali kita melihat para ayah di Jepang membenturkan kepala istrinya ke meja atau dinding dan mendorong tubuh mereka hingga terjatuh ke lantai. Sangat tidak manusiawi! Sikap Ryuta yang pasrah menerima perlakuan Sayaka merupakan figur suami yang tabah dan tegar, bukan berarti ia takut kepada istri. Justru ia selalu ingin membahagiakan istrinya. Ia percaya setelah hari itu mendung, matahari akan kembali bersinar cerah. Kita juga harus berhati-hati dalam membina hubungan, terutama bila kita belum menikah. Jagalah pasangan kita dari perbuatan maksiat agar kehidupan rumah tangga kita senantiasa selamat dunia akhirat.

Sebelum ulasan ini kututup, aku sempat heran dengan mimpi aneh yang dialami Ryuta. Ryuta amat takut kalau hal yang dilihatnya dalam mimpi merupakan pertanda buruk baginya : kematian Sayaka. Menurut kepercayaan sebagian besar masyarakat Indonesia dan juga sebagian bangsa Asia, terutama umat muslim, tabir mimpi melihat orang meninggal dunia menandakan bahwa orang yang dimimpikan tersebut akan panjang umur. Correct me if I’m wrong! Mungkin cukup sekian ulasan dariku. Selebihnya pembaca silakan membaca sendiri novel tersebut bila sudah beredar di toko-toko buku. Terakhir, aku ingin memberi ralat kepada Bli Gara, frase yang benar adalah ‘lesung pipi’, bukan ‘lesung pipit’. Karena frase tersebut mengandung makna lesung yang terdapat di pipi. Terima kasih banyak atas cerita yang luar biasa ini. Semoga karya-karya Bli Gara semakin digemari banyak orang. Sampai jumpa di tulisanku selanjutnya ya. Mata aimashou^^ 😄 👋

Film 7 Manusia Harimau Bukan Contekan Film Luar Negeri!

image

Akhirnya rasa penasaran dan harapanku terjawab sudah. Waktu sinetron Manusia Harimau tayang perdana di MNC TV, aku kira itu adalah remake dari film 7 Manusia Harimau yang pernah tayang hampir 30 tahun lalu (1986). Kok aku tahu sih, padahal 1986 umurku kan baru 1 tahun. Terang aja aku tahulah. Secara waktu aku SD tahun 1990-an film 7 Manusia Harimau pernah ditayangkan ulang. Waktu SMP aku bahkan pernah melalap habis novelnya yang ditulis oleh Motinggo Busye. Dan berharap semoga film 7 Manusia Harimau kembali digarap, tentu harus lebih fresh, lebih grace dari versi terdahulu. Sebab film-film Indonesia yang banyak ditayangkan zaman sekarang lebih banyak meniru atau adaptasi film-film luar negeri. Enggak kreatif banget kan?

image

Kira-kira hampir 2 bulan lalu aku melihat tayangan entertainment di NET. yang meliput kegiatan Samuel Zylgwyn . Eh, gak salah? Aktor ganteng idolaku itu potong rambut? Makin ganteng aja. Dan lebih cocok dengan style yang sekarang, tanpa mengurangi ke-macho-an dan keatletisannya. Sayangnya NET. tidak meliput film apa yang sedang dimainkannya sekarang ini. Yang disorot cuma sebatas hobi sang aktor, fotografi dengan kamera mahalnya. Cari-cari di Google cuma dapat Samuel Zylgwyn jumpa fans di salah satu mall di Sumatra. Apa dia shooting film di sana?

image

image

Baru tadi malam aku mendapat jawabannya. Pembaca tentu sudah tahu kan? Yup, 7 MANUSIA HARIMAU benar-benar diremake, pemirsa! Sekali lagi DIREMAKE! RCTI yang menayangkannya. Dan kesan pertamaku adalah subhanallah pemandangan yang disajikan, sangat mempesona. Cantik, cantik, cantik… #Kata Syahrini. Itu asli di Pulau Sumatra kan? Tulisannya di Bengkulu. Sumpah, pengen banget bisa ke sana. Air terjun tinggi, sungai yang penuh bebatuan, dan perumahan penduduk yang sederhana namun tertata sangat rapi. Kesan keduaku, para pemainnya COCOK! Kru film tidak salah memilih Samuel Zylgwyn untuk menjadi tokoh utama. Apalagi para aktor seniornya juga adalah idolaku sejak aku kecil, salah satunya Adjie Pangestu yang berperan sebagai Datuk Lebai Karat. Wah, gerakan silatnya juga benar-benar jurus ilmu bela diri. Ditambah lagi efek suara dan gambar yang membuat film ini semakin double u-O-double u  (baca : WOW).

Sinopsis :
Adalah GUMARA PETO ALAM, yang akrab disapa MARA, guru Matematika SMA dari Jakarta berusia 25 tahun, yang minta kepada dinas untuk dipindahkan
ke sebuah kota kecil di dekat Bengkulu. MARA tampan parasnya… tinggi, wajahnya cool. Kedatangan MARA disebuah kota kecamatan terpencil yang hampir tidak terpeta di perbatasan Bengkulu dan Jambi, mungkin bagi orang lain merupakan musibah. Seorang guru SMA yang terbiasa bertugas di kota besar, dengan segala kemudahan teknologi komunikasi, yang terbiasa bermain dengan sosmed yang membuat cakrawala pengetahuannya kian meluas, kini harus berhadapan dengan sepi.

Pemuda energetik itu, merasakan udara dan alam yang tiba-tiba merasa ‘klik’ dengan dirinya. Dia merasakan sedang memasuki habitatnya, Kecamatan Kayu Lima. Konon menurut neneknya, adalah tempat lahir ayah Mara yang bernama Peto Alam, Ibu Mara yang bernama AINI yang membawa lari MARA dan NENEK nya dari Kayu Lima, karena terancam. Kayu Lima, sebuah desa yang selalu diliputi kabut, kabut pegunungan, sekaligus kabut misteri yang kadang kadang sangat sulit untuk
bisa diterima akal sehat.

Penduduk desa tetangga Kayu Lima, memberi julukan yang sangat menyeramkan bagi desa itu, yaitu “gudang ilmu hitam”. Di kota kecil itulah bersemayam para manusia yang memiliki ilmu Harimau.. yang sebenarnya untuk menjaga kebun kopi mereka yang luas, dari gangguan pencuri. Masyarakat Kayu Lima atau Kumayan sangat tabu menyebut manusia harimau secara langsung, karena takut kualat mereka menyebutnya dengan istilah ‘inyit’.

Pencuri akan takut kalau melihat harimau. MARA menganggap itu mitos klasik. Ayah dan ibunya adalah keturunan ketiga manusia harimau tapi MARA tetap menganggap bahwa kedua orang
tuanya masuk dalam lingkaran mitos itu. MARA keturunan ke empat… menurut perhitungan
mitologi itu.

Bus yang mengangkut MARA sampai di pasar Kota Kecamatan yang sudah sepi, dan watak dari kota
kecil itu, kalau matahari sudah terbenam, tidak akan ada seorangpun yang lewat di kota kecil itu selepas Magrib. Tidak ada seorangpun yang bisa ditanyai oleh MARA. Waktu sedang mencari-cari
orang untuk ditanya itulah seseorang mengejutkan dia karena tiba-tiba muncul. Dia PAK YUNUS, pesuruh sekolah, dimana MARA akan bertugas, menunggu sendirian untuk menjemputnya dengan motornya. Dan diantarnya
sampai kerumah jabatan, sebuah rumah panggung khas Bengkulu….
Sebenarnya alasan utama MARA meminta ditugaskan di Kayu Lima, adalah keinginan dirinya untuk bertemu dengan kerabatnya,
terutama untuk mencari tahu siapa kakeknya yang katanya telah menurunkan ilmu harimau secara alamiah kedalam dirinya. Apapun namanya, yang jelas seorang lelaki yang telah menumbuhkan benih ke rahim ibunya hingga dia lahir di dunia. Dia tetap bersikeras, meskipun ibu dan neneknya melarang tekad itu. Sampai akhirnya dengan berat hati sang ibu dan sang nenek mengijinkannya, dengan seribu petuah, untuk masuk ke kota kecil yang pekat oleh misteri.

Antara lain, yang harus dilakukan MARA setiba di desa itu, adalah menjumpai LEBAI KARAT. Seorang ketua diantara tetua desa yang sangat disegani karena ilmunya. Bahkan kepala kampung atau Pak Camat maupun pejabat keamanan
setempat pun menaruh hormat padanya. Belum sampai satu jam MARA sampai di rumah jabatan, dia sudah menanyakan rumah Lebai Karat pada pak Yunus, dan dari orang tua pesuruh sekolah dia dapatkan informasi yang lebih
mendirikan bulu romanya, bahkan Pak Yunus menyarankan supaya besok pagi saja dia menemui
Lebai Karat. Tapi MARA tetap bersikeras, dan pada saat Pak Yunus mencerita-kan tentang segala hal menyangkut desa Kayu Lima, seseorang telah mencuri dengar dari balik dinding samping rumah.

Dan tidak terlalu lama setelah pak Yunus pergi, tiba tiba asap masuk dari celah celah pintu yang menghamburkan bau harum yang aneh, MARA berdehem, kemudian terdengar suara berat membalas dehem itu. MARA mendekatkan kepalanya ke lantai papan sambil mengatakan, bahwa dia orang baru yang tidak ingin mencari musuh, tapi mencari damai dan dengan rendah hati seperti nasihat ibunya dan neneknya, dia minta izin untuk diterima dilingkungan mereka. Ketika itu terdengar suara auman harimau yang mampu merontokkan tulang bagi siapa saja yang mendengarnya, tapi tidak bagi MARA yang sudah tahu banyak mengenai desa Kayu Lima dari
cerita neneknya itu. Segera dia berlari ke jendela membukanya. Dari atas jendela dia melihat seekor raja hutan yang besar menyelinap masuk ke dalam semak semak di samping rumah jabatan itu.

Kejadian itu tidak membuat niatnya untuk menemui LEBAI KARAT yang ketua dari para tetua
desa itu menjadi surut, dia ambil jaketnya dan keluar rumah, dengan lebih dulu membaca
Bismillah. Beberapa cobaan ia temui di perjalanan, dari seorang gadis yang meminta pertolongan, hingga pertemuannya dengan HUMBALANG, pemuda tampan yang ternyata juga keturunan Inyit. Entah mengapa ternyata Lebai
Karat tidak menyukai kehadiran dirinya, bahkan sempat akan menyerang Mara. Untungnya
KARINA, anak gadisnya yang cantik langsung mengingatkan Lebai Karat. Mara pun langsung pulang dengan perasaan kaget dan sedikit takut.

Banyak hal-hal baru yang Mara temui di lingkungan barunya. Mulai dari gangguan di rumahnya, bahkan ia pun sempat harus masuk penjara karena dituduh membunuh, kena teluh, sampai menjadi perhatian para Inyit di
daerahnya. Para inyit tersebut, LEBAI KARAT, PAK ABU, RAJO LANGIT, HUMBALANG, mulai mencurigai bahwa Mara adalah Harimau ketujuh yang selama ini mereka tunggu, untuk menyempurnakan kelompok mereka. Oleh karenanya gerak-gerik Mara sangat diperhatikan, karena jika ia menolak kelompok
tersebut, maka nyawa Mara bisa terancam. Tidak hanya itu, Mara juga harus dihadapkan pada dua gadis cantik, KARINA anak Lebai Karat, dan PITALOKA anak Pak Abu yang sama-sama menaruh hati padanya. Karena keturunan Inyit,
maka keduanya pun ‘berilmu’ dan pintar. Keduanya bersekolah di tempat Mara mengajar. Mara pun lambat laun terlibat lebih dalam di
lingkungan Kayu Lima. Walaupun awalnya ia hanya ingin menjadi guru matematika dan mengenal asal-usulnya, tetapi ternyata
kehadirannya di Desa Kayu Lima cukup banyak menarik perhatian.

Kalau pembaca ada yang pernah membaca novelnya, pembaca pasti menemukan banyak perbedaan yang disajikan antara film dan novelnya. Beberapa di antaranya adalah :
1. Nama putri Datuk Lebai Karat, dalam novelnya tertulis Harwati sementara di film disebutkan Karina. Mungkin nama lengkapnya adalah Karina Harwati. 🙂
2. Profesi Gumara dalam novel ditulis sebagai guru SMP, sementara di film sebagai guru SMA. Lebih tepat yang di film dong, kan kisah asmaranya lebih klop. Masak guru ganteng pacaran sama anak SMP? (Bisa diciduk komnas HAM anak tuh).
3. Saat harimau jelmaan Datuk Lebai Karat menerkam Gumara pada pertemuan mereka pertama kalinya, Karina datang mencegah ayahnya. Tapi dalam novel, Harwati sama sekali belum muncul.
4. Pertarungan antara ayah Pita Loka (Pak Abu) dengan Gumara yang disebabkan gara-gara Gumara menolak jadi menantunya, dalam novel Gumara hanya mendorong Pak Abu sampai tersungkur. Namun dalam film, hmmm… so cool. Gumara ditampilkan beradu tarung sesama harimau jelmaan Pak Abu. Dan Gumara adalah sosok harimau putih, harimau yang berbeda di antara harimau lainnya. Keren… keren… keren…
5. Dalam novelnya Datuk Lebai Karat dipaparkan seorang kakek tua berjanggut putih dan panjang. Tapi dalam filmnya kok masih muda dan tampan ya?
6. STOP! STOP! STOP! Jangan dibahas lagi. Mending pembaca bandingkan saja sendiri novel dengan filmnya. Hehe…

Cast :
SAMUEL ZYLGWYN
WILLY DOZAN
ADJIE PANGESTU
SIGIT HARDADI
AMMAR ZONI
BOY HAMZAH
JUAN CHRISTIAN
OCHI ROSDIANA
SYAHNAZ SADIQAH
LEON DOZAN
ANTHONY XIE
KHRISNA MURTI
AMOROSO KATAMSI
ALDISAR SYAFAR
dll

Musik/OST
Lagu Tema : “RASA INI INDAH”
Vokal : “UTOPIA”
Ciptaan : “TOMMY UTOPIA, SYAHDAN & ARIE SW”
Produksi : AQUARIUS MUSIKINDO

Tim Produksi
Sutradara : Karsono Hadi
Produser : Leo Sutanto
Cerita : Imam Tantowi
Skenario : Yanti Puspitasari
Produksi : SinemArt (2014)

Last but not at least, semoga SinemArt dan RCTI tidak membuat sinetron ini menjadi sinetron lebay yang kadang ujungnya jadi tidak jelas. Film yang baik adalah film yang tidak bertele-tele hanya karena kekaguman para penontonnya yang ingin terus melihat para idolanya bermain di layar kaca.

Serial : Raida Hutagalung #2

image

My Drama (MVPX Lover) #2

Written by : SUGIH

===00•00===¤0¤===00•00===

Siang itu panas matahari begitu terik, namun derap langkah kaki Raida mengayun dengan riang. Hatinya sudah kebat-kebit tidak sabar ingin segera bertemu Mr. Bunny si pangeran kelinci pujaannya yang telah mencuri hatinya kemarin siang sepulang sekolah. Pertemuan mereka baru saja 23 jam 23 menit 23 detik berlalu, tapi rasanya seperti sudah 23 tahun tak bertemu. Oleh karena itu Raida merasakan rindu yang begitu berat, rindu yang begitu dahsyatnya, melebihi kedahsyatan apollo yang akan meluncur ke bulan apalagi kedahsyatan bom atom yang dulu pernah meledakkan kota Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945 di Jepang. Ia begitu rindu pada tatapan mata si Mr. Bunny yang telah berhasil menggetarkan hatinya juga pada sepasang telinganya yang menurutnya sangat aneh! Ya, telinga pemuda itu sangat aneh menurutnya, dapat mengibas-ngibas sendiri, mengembang dan melebar ke arah samping sehingga terlihat caplang. Telinga gajah bukan! Telinga ikan juga bukan! Wew, memangnya ikan punya daun telinga gitu? Tapi aaaah, telinga itu begitu lucu selucu tokoh kartun kelinci imut Bugs Bunny, tokoh kartun favoritnya. Sehingga Raida lebih suka menjuluki pemuda berparas tampan itu dengan sebutan Mr. Bunny. Tak seorang pun menyangka, justru dari telinga aneh itulah sinyal-sinyal cinta mulai timbul di hati Raida dan berharap sinyal-sinyal itu akan tertangkap juga oleh sang Pangeran Kelinci lewat telinga ajaibnya. Sungguh suatu fenomena yang sangat langka dan jarang terjadi pada diri Raida. Masuk museum saja kalau gitu!

image

Dia tahu, bertandang ke SMA Negeri X yang selama ini menjadi pesaing berat sekolahnya tentu akan menjadi sorotan aneh seluruh warga SMA Negeri X. Ada apa seorang pelajar dari SMA Negeri V berkunjung ke SMA Negeri X di tengah siang bolong? Apakah dia ingin menjadi sosok penampakan? Atau ingin menjadi ‘perempuan di sarang penyamun’? Kaya judul novel aja! Ah, enggak banget! Memangnya seluruh warga sekolah di SMA Negeri X itu penjahat apa? Lagi pula memangnya ada ya sekolah khusus penjahat? Kalau ada si Raida juga mau ikutan atuh, supaya bisa menjadi pencuri kelas kakap! Pencuri hatinya para cowok cakep! Duileh, Raida segitunya…

Untuk mengatasi hal-hal negative itu tentu saja Raida sudah berusaha mengantisipasinya dengan cara memakai sebuah jaket guna menutupi bet lokasi sekolah yang terpasang di lengan seragamnya. Ditambah lagi sunglasses yang baru saja dibelinya kemarin pagi dari Bang Bokir pedagang kaki lima langganannya, terpasang begitu eksotik di wajahnya yang tirus sehingga penampilan Raida siang hari itu bahkan jauh lebih cantik daripada penampakan kuntilanak di siang bolong! Nah loh?

“Enggak sia-sia deh pura-pura sakit di jam terakhir, pelajaran Fisika yang sangat tidak kusukai! Jadinya aku bisa izin pulang duluan deh! Hahay, coba kalau aku tadi enggak pura-pura sakit, bisa-bisa bubar sekolah keluar dari kelas kuping sama hidungku keluar asap semua kali ya? Soalnya belajar Fisika sama ngapalin rumus-rumus Fisika bukannya bikin otak aku tambah pinter, yang ada malah bikin korslet!” Raida tersenyum-senyum sendiri berdiri di depan gapura SMA Negeri X. Ia merasa yakin betul kalau Mr. Bunny belum pulang dari sekolahnya.

Tanpa disadarinya di kejauhan ada dua orang guru SMA Negeri X yang sejak tadi mengamati tingkah lakunya dan sedang membicarakannya.

“Ya ampun Jeng, kelakuan anak gadis zaman sekarang suka aneh-aneh ya? Ketawa-ketiwi sendiri di depan pintu gerbang sekolah! Pake manjat-manjat tiang gapura segala lagi! Persis anak gorilla ketiban kelapa!” Bisik seorang guru yang penampilannya sangat mirip Omas.

image

Guru lain yang diajaknya berbicara menimpali, “Iya Jeng, itu anak siswi sekolah kita bukan ya? Jangan-jangan dia membolos jam pelajaran terakhir lagi! Wah, ini tidak bisa dibiarkan nih! Ayo Jeng, kita seret dia masuk!” Penampilan guru yang satu ini tidak kalah ngejreng, sangat mirip sekali, eh bukan ding, dua kali malahan, eh seribu kali juga enggak apa-apa deh. Pokoknya sangat mirip dengan artis Oky Lukman! Bodynya, gaya rambutnya, matanya, pipinya, hidungnya, plus bibirnya yang seksi! Aseek…

image

“Pak Satpam, sini Pak!” Panggil guru yang mirip Omas tadi.

Seorang satpam yang dipanggil datang menghampiri.

“Ya, Bu Neny, ada apa ya Bu?” Sahut Pak Satpam tergopoh-gopoh membawa sepiring batagor.

“Pak Satpam ini bagaimana sih, sekolah kan belum dibubarkan, kenapa Bapak biarkan salah seorang siswi kita lolos keluar dari pagar?” Hardik guru yang ternyata bernama Bu Neny dan sekali lagi sangat mirip Omas itu. Lirikan matanya terayun-ayun pada sepiring batagor yang dibawa Pak Satpam.

Bibir Pak Satpam sangat belepotan dipenuhi bumbu saus kacang batagor yang dimakannya, “Maaf Bu, habisnya saya lapar, jadinya saya mau makan dulu,” mulut Pak Satpam masih asyik mengunyah batagor.

“Nah, terus anak itu bagaimana? Mau jadi apa generasi penerus bangsa kita kalau dibiarkan membolos di luar pagar seperti itu? Apalagi kalau sampai masyarakat melihatnya, bisa-bisa sekolah kita dicap tidak bermutu!” Guru yang mirip Oky Lukman pun turut berkoar. Sedikit-sedikit matanya melirik ke arah yang sama dengan Bu Neny.

“Mutu itu temannya cobek kan Bu? Istri saya di rumah punya banyak, Bu! Mau saya ambilkan?” Tatap Pak Satpam cengo.

“Aaaah.. Pak Satpam ini error! Pokoknya saya tidak mau tahu, sekarang juga Pak Satpam harus menangkap anak itu dan menyeretnya kembali masuk ke kelas!” Bu Neny komat-kamit mengomeli Pak Satpam.

“Ayo Bu Mince, kita tarik anak itu!” Lirik Bu Neny pada rekan di sebelahnya, saudara kembar Oky Lukman.

“Aduuh, maaf Bu Neny, saya tidak bisa! Melihat batagor punya Pak Satpam, perut saya mendadak jadi lapar, nih! Saya ke kantin dulu ya Bu, entar saya balik lagi!” Bu Mince bergegas meninggalkan Bu Neny dan Pak Satpam seraya menahan perutnya yang mendadak keroncongan.

“Eh, Bu, Bu, Bu! Ambil punya saya saja Bu! Gratis!” Cegah Pak Satpam pada Bu Mince.

“Ah, yang benar Pak? Sini Pak, saya makan ya?” Belum disorongkan, piring di tangan Pak Satpam langsung ditarik oleh Bu Mince sekejap kilat. Disantapnya batagor sisa Pak Satpam penuh kenikmatan. Tampak Bu Neny agak tergiur melihat rekannya makan dengan lahap. “Bu, sisakan sedikit ya untuk saya!” Bisiknya pelan.

“Woy, kamu ini memang dasar murid pemalas! Kabur pada jam pelajaran terakhir! Ayo, sekarang juga kamu harus kembali masuk ke kelas!” Tiba-tiba saja tangan Bu Neny sudah menjewer telinga Raida seraya menariknya masuk melewati pintu gerbang.

“Bu, ampun Bu, saya memang kabur dari sekolah Bu! Tapi sekolah saya tidak di sini Bu!” Raida berusaha melepaskan jeweran Bu Neny di telinganya.

“Alah alasan, kalau bukan siswi sekolah sini, ngapain kamu mejeng di gerbang sekolah ini?” Maki Bu Neny penuh emosi.

“Ng… Anu Bu, saya lagi nungguin pacar saya Bu!” Jawab Raida tersipu-sipu malu.

“Pacar? Memangnya siapa pacar kamu itu? Siswa di sekolah ini? Guru di sekolah ini? Atau satpam yang satu ini?” Tunjuk Bu Neny ke arah Pak Satpam.

Yang ditunjuk mendadak kegeeran, segera Pak Satpam merapikan rambutnya sekelimis mungkin.

“Bukan Bu! Pacar saya adalah siswa di sekolah ini Bu! Orangnya ganteng! Kulitnya putih, badannya tinggi atletis, hidungnya mancung, rambutnya sedikit pirang, terus kupingnya lucu Bu! Bisa kembang-kempis kaya kuping gajah Bu!” Beber Raida begitu polos. Ia tersenyum sumringah pada Bu Neny yang baru saja menjewer telinganya.

Bu Neny menatap Bu Mince, “Ssst… Bu Mince, memangnya di sekolah kita ada ya stok anak yang kaya itu?” Bisiknya pelan di telinga Bu Mince.

Mata Bu Mince berputar-putar, ia berusaha mengingat muridnya yang kira-kira berparas ganteng sesuai yang diceritakan Raida, “Kevin, Yudha, Tommy, Hendrik, Adit, …” Gumam Bu Mince menyebutkan satu-persatu daftar siswa yang menurutnya ganteng.

“Ah, Bu Mince tahu saja! Itu semua kan selera saya Bu, ternyata selera kita sama ya!” Bu Neny menyenggol lengan Bu Mince genit.

Entah mengapa pikiran kedua guru konyol itu malah beralih jadi memikirkan daftar sejumlah siswa ganteng di sekolah mereka. Mata mereka mengerjap-ngerjap tidak karuan seraya menyebutkan satu-persatu murid pujaannya masing-masing. Sementara Raida malah tak diacuhkan begitu saja.

“Bu, ibu berdua anggota PGSM ya?” Celetuk Raida sedikit jengkel.

“Apa itu PGSM? baru dengar!” Timpal Bu Mince tanpa menoleh ke arah Raida satu derajat pun.

“Persatuan Guru Senang Murid!” Jawab Raida sambil berlalu meninggalkan kedua guru itu ke luar gerbang.

Kedua guru itu saling berpandangan satu sama lain, mulut mereka menganga terbuka lebar. Dan kedua tangan mereka memegangi pipinya masing-masing.OMG! Lantas keduanya sama-sama terkejut.

“Kita, anggota PGSM?” Seru keduanya berbarengan.

Langkah kecil Raida diiringi derap langkah Pak Satpam menuju pagar, “Memangnya pacar Neng itu siapa sih namanya? Barangkali saya tahu,” Pak Satpam membukakan pintu pagar. Sayup-sayup terdengar suara bel berdering tanda jam pelajaran sekolah telah usai.

“Justru itu Pak! Saya tidak tahu siapa namanya! Kemarin saya belum sempat berkenalan sama dia!” Jawab Raida dengan mimiknya yang polos.

“Wah, Neng! Neng pacaran sama penampakan ya? Mendingan pacaran sama saya saja!” Goda Pak Satpam genit.

Raida celingak-celinguk tak menggubris ucapan Pak Satpam. Perhatiannya tertuju pada setiap pemuda yang keluar meninggalkan gerbang.

“Duuh, kenapa banyak yang pakai motor sih? Mana mukanya tertutup pakai helm, kan jadi enggak kelihatan!” Dengus Raida ngedumel sendiri. “Tapi tidak ada satupun di antara mereka yang memakai motor sekeren si Mopet kemarin pagi! Huh, dasar motor ngepet, apa maunya coba mencopet dompetku pagi-pagi buta, terus membuangnya begitu saja di jalanan!”

“Mas, Mas, tolong buka helmnya dulu sebentar ya, Mas, ya! Mas ganteng!” Raida menghentikan sebuah sepeda motor yang melintas di hadapannya.

“Ada apa ya?” Pengemudi motor yang dihadang Raida kebingungan. Ia mematikan mesin kendaraannya.

“Udah, buka aja! Saya lagi mengadakan audisi nih!” Dibantunya si pengemudi melepaskan helmnya oleh Raida.

“Kalau boleh tahu audisi apa ya? Audisi bintang film ya, Mbak?” Tebak si pengemudi dengan perasaan riang. Dikiranya Raida adalah anggota tim pencari bakat dari suatu agensi model atau rumah produksi.

“Yah, ternyata bukan!” Gumam Raida lesu begitu helm dilepas dari kepala si pengemudi.

“Bukan toh Mbak? Oh, saya tahu pasti Mbak lagi mengadakan audisi buat bintang iklan kan Mbak? Saya mau kok Mbak jadi bintang iklan produknya Mbak!” Si pengemudi motor masih bersemangat.

“Ah, sudah, sudah, sudah! Tunggu sampai saya buka pabrik gigi palsu ya, nanti saya tawari kamu jadi bintang iklannya!” Raida berlalu begitu saja meninggalkan si pengemudi.

“Beu, dasar orang stress! Cari bintang iklan produk gigi palsu kok ke sekolah? Noh, di panti jompo tuh, kakek-kakek sama nenek-nenek tinggal dipilih kagak perlu audisi lagi!” Sungut si pemuda pengemudi motor. 

“Biarin suka-suka gue donk! Kali aja di sini juga ada cowok yang giginya rontok semua habis diseruduk bajaj!” Timpal Raida asal. Si pengemudi motor itu pun langsung tancap gas dengan kecepatan tinggi.

“Kamu Raida kan?” Tegur suara seseorang yang muncul tiba-tiba mengejutkannya.

“Suara itu…” Raida berbalik menoleh ke samping kirinya.

“Benar! Tidak salah lagi, kamu Raida Hutagalung kan?” Ditepuknya pundak Raida spontan oleh orang tadi, “Ngapain kamu di sini?” Tanyanya lagi seakan peduli pada penampakan alien tak diundang di atas planetnya itu.

“Aah, kamu, kamu siapa ya?” Raida sedikit bingung.

“Aku Yuli! Yulianita temanmu di bimbel plus! Kita satu kelas di Kelas Matematika! Masa kamu tidak kenal?” Jawab  gadis yang baru saja menegurnya.

image

“Oh, Yuli, ya? Kamu bersekolah di sini?” Bukannya menjawab Raida malah balik bertanya. Dasar penampakan!

“Tentu saja ini sekolahku! Kamu sendiri ngapain datang ke sekolahku? Ada yang sedang kamu cari?” Yuli mengibas-ngibaskan rambutnya sedikit kegerahan karena cuaca siang itu terasa begitu panas menyengat.

“I…iya, aku sedang mencari seorang cowok,” jawab Raida terbata, matanya masih terus memandang sekeliling sementara berbagai sudut halaman sekolah itu sudah tampak mulai lengang.

“Oya? Siapa dia? Cowokmu?” Selidik Yuli ingin tahu.

Raida mendesis, “Ssst… Adakah di sekolah ini cowok bertelinga seperti kelinci?” Tatapan matanya berubah sangat serius setengah menakutkan.

“Haah, APA?!” Yulia nyaris melompat kodok mendengar desisan Raida yang terdengar aneh itu.

“Cowok bertelinga seperti kelinci? Alien dari planet mana itu?” Gurau Yulia setengah tergelak.

“Hm, ceritanya panjang! Tampaknya sekolah sudah kosong, ayo kita pergi dari sini, nanti kuceritakan semuanya padamu!” Raida mendorong punggung Yulia ke tepi jalan.

image

“Neng, mana cowoknya Neng? Mending sama saya saja Neng! Istri saya di rumah baru satu ko Neng! Katanya saya boleh kawin lagi asal sama Neng!” Goda Pak Satpam tadi, dia masih berdiri di samping pos jaganya dekat gapura.

“Ih, tak sudi layaw! Baru ketemu sekali ini, mana mungkin istri Bapak langsung kasih izin begitu saja! Weee…!” Raida menjulurkan lidahnya sambil menarik sebelah matanya hingga terlihat melebar.

“Serius Neng, istri saya pernah bilang sama saya kalau saya ketemu cewek yang lebih cantik daripada dia, katanya saya boleh kawin lagi! Kan Neng cantik! Persis bidadari turun dari Planet Mars!”

PLETAK!

Sebuah kaleng bekas minuman mendarat persis di depan jidat Pak Satpam.

***

“Oh, jadi begitu ceritanya?” Yuli menyeruput es teh minumannya.

Mereka berdua berteduh di sebuah kafe gaul tidak jauh dari SMA Negeri X, sekolah Yuli.

“Iya, aku datang mencari cowok itu untuk meminta maaf atas kesalahpahaman yang telah terjadi kemarin siang, sekaligus aku ingin mengucapkan terima kasih kepadanya karena telah mengembalikan dompetku utuh tanpa kehilangan uang sepeser pun!” Runut Raida mencocol kentang goreng ke dalam visin sambal.

“Ooh, tetapi setahuku tidak ada cowok yang memiliki kuping seperti yang kamu ceritakan tadi di sekolahku!” Yuli meniup-niup riak rambut di keningnya.

“Tapi mungkin aku bisa membantumu mencarikan cowok itu!”

Raida menegakkan tubuhnya, “Serius? Wah, terima kasih ya kalau begitu!” Digenggamnya tangan Yuli erat-erat. Kedua mata Raida berbinar bertabur bintang. Hatinya teramat senang hari itu.

“Ngomong-ngomong kamu tinggal di mana?” Tampaknya Raida mulai akrab dengan Yuli.

“Rumahku kan dekat dengan rumahmu. Masak kamu tidak tahu?” Timpal Yuli hangat bersahaja. “Tapi ngomong-ngomong hari ini kan kita ada jam les bareng, bagaimana kalau kita langsung menuju bimbel saja?”

“Oh ya, wah, hampir saja aku lupa. Untung hari ini aku bertemu kamu, Yuli. Sekali lagi terima kasih ya untuk semuanya,” Raida bersenandung senang. Ia bangkit dari duduknya kemudian melangkah menuju kasir dan membayar bill tagihan.

***

“Vi, habis ini jam pelajarannya siapa?” Raida mengemasi buku pelajarannya ke dalam tas.

Belum sempat Vivi menjawab pertanyaan Raida, terdengar suara seseorang menyapa seisi kelas, “Selamat siang anak-anak!”

“Selamat siang, Pak!” Sahut teman-teman sekelas Raida begitu kompak dan riang seperti koor paduan suara jangkrik di tengah keheningan malam. Lah kok jangkrik sih? Masih mendinglah, daripada koor paduan suara kodok di tengah sawah! Entar bunyinya malah “kwok..kwok..kwok..”!

“Waduh gawat, sekarang jam pelajarannya Pak Danu Subrata toh?” Raida menepuk keningnya sendiri.

“E..emang iya, kenapa gitu? Bukannya loe suka banget sama nih pelajaran?” Tanya Vivi linglung setengah berbisik di telinga Raida.

“Bukan pelajarannya aja yang gue suka! Gurunya juga gue demen!” Balas Raida di telinga Vivi.

Vivi tertawa cekikikan, “Ih, amit-amit deh, masa loe suka sama duda yang lebih pantas jadi bokap loe sih?”

Raida meletakkan jari telunjuknya di depan bibirnya yang mungil, “Hush! Biar duda tapi keren bo! Duren! Alias duda keren!” suara Raida terdengar begitu seksi tatkala menyebutkan istilah ‘duren’.

“Loe ngarep? Daripada macarin Pak Danu, mendingan loe pacarin aja anaknya tuh, Bang Jimmy! Kan dari dulu Bang Jimmy dah ngebet banget sama elo!” Canda Vivi menggoda.

“Ah, yang itu sih ambil aja buat loe! Gue sih ogah pacaran sama anak gajah kaya dia!” Raida mendadak illfeel dan membuang muka dari hadapan Vivi.

“Kalau Bang Jimmy loe katain anak gajah, berarti Pak Danu jelmaan induk gajah donk?” Vivi masih terus menggoda.

“Terus, apa yang bikin loe risau sama pelajarannya Pak Danu?” Selidik Vivi sedikit curiga.

“Tadinya sih rencana gue mau cabut kaya kemaren! Eh, nih hari kayanya ga bisa ngebiarin gue pergi ninggalin kelas sebelum bel bubar berdentang, deh!” Cibir Raida agak bete.

“Ooh, itu tandanya loe dah kena peletnya Pak Danu tuh! Awas, lama-kelamaan bisa-bisa loe malah kepelet sama anaknya lagi! ​Huhuy!” Canda Vivi iseng mencubit kecil pinggang Raida.

Huh! Raida semakin bete. Kenapa sih si Vivi nyebelin banget hari ini? Habis keselek semur jengkol kali ya?

“Hari ini kita akan mempelajari ambiguitas atau disebut juga dengan kalimat ambigu. Ada yang tahu apa yang dimaksud dengan kalimat ambigu?” Tanya Pak Danu membuka pelajarannya.

Tak seorang pun berani mengacungkan tangan. Entah karena tak tahu jawabannya, entah karena tak mempunyai keberanian untuk mengungkapkan jawaban, dan entah karena ragu-ragu memberikan jawaban. Atau malu-malu mengangkat tangan karena badan mereka semua bau ketek!

Tiba-tiba Vivi berdiri, “Ya Elvira Sinaga! Silakan kemukakan apa yang dimaksud dengan kalimat ambigu?!” Pak Danu mempersilakan Vivi mengemukakan jawaban.

“Ng anu Pak, saya mau permisi ke toilet! Boleh kan Pak?” Vivi menggaruk-garuk kepala agak sungkan.

“Huuuuuu….” Sontak seisi kelas menyorakinya.

“Harap tenang semuanya!” Titah Pak Danu dengan suara kalem. “Silakan, Vi. Perlu saya antar?”

“Ups, tidak perlu Pak! Terima kasih,” jawab Vivi sopan seraya beranjak meninggalkan kelas.

“Jadi yang dimaksud dengan kalimat ambigu adalah kalimat yang mengandung 2 pengertian atau lebih. Sehingga kalimat tersebut bermakna taksa! Tentu saja jika didengar kalimat tersebut akan membuat kita bingung!” Urai Pak Danu memaparkan pelajaran Bahasa Indonesia begitu gamblang.

“Contohnya Pak?” Tanya salah seorang anak yang duduk di bangku paling depan.

“Kucing makan tikus mati!” Jawab Pak Danu singkat.

“Lah, di mana yang bikin bingung Pak?” Tanya anak lain yang duduk di dekat jendela paling belakang.

Pak Danu tersenyum simpul, “Nah coba disimak baik-baik, tadi kan kalimatnya adalah ‘Kucing makan tikus mati!’ kemungkinan pertama maksud kalimat itu adalah : setelah makan tikus, kucing itu lalu mati! Dan kemungkinan kedua adalah : ada seekor kucing yang memakan tikus yang sudah mati menjadi bangkai!”

“Oooo…” Kembali koor seisi kelas terdengar serempak begitu kompak.

“Ada yang bisa memberi contoh lain?” Tanya Pak Danu memandangi satu-persatu murid perwalian kelasnya. Kebetulan Pak Danu adalah guru wali kelas X-9, kelas yang dihuni oleh makhluk manis yang bernama Raida bersama teman sekelasnya yang sok imut sok mungil, siapa lagi kalau bukan Elvira Sinaga alias Vivi!

“Saya Pak!” Seseorang mengacungkan tangannya tinggi-tinggi, tak aneh bila tercium bau asam dari ketiak yang diangkatnya, segera seisi kelas pun menutup hidungnya terbatuk-batuk bahkan mau muntah rasanya, “Mobil Pak Danu yang keren itu masuk ke dalam jurang!” Seru anak itu penuh semangat.

GLEK!

Pak Danu menelan air liurnya, “Kok mobil saya?” Pak Danu memprotes.

“Yang penting kan kalimatnya mengandung dua pengertian, Pak!” Papar si anak pengaju kalimat. “Dalam kalimat tersebut, yang membingungkan adalah ‘siapakah yang keren’? Pak Danu atau mobilnya!?”

“Wah, jelas saya donk!” Pak Danu tersipu narsis. “Ada lagi?” Tanyanya.

“Saya, Pak! Anjing Vivi yang galak itu menggigit celana Bang Jimmy anaknya Pak Danu!” Seru si Poltak penuh semangat.

Vivi yang baru saja kembali dari toilet terkejut mendengar namanya disebut.

“Hahahahahaha…” Suara seisi kelas mendadak gaduh memenuhi ruangan.

“Maafkan saya, bukan maksud hendak mencemooh anak Bapak! Tapi yang membuat bingung dalam kalimat saya tadi adalah ‘Siapakah yang galak’? Apakah si Vivi, ataukah anjingnya? Atau jangan-jangan si Vivi dan anjingnya itu sama-sama galak?” Gurau si Poltak lagi membuat tawa seisi kelas meledak.

Grrr! Tampaknya Vivi naik pitam.

“Hey dengar kau Poltak, anak polisi botak! Sesama orang Medan tidak baik saling mencemooh! Apalagi margaku Sinaga! Aku ini keturunan si Naga Bonar, tahu kau? Jangan macam-macam kau denganku! Bisa habis kupepes kau nanti!” Ancam Vivi menggertak si Poltak di hadapannya langsung.

Tagor yang duduk di sebelah si Poltak bangkit berdiri melerai kedua temannya yang sesama orang Batak itu.

“Hai Vivi, HORAS bah! Salam, aku si Tagor juga orang Batak asal Medan! Kalau si Poltak berkata macam-macam dengan kau, bilangkan saja padaku, biar nanti kulaporkan dengan bapaknya yang polisi botak itu! Pasti dia bakal di penjarakan di kandang kambing peliharaan bapaknya! Biar dia tahu rasa kaya apa rasanya dipepes campur tahi kambing!” Tagor berlagak sok membela Vivi.

“Apa-apaan kau Tagor bawa-bawa bapakku segala? Mau kubawa emak kau ke kandang kambing kalau aku dihukum bapakku?” Poltak tidak terima dengan pembelaan Tagor terhadap Vivi.

“Bah, apa pula kau bawa-bawa emakku?” Disuntrungkannya kepala Poltak oleh Tagor.

“Emak kau itu kan tukang sate kambing, tak payah kubawa emakmu masuk kandang kambing bapakku! Siapa tahu emakmu niat kawin dengan kambing jantan peliharaan bapakku!” Poltak semakin menjadi.

“Enak saja mulut kau itu! Emakku tak sudi mengawini kambing jantan peliharaan bapakmu! Yang ada nanti semua kambing peliharaan bapakmu itu habis disate oleh emakku!” Cerca Tagor menantang Poltak.

Sontak seisi kelas menjadi geger menyaksikan percekcokan adu mulut antar orang Batak di kelas X-9. Hanya Raida yang tidak begitu antusias mengikuti perhelatan sahabat karibnya dengan si Poltak. Padahal kan Raida juga keturunan orang Batak. Bukankah dia bermarga Hutagalung?

“Eh, Raida, kenapa kau diam saja? Kau pun orang Batak kan? Ayolah bela sahabatmu ini!” Vivi mengguncang bahu Raida yang duduk termenung.

“Sudah! Sudah! Kita fokus ke pelajaran! Kira-kira siapa lagi yang masih mempunyai contoh kalimat ambigu?” Tanya Pak Danu sambil berusaha menenangkan seisi kelas.

“Saya juga punya Pak!” Seru si Tagor masih unjuk gigi.

“Ya, silakan!” Pak Danu tak berkeberatan si Tagor kembali bersuara.

“Raida berpacaran dengan Bang Jimmy anak Pak Danu yang gagah itu!” Teriak si Tagor begitu lantang di muka kelas.

“Cie…cie…sweet…sweet…” Kelas kembali gaduh menyoraki Raida. Seluruh perhatian tertuju kepada Raida. Kontan Raida mendadak cengo. Wajahnya memerah padam menahan malu. Karmakah ini karena tadi dia tak membela Vivi?

Pak Danu menggeleng-gelengkan kepala melihat kehebohan seisi kelas pada jam terakhir hari itu.

Tagor pun kembali berdiplomasi, “Permasalahannya yang membingungkan adalah ‘Siapakah yang gagah’? Bang Jimmy atau Pak Danu?” Tanyanya ditujukan kepada Raida.

Raida bangkit berdiri, ia tidak suka dipermalukan seperti kemarin lusa saat ia datang terlambat pada jam pelajaran Bahasa Inggris yang diajarkan Bu Sundari Sucakra. Dengan langkah tegap maju jalan, Raida yang gagal menjadi anggota PASKIBRA ini gara-gara suaranya yang terlampau merdu, (wew! Apa hubungannya gagal menjadi anggota PASKIBRA dengan suara yang terlampau merdu?) Mendekat ke arah Pak Danu dan berbisik lembut…

“Pak, kalau menurut saya, Bapaklah yang gagah ketimbang anak Bapak!” Raida tampak sangat malu-malu mengungkapkannya.

Wajah Pak Danu berubah memerah. Mengapa tadi saat Raida mendekat ke arahnya dan berbisik di telinganya, ia bisa mendengar suara degup jantung Raida berdebar begitu kencang ya? Arrrrgh, Pak Danu mendadak galau! Tapi dia hanya bisa gamang!

***

“Aduh, maaf ya aku telat hari ini!” Napas Raida tersengal-sengal menghampiri Yuli yang sedang duduk di pos jaga satpam samping gerbang.

Seperti janjinya kemarin, Yuli akan membantu Raida mencarikan lelaki yang sedang Raida cari. Tetapi Raida tidak berterus-terang kepada Yuli, kalau dia sebenarnya telah jatuh cinta kepada lelaki itu, si Mr. Bunny, pangeran kelinci pujaannya.

“Ya, kamu sudah terlambat hampir setengah jam!” Yuli menguap lebar, kedua matanya terlihat mengantuk berat.

“Para lelaki di sekolahku tidak ada satupun yang mirip dengan ciri-ciri lelaki yang kau ceritakan kemarin. Terlebih dari semua cowok ganteng di sekolah ini yang kuintrograsi, tidak ada satupun di antara mereka yang mengaku telah bertandang ke sekolahmu untuk mengembalikan dompetmu secara utuh!” Yuli menyeruput secangkir kopi luak guna menghilangkan rasa kantuknya.

Dari balik pos jaga, keluarlah sesosok tubuh yang sudah tak asing lagi bagi Raida.

“Eh, si Neng datang lagi ya? Ngopi Neng?” tawarnya begitu manis, tangannya mengangkat secangkir kopi.

Raida menepuk wajahnya dengan telapak tangan kanannya, “Beu…ini satpam apa sih maunya?” gerutu Raida dalam hati.

“Saya tahu, Neng datang lagi ke sini karena kangen sama saya kan?” goda Pak Satpam ‘gazebo’ alias ‘ganzen banget bo’. “Tenang saja Neng, kali ini saya sudah pegang surat pengukuhan dari istri saya, kalau saya berhak kawin lagi setelah melewati tujuh purnama tanpa cahaya bintang! Neng siap kan jadi istri saya yang kedua?” Mata Pak Satpam melirik-lirik genit.

Raida sengaja tidak menanggapi godaan-godaan si Pak Satpam ganjen. Ditariknya tangan Yuli keluar meninggalkan pos penjagaan.

“Kamu mungkin salah orang, lelaki itu mungkin tidak bersekolah di sini!” Yuli berlari kecil balik ke pos satpam untuk mengembalikan cangkir kopi yang baru saja diminumnya.

“Tidak mungkin Yuli! Jelas-jelas sahabatku Vivi melihat sendiri seragam yang dipakai lelaki itu tertulis jelas berasal dari sekolah ini!” Raida bersikeras pada pendiriannya.

“Besok kita cari lagi ya? Memangnya ada berapa banyak cowok sih di sekolahmu ini yang kira-kira mempunyai tampang keren dan ganteng?” Raida terus membujuk.

“Jumlah murid di sekolahku kurang-lebih ada sekitar 1600 pelajar. 900 berjenis kelamin laki-laki, dan sisanya berjenis kelamin perempuan. Diperkirakan ada mencapai 500 orang di antara 900 orang laki-laki memiliki paras ganteng dan keren, 250 orang laki-laki bertampang biasa-biasa saja, dan sisanya bertampang jelek! Data itu kuperoleh berdasarkan survey para gadis di sekolahku!” pamer Yuli bangga.

“Wow, sebanyak itu?” mata Raida membelalak tak percaya. Ia sama sekali tak menyangka kalau SMA Negeri X bisa dikatakan sebagai gudangnya para cowok keren. Haruskah ia mencari si Mr. Bunny di tengah ratusan lelaki yang katanya bertampang keren itu? Ini namanya sama saja mencari sebatang jarum di tengah hamparan rumput! Sanggupkah ia melakukannya?

“Tidaaaak….” Raida berteriak sendiri.

“Hey, kamu kenapa? Kamu baik-baik saja kan?” Yuli mengurut-urut bahu Raida yang berguncang.

Raida tampak sangat putus asa. Entah mengapa ia jadi teringat pada doa Ambu beberapa tempo malam lalu. Kata Ambu “Tak mendapatkan pangeran kelinci, pangeran kodok pun tak mengapa!” lantas kalau Mr. Bunny itu tidak ada, terus siapa yang menjadi pangeran kodoknya?

“Neng, Neng, beneran nih enggak mau ngopi? Kopi buatan saya enak banget loh Neng!” panggil Pak Satpam genit dari kejauhan.

“Haaa? Jangan-jangan dia pangeran kodoknya?” pikiran Raida berkecamuk kacau balau menoleh beberapa derajat ke arah sang penggoda.

“Huwaaaaa….. aku enggak mau!” jeritnya histeris.

“Raida, kamu kenapa? Kamu kok childish gini sih? Kalau kamu sakit mari kita pulang!” Yuli memapah tubuh Raida yang terhuyung-huyung karena pusing berat.

Di saat yang bersamaan, terlihat sesosok seorang pemuda melintas di hadapan mereka.

“Eh, Fendy, kamu kok belum pulang sih?” sapa Yuli pada pemuda bertubuh tinggi proporsional itu.

“Baru selesai mencari referensi untuk membuat makalah di perpustakaan,” sahut pemuda bernama Fendy itu seraya menarik pintu pagar sekolah.

“Makalah pelajaran apa?” Tanya Yuli antusias.

“Fisika,” jawab Fendy singkat.

“Ooowh,” Yuli hanya dapat membulatkan bibir.

“Suara itu…suara itu…” Raida tersadar dari rasa pusingnya. Dikuceknya kedua matanya dengan punggung tangannya. Kini ia mulai yakin, kali ini pasti tidak salah lagi. Itu dia orangnya!

“Kamu, kamu cowok yang udah ngebalikin dompetku waktu itu kan?” Tanya Raida berdiri persis di hadapan si pemuda. “Jadi namamu Fendy, ya?”

“Eh, Mbak….” Fendy mendadak canggung.

TUING!!!

Ajaib! Ini kali kedua Raida melihat keanehan itu lagi. Telinga Fendy mendadak mekar seperti kuncup bunga yang sedang mengembang. Duh, Fendy itu alien terindah yang pernah Raida temui di muka bumi. Hush! Ngaco deh, dari tadi yang dibahas soal alieeen mulu! Memangnya di planet mana sih ini?

“Kamu tahu namaku kan? Aku masih kelas X. Panggil saja aku Raida!” Raida mengulurkan tangan kanannya kepada Fendy. Wajahnya tersipu-sipu malu tak kuasa menatap mata Fendy yang begitu teduh.

Sayang, Fendy tak memberikan uluran tangannya pada Raida. Tak mengucapkan sepatah kata pun kepada Raida. Bahkan ia pergi berlalu begitu saja dari hadapan Raida.

“Aku datang ke mari susah-susah hanya untuk mencari kamu! Aku ke sini ingin meminta maaf atas kesalahpahaman yang terjadi di antara kita, sekaligus aku ingin mengucapkan terima kasih karena kamu sudah mengembalikan dompetku secara utuh!” teriak Raida lantang sebelum Fendy benar-benar jauh dari hadapannya.

“Bukankah kamu bilang kalau uangmu itu kurang Rp50.000,00?” Fendy sama sekali tidak membalikkan tubuhnya menghadap Raida. Sementara itu Yuli yang berdiri di samping Raida hanya dapat melihat mereka dengan tatapan terbengong-bengong.

“Iiiih, asyik nonton melodrama Asia! Neng ini temanya film Bollywood apa Drama Korea?” teriak Pak Satpam dari pintu gerbang mengamati mereka bertiga.

Yuli menoleh ke arah Pak Satpam dengan tatapan sinis. Melihat kode yang diberikan Yuli, mulut Pak Satpam ganjen pun mendadak terkunci rapat.

“Tidak Fendy! Waktu itu aku salah hitung! Aku lupa kalau sebelum peristiwa pencopetan itu terjadi, aku sudah memakai uangku yang Rp50.000,00! Aku benar-benar minta maaf Fendy atas tuduhanku dan sahabatku pada waktu itu!” Raida berusaha menghadang langkah Fendy.

“Ya sudahlah, lupakan saja semua itu!” Fendy terus melangkah tanpa menghiraukan Raida yang berusaha mengejarnya.

“Tapi… tapi…” Raida berusaha berbicara lagi namun Fendy tak mau mendengarkannya. “Tapi aku mau jadi pacarmu, Fendy!” Jerit hati Raida tapi tak mampu mengeluarkannya. Suaranya tercekat di tenggorokan.

“Maaf, aku duluan ya, Yul!” pamit Fendy pada Yuli, dan tak lama kemudian sosok Fendy pun menghilang dari pandangan mata Raida. Ia pergi menaiki boncengan kawan yang menjemputnya.

Raida hanya bisa berdiri diam membisu, setetes air mata telah menggenang di pelupuk matanya. Benarkah ia sedang mengalami yang namanya patah hati? Ah secepat itukah cinta datang dan pergi dari hatinya?

“Dia pacarku! Kami baru jadian satu minggu yang lalu, tapi aku kok tidak tahu ya kalau dia ternyata orang yang selama ini kamu cari? Dia tidak ada cerita padaku kalau dia baru saja mengembalikan dompet punyamu ke sekolahmu langsung?” terdengar kata-kata Yuli begitu tenang dan sedikit kebingungan.

DEGH!

Hati Raida seperti cangkir yang jatuh ke lantai dan hancur berkeping-keping. Benarkah apa yang baru saja diucapkan oleh Yuli kepadanya? Fendy itu adalah kekasihnya? Oh, Tuhan secepat itukah kisah cinta ini harus berlalu?

“Dan kamu juga tidak tahu, kalau pacarmu itu memiliki keunikan yang sangat langka? Kupingnya dapat mengembang seperti sayap burung yang akan terbang!” desis Raida begitu lirih.

“Ya, aku baru mengetahuinya sekarang!” gumam Yuli pelan. “Kalau sikapnya tidak menyenangkan padamu tadi, tolong dimaafkan ya! Tidak biasanya Fendy bersikap seperti itu kepada orang lain,” Yuli merangkul Raida dan mengajaknya pulang. Ia sama sekali tidak menyadari kalau setetes air mata telah jatuh dari pipi Raida tatkala Raida menunduk menyembunyikan kesedihan di wajahnya.

***

Ting! Tong!

“Raida ada Bu?” Seorang pemuda berperawakan gemuk menyalami tangan Ambu.

“Maaf, punteun pisan, ini teh siapa ya?” Ambu memegangi tengkuk lehernya.

Pemuda gemuk itu tersenyum manis semanis mungkin melebihi manisnya 1 kg gula, “Bilang saja pangeran impiannya datang berkunjung, Bu!” Sahutnya santun.

“Masya Allah! Katanya Neng Ida jatuh cintanya sama pangeran kelinci, tapi kok yang datang malah pangeran kodok ya?” Racau Ambu tidak karuan.

“Hah?” Pemuda itu tampak kebingungan.

“Siapa Mbu?” Raida melongo di ruang depan.

“Nah kebetulan Neng, ini ada cowok datang mencari Neng Ida! Ngakunya sih pangeran impian Neng!” Ambu melengos ke dalam.

“Haaa… Siapa sih?” Raida menjadi penasaran melangkah menuju pintu.

“Hai, sayang!” Sapa si pemuda gemuk dengan mesranya.

“Bang… Bang Jimmy?” Raida menutup mulut dengan kedua telapak tangannya.

“Kaget ya melihat Abang datang? Ini Abang bawakan seikat mawar untukmu!” Disodorkannya bunga-bunga segar dari tangannya yang gempal.

“Abang tahu dari mana alamat rumahku?” Raida sama sekali tak mempersilakan pemuda itu untuk masuk ke dalam rumahnya.

“Ada deh! Yang jelas bukan dari Ayu Tingting tentunya! Kan kalau tanya alamatmu sama Ayu Tingting, yang ada nanti Abang malah dikasih alamat palsu!” Pemuda gemuk yang ternyata bernama Bang Jimmy itu tersipu-sipu malu.

“Abang dengar dari teman-teman sekelasmu, katanya kamu memuji-muji Abang ya saat jam pelajaran Papa tadi siang?” Bang Jimmy menghampiri Raida lebih dekat.

image

“Aduuuuuh, ini Teddy Bear kepedean banget sih!” Umpat Raida dalam hati.

Tiba-tiba saja Bang Jimmy menarik tangan Raida dan mengecup punggung tangannya begitu romantis.

“Raida sayang, kamu sudah tidak sabar ya ingin menjadi pacar Abang?” Bang Jimmy berkata perlahan.

“Duuh, bagaimana ini?” Keluh Raida gelisah.

#Maaf bersambung dulu ya pembaca!#

Fortune Cookies, Diam-diam Suka, Hilman Hariwijaya, dan Novelku

Fortune Cookies, Diam-diam Suka, Hilman Hariwijaya, dan Novelku

image

Akhir-akhir ini selama liburan aku jadi keranjingan menulis novel lagi. Sebetulnya bukan novel baru sih. Aku hanya mengembangkan sebuah naskah (script) yang pernah kutulis 9 tahun silam saat aku baru beberapa bulan tinggal di Kalimantan. Waktu itu aku sedang merasa jenuh karena tinggal di Kalimantan jarang ada hiburan. Tidak ada taman bacaan, perpustakaan daerah, dan toko buku. Padahal aku hobi banget membaca cerita. Sampai akhirnya aku mempunyai ide membuat sebuah buku dari potongan kertas karton yang kujilid dengan cover dari kardus bekas Indomie. Maka taraaa… Jadilah sebuah buku serbaguna yang dapat kujadikan  sketsa book dan coretan-coretan. Ternyata kegemaranku menulis script drama sejak SMA masih berlanjut hingga sekarang. Dan buku sketsa script dramaku ini masih awet hingga kini. Duh, senangnya! Nah, salah satu script drama yang kukembangkan sekarang adalah “My Drama” (MVPX Lover). Naskah ini terinspirasi dari film MVP Lover, drama Taiwan tahun 2003-2004 yang pernah diramaikan oleh BoyBand 5566 (Baca : Double Five Double Six). Wah, aku suka banget drama tersebut apalagi lagu-lagu soundtracknya yang dibawakan oleh 5566. KEREEEEN!!!

image

Tapi apakah kalian tahu apa yang membuat semangat menulisku mulai naik lagi? Jawabannya adalah SINETRON RCTI : FORTUNE COOKIES! Awalnya sinetron tersebut sebelum ditayangkan sangat gencar diiklankan, tapi dengan judul : PACAR PURA-PURA! Dengan mengusung soundtrack lagunya Cherrybelle : DIAM-DIAM SUKA! Memang sih, lagu itu enak didengar nada dan iramanya. Tapi kalau boleh jujur, aku kurang suka pada Cherrybelle karena karakter mereka yang sudah lewat dari masa ABG tapi bertingkah kekanak-kanakan! Entah kebetulan atau disengaja SCTV sebagai pesaing RCTI tak mau ketinggalan menghadirkan sinetron DIAM-DIAM SUKA dengan soundtrack yang sama dari Cherrybelle, dan film tersebut diperankan oleh BLINK, Dimas Anggara, Derby Romero, Rianty Cartwright, dan mayoritas adalah para pemain sinetron Putih Abu-abu yang dulu santer sampai digemari oleh semua umur, termasuk ibuku yang waktu itu sudah berusia 50 tahun. (x_8)” hmmmmm… Tapi kalau boleh menilai, ternyata alur cerita sinetron Diam-diam Suka (DDS) juga masih kurang lebih mirip dengan sinetron Putih Abu-abu, bedanya DDS tidak ada Eza Gionino! Please  donk buat SCTV  kalau membuat film, tokohnya jangan itu-itu saja, dan alurnya jangan begitu-begitu saja! Kalau kurang stok cerita, booking saja saya! Saya siap loh menjadi script writer buat rumah produksi kalian! ђёђёђёђёђё promosi sedikit boleh donk!

Nah, mungkin karena soundtrack yang sama, RCTI akhirnya mengalah mengganti judul sinetron Pacar Pura-pura menjadi FORTUNE COOKIES! Plus soundtracknya diganti menjadi lagunya JKT48 : Fortune Cookie yang Mencinta! Yippie! Standing applause untuk RCTI! Ketimbang Cherrybelle aku malah lebih suka dan ngefans banget sama JKT48! Pasalnya lagu-lagu JKT48 benar-benar Jepang banget! Namanya juga sisterband dari AKB48, tampang para penyanyinya masih ABG semua dan lirik lagu yang dinyanyikan benar-benar terjemahan murni dari lagu-lagu Jepang yang dibawakan oleh AKB48. Nah, lirik lagu Fortune Cookie Yang Mencinta pun sangat cocok untuk alur cerita sinetron Fortune Cookies! Well done deh buat RCTI, salut!

Nah, ini dia lirik soundtrack Fortune Cookies :

image

Fortune Cookie yang Mencinta

Walaupun diri ini menyukaimu
kamu seperti tak tertarik kepadaku
Siap patah hati kesekian kalinya
Yeahh! (3x)

Ketika ku lihat disekelilingku
ternyata banyak sekali gadis yang cantik
Bunga yang tak menarik tak akan disadari
Yeahh! (3x)

Saat kumelamun terdengar music
mengalun di cafetaria
Tanpa sadar ku ikuti iramanya
dan ujung jari pun mulai bergerak
Perasaanku ini tak dapat berhenti
Come on! (4x) Baby!
Tolong ramalkanlah

Reff :
Yang mencinta Fortune Cookie
masa depan tidak akan seburuk itu
Hey! (3x)

Mengembangkan senyuman
Kan membawa keberuntungan
Fortune Cookie berbentuk hati
Nasib lebih baiklah dari hari ini
Hey! (3x)
Hey! (3x)

Janganlah menyerah dalam menjalani hidup
akan datang keajaiban yang tak terduga
Ku punya firasat tuk bisa saling mencinta
denganmu

Ingin ungkapkan perasaan padamu
tetapi Aku tak percaya diri
Karena reaksimu terbayang di benakku
Yeah! (3x)

Meski cowok bilang gadis ideal
yang punya kepribadian baik
Penampilan itu menguntungkan
selalu hanya gadis cantik saja
Yang kan dipilih menjadi nomor satu
Please (3x) Oh Baby
Lihatlah diriku
Yang mencinta Fortune Cookie
Cangkang itu ayo coba pecahkan saja
Hey! (3x)

Apa yang kan terjadi
siapapun tak ada yang tahu
Air mata Fortune Cookie
Aku mohon jangan menjadi hal yang buruk
Hey! (3x) Hey! (3x)

Dunia ini kan dipenuhi oleh cinta
esok hari akan berhembus angin yang baru
Yang membuat kita terlupa
akan hal yang menyedihkan
Come on! (4x) Baby!
Tolong ramalkanlah
#Back To Reff

image

Para pemeran Fortune Cookies :
Yuki Kato
Nasya Marcella
Stefan William
Giorgino Abraham
Natasha Wilona
Immanuel Caesar Hito
Aurelie Moeremans
Lucky Perdana
Sidik Edward
Putra Dinata
Sultan Djorgi
Maudy Wilhelmina
Iszur Muchtar
Cut Memey
Gunawan

Sinopsis Fortune Cookies :
Fathin (Yuki Kato) adalah gadis periang yang selalu semangat, dia bersahabat dekat dengan Reyhan (Steffan William). Keduanya sering bermain di pasar karena kedua orang tua mereka adalah pedagang pasar. Pak Edy-ayah Reyhan (Gunawan) sangat menaruh harapan kelak Fatin bisa menjadi menantunya. Tapi tidak demikian dengan Pak Jaka ayah Fatin (Iszur Muchtar). Fathin dan Reyhan hanya tertawa melihat tingkah laku orang tua mereka, karena mereka berdua sudah terlalu dekat layaknya sahabat. Reyhan sangat suka dengan sikap Fathin yang selalu ceria, dan tidak segan-segan menolong orang kesusahan, serta kegilaanya dengan ‘fortune cookies’ yang bisa berpengaruh terhadap mood-nya seharian. Sedangkan Fathin menganggap Reyhan adalah soulmate-nya, teman yang akan selalu ia jaga. Fathin diam-diam mulai menyukai Reyhan lebih dari teman, walaupun ia tidak pernah mau mengakuinya.

Tetapi semenjak kedatangan JASMIN (Nasya Marcella), gadis cantik dan anggun yang sering menyalurkan hobi fotografinya di pasar tempat mereka berjualan, tiba-tiba Reyhan menjadi sering melamun. Rupanya Reyhan begitu terpesona dengan Jasmin. Fathin kurang suka dengan kedatangan Jasmin, apalagi setelah tahu kalau Jasmin adalah anak dari pemilik pasar, Pak IMRON, yang sebentar lagi akan menggusur para pedagang di sana, yang otomatis bisa mengacaukan mata pencaharian mereka. Tetapi Reyhan membela Jasmin dan mengatakan pada Fathin kalau Jasmin tidak tahu menahu tentang rencana ayahnya.

Selama belasan tahun enya (Cut Memey) menyimpan rahasia kalau Fathin sebenarnya bukanlah anak kandungnya dengan Pak Jaka. Ternyata Fathin adalah anak yang dipungut dari dalam gerobak sampah ketika bayi. Atikah adik Fathin sangat membenci Fathin karena perhatian enya lebih besar kepada Fathin daripada dirinya. Setelah mengetahui kalau Fathin itu anak pungut, Atika mengusir Fathin dari rumah. Masalah tidak sampai di situ, masih ada Tante Dona, ibunya Jasmin yang sangat membenci Fathin dan ingin membuat hidup Fathin hancur.

Untunglah Fathin tidak sendiri. Selalu ada Reyhan yang menjadi pelindungnya, Jasmin, dan juga Gio (Giorgino Abraham) cowok sok kaya, kedua orangtuanya pengusaha kaya yang sangat sibuk di luar negeri dan donatur terbesar di yayasan sekolah. Gara-gara kalah taruhan saat bermain basket Fathin harus mau menjadi pembantu Gio selama beberapa minggu. Sebenarnya sih, Gio itu jatuh cinta pada Fathin karena kepolosannya dan sikapnya yang suka blak-blakan menilai orang lain. Tetapi Gio hanya bisa memendam perasaannya sendiri. Sementara di sekolah, Atikah dan Aurelie selalu berusaha berebut mendapatkan cintanya Gio. Sedangkan Gio harus bersaing dengan Reyhan untuk mendapatkan cinta Fathin. Cerita cinta di antara mereka semakin rumit karena Fathin dan Jasmin pun diam-diam sama-sama menyukai Reyhan. Hanya saja Jasmin tipikal gadis yang tidak mudah cemburu kalau Reyhan selalu berada di dekat Fathin. Jasmin justru rela berkorban apapun untuk Fathin. Dan makin rumit lagi rebut-rebutan cintanya Jasmin pun terjadi di antara adiknya Reyhan dan kawannya.

Setelah diusir dari rumah, Fathin menumpang tinggal di rumah Pak Ilham (Sultan Djorgi), kepala pelayan di rumah Gio. Sayangnya Bu Menur (Maudy Wilhelmina) istri Pak Ilham sangat tidak menyukai Fathin. Ia sering memperkerjakan Fathin sebagai tukang cuci di rumahnya. Namun saat enya datang untuk menjemput Fathin, Bu Menur sangat shock karena ia teringat masa lalu saat ia memisahkan Pak Ilham dengan almarhumah istrinya terdahulu, Bu Menur sendirilah yang ternyata telah membuang Fathin ketika bayi ke dalam gerobak sampah. Seperti apakah kelanjutan kisahnya?

Penilaianku untuk Fortune Cookies :
Over all, cerita ini lucu, menarik dan membuatku geregetan karena iklan yang seabreg, sementara penayangan filmnya sangat singkat. Walaupun sikap Atikah dan Aurelie selalu jahat kepada Fathin begitu juga dengan Bu Menur, namun tidak terdapat adegan kekerasan yang berlebihan. Sama halnya dengan adegan pertengkaran antara Gio dan Reyhan, tidak ada kekerasan yang berarti. SinemArt sebagai rumah produksi memang cerdas!

image

Aku sangat suka kalau seandainya Fathin jadian dengan Gio, sedangkan Reyhan dengan Jasmin. Sebab adegan-adegan pertengkaran antara Fathin dengan Gio yang tak pernah akur, chemistry-nya kena banget! Kasihan banget melihat Jasmin yang cintanya bertepuk sebelah tangan pada Reyhan.

image

Tak disangka penulis naskah sinetron ini adalah Hilman Hariwijaya! Om Hilman, I love You full! Sejak kecil aku ngefans banget sama Om Hilman Hariwijaya yang beda setahun lebih muda dari mamaku. Waktu kecil aku sering rebutan baca novel Lupus Kecil dengan pamanku di Bogor. Terus beranjak masuk SMP aku pun gemar membaca Lupus ABG. Karakter favoritku di novel-novelnya Om Hilman antara lain : Lupus, Lulu, sama Mami. Aduh, pokoknya aku baca dengan pamanku sampai ngakak guling-guling di atas tempat tidur terus jatuh gedebuk ke lantai saking lucunya membaca novel Lupus. Lupus Kecil favoritku waktu Lupus bongkar radio karena dikiranya di dalam radio itu ada orangnya sehingga radio bisa bersuara. Lupus ABG favoritku edisi BOHONG=NYONTEK, dan Mami masuk rumah sakit. Kalau Lupus dewasa aku jarang baca novelnya tetapi suka menonton sinetronnya terutama yang diperankan oleh Ida Bagus Made Oka Sugawa, karakternya cocok banget. Apalagi ada si Gusur yang badannya jumbo banget sama Boim yang tinggal dengan kakeknya dan hidup miskin. Neny Triana pun sangat cocok memerankan karakter Mami, tapi sayang kurang galak seperti di novel Lupus ABG.

Melihat Fortune Cookies dan Om Hilman Hariwijaya yang masih eksis menulis di usia emasnya membuatku terpacu untuk dapat terus berkarya seperti Om Hilman. Aku sangat berharap kelak suatu saat cerbung-cerbungku dan semua cerita yang kubuat bisa meraih popularitas seperti halnya karya-karya Om Hilman Hariwijaya. Terlebih, aku ingin orang bisa lebih menghargai karya seorang penulis! Tidak akan ada cerita bila tidak ada penulis! Benar begitu bukan pembaca?! 

Serial : Raida Hutagalung

image

My Drama #1

ΩΩΩΩΩ♣♣♣ΩΩΩΩΩ

Sorot matanya tajam bagai elang memburu bumi. Kaca helm yang gelap mengkilap mulai ditutup, perlahan tapi pasti gas semakin ditambah. Tangan kanan berbalut sarung itu memutar handle setir gas motornya. Tak lama deru motor besar itu pun terdengar menyeruak meramaikan suasana kepadatan jalan. Ia mengemudi dengan kecepatan tinggi.

“Aah, gantungan kunci di sepanjang trotoar jalan ini memang bagus-bagus! Nggak salah kalau aku pagi-pagi sudah berangkat ke sini! Biasanya kan kalau baru buka pedagang kaki lima suka memberikan penawaran harga yang lumayan murah sebagai penglaris mereka! Ooh kacamata hitam itu juga sama kerennya dengan yang dimiliki teman-temanku di kelas yang katanya ‘made in HK’ alias Hongkong! Lumayan kan aku beli di sini, terus kalau teman-temanku tanya ‘made in’ mana, tinggal jawab saja kalau ini semua ‘made in KPK’! Kumpulan Pedagang Kakilima! Hihihi..” Seorang gadis belia bergumam pada dirinya sendiri tersenyum-senyum di kulum seraya mengamati barang dagangan yang berjejer di trotoar kaki lima.

“Bang, berapa harga sun-glasses ini?” Gadis berok seksi itu menunjuk-nunjuk barang dagangan. Ia tak dapat mengucapkan kata sun-glasses secara fasih.

“Sun…apa Neng?” Tanya si pedagang bingung.

“Sun donk yank, ya Neng?” Sambung pedagang lain tak jauh dari pedagang tadi. Matanya melirik-lirik jelalatan. Pasti habis digerumutin lalat kali ya…

“Jangan mau nge-sun dia Neng! Saban hari dia mah kagak pernah mandi! Makanya badannya bau kebo! Mending nge-sun abang aja Neng, badan abang mah biar kagak mandi juga, baunya cuma bau sayur asem!” Si pedagang kacamata tersenyum cengengesan.

“Iih, si abang, jangan kurangajar ya Bang! Begini-begini saya jago karate loh! Ciat..ciat..ciat!” Gadis itu pun beraksi menirukan jurus bangau terbang, kedua tangannya direntangkan ke samping kemudian berbengkok menekuk seakan menirukan paruh bangau yang ingin mematuk kedua pedagang kaki lima yang mengapitnya. Sedangkan kaki kanannya diangkat dan ditekuk seolah ingin menyepak siapapun yang bersikap kurangajar padanya.

Semilir angin berhembus membuat rok mini sang gadis berkibar-kibar, sementara mata kedua pedagang itu membelalak lebar seakan baru saja melihat tumpukan emas di kaki gunung. Mulut mereka menganga secara spontan. Tapi….

Huph!

Kedua mulut para pedagang itu tersumbat oleh sesuatu.

“Maaf ya Bang, itu kertas ulangan saya yang dapat nilai NOL kemarin!” Ujar si gadis tersipu-sipu malu seraya merapatkan kedua tangannya menyampaikan sembah.

Sontak kedua pedagang itu segera memuntahkan gumpalan kertas yang menyumpal mulut mereka.

“Aah, Neng Ida bagaimana sih, abang cuma bercanda juga kok malah disumpel kertas ulangan sih?” Protes si pedagang gantungan kunci sedikit kesal.

“Aduuh Neng, pinter amat ya? Ulangan dapat nilai NOL! Pelajaran apa Neng?” Repet si pedagang kacamata.

“Eh, anu pelajaran Fisika Bang! Saya kan emang kagak ngerti rumus-rumus Fisika Bang! Susah, mumet lagi! Lagian masih untung mulut abang berdua cuma disumpel pakai kertas ulangan! Coba kalau saya sumpel pakai bekas pembalut nenek saya! Sudah klepek-klepek kali ya abang berdua!” Gadis yang disapa Neng Ida tersenyum malu-malu kucing.

“What? Memangnya neneknya Neng Ida masih suka menstruasi?” Abang penjual kacamata mendadak bengong.

Temannya, si penjual gantungan kunci lantas garuk-garuk kepala. Namanya juga nggak pernah mandi, sudah biasa kan kalau dia menggaruk kepala? Entah karena gatal, entah cuma mau gaya doank supaya cerita ini tambah rame, enggak ngaruh kalee…

“Eh, bro, memangnya nenek-nenek kagak bisa menstruasi lagi ya?” Bisik si penjual gantungan kunci dengan mimik polos.

“Eits, jangan salah Bang! Nenek-nenek zaman sekarang itu bisa mengalami pubertas kedua loh! Memangnya cuma kakek-kakek saja yang suka KKG!” Neng Ida menjentik-jentikkan jemari tangan di dagunya.

“Oh, kalau KKG saya tahu Neng! Kebetulan tetangga saya seorang guru, setiap menjelang ulangan umum beliau sibuk mengikuti rapat KKG. Kalau tidak salah sih, KKG itu katanya singkatan dari Kelompok Kerja Guru. Iya kan Neng?” Sahut si pedagang kacamata mantap.

“Wah, bukan KKG yang itu Bang! KKG yang saya maksud adalah Kakek-Kakek Gaul!” Neng Ida berkacak pinggang sok aksi.

“Oh, begitu ya Neng? Baru tahu saya Neng!” Abang pedagang gantungan kunci masih terus menggaruki kepalanya. Mungkin para kutu sudah banyak beranak-cucu di atas kepalanya yang gondrong. Maklumlah kutu kan tidak pernah ikutan program KB.

“Terus Neng Ida jadi mau beli sun… Aduh sun apa ya tadi? Bukan suntikan kan Neng?” Si pedagang kacamata sedikit pilon.

“Nah itu dia! Sun-glasses Bang, yang ini berapaan Bang harganya?” Diambilnya sebuah kacamata hitam bertangkai tipis dari atas meja dagangan. Gadis belia itu mencocokkan wajahnya dengan kacamata hitam pilihannya.

image

“Oh, maksud Neng Ida itu sunglasses (baca : san-glasses) ya?” Tebak si empu dagangan.

“Ah, itu maksud saya Bang! Ya, harap maklumlah Bang, Bahasa Inggris saya terlalu jago banget dah! Sampai-sampai nih ya Bang, Brad Pitt aja kalah adu debat Bahasa Inggris sama saya!” Neng Ida bergaya makin aksi menyombongkan diri.

“Wuiiih, mantap banget tuh! Emangnya Neng Ida pernah ya ketemu sama aktor Brad Pitt?” Abang pedagang kacamata berdecak kagum.

“Kagak pernah!” Jawab Neng Ida polos.

Pedagang gantungan kunci semakin bingung menggaruk kepalanya, “Terus kaya apa caranya berdebat sama dia Neng?”

“Yee… Pan waktu dia nongol di film action, si Brad Pitt kan teriak-teriak terus nih manggilin musuhnya. Terus saya balasin aja omongannya dia pake cas-cis-cus, eh sekalinya musuhnya keluar bawa senapan si Brad Pitt malah berhenti ngomong. Berarti saya menang debat melawan dia kan?” Gadis polos itu pun tersenyum nyengir kuda memamerkan deretan giginya yang putih rata.  

“Oh, iya-iya, benar juga ya Neng!” Abang penjual kacamata manggut-manggut kepala dan mengacungkan jempolnya.

“Nah, jadinya berapa nih Bang?”

Si abang berpikir sejenak, “Ya, sudah buat Neng Ida mah karena sudah jadi pelanggan setia Abang, biar Abang kasih Rp25.000,00 aja deh! Harga jualnya sih yang benar Rp35.000,00!”

“Neng, gantungan kuncinya sekalian ya?” Abang penjual gantungan kunci tak mau ketinggalan. “Sepuluh ribu aja buat Neng! Sudah diskon 10% loh!”

Neng Ida menganggukkan kepala, lalu dipilihnya satu buah gantungan kunci berbentuk hati warna biru, “Sebentar ya Bang, uangnya!”

Dikeluarkannya sebuah dompet dari saku rok seragamnya. Kemudian diserahkannya selembar lima puluh ribuan terlebih dahulu kepada pedagang kacamata. Belum sempat ia menerima uang kembalian dari abang penjual kacamata, terdengar suara deru motor mendekat ke arahnya dan…

GREP!

Dompet di genggaman tangannya berhasil dirampas oleh si pengendara motor yang baru saja melintas di sebelahnya. Sejenak ia sempat terbengong-bengong saking terpananya menatap motor yang begitu keren. Namun sesaat kemudian, baru ia menyadari kalau dompetnya telah raib dari tangannya.

“Neng, Neng, dompet Neng dirampas!” Abang penjual gantungan kunci mengguncang bahu Neng Ida begitu panik.

“Ayo Neng, dikejar Neng!” Teriaknya lagi gelagapan.

“Woooy… KAMPRET! Balikin dompet gue!” Teriak Neng Ida seraya mengejar motor si penjambret. Namun motor itu terlampau jauh di hadapannya. Kontan ia hanya menjadi tontonan para pejalan kaki sepanjang trotoar.

“Copot! E…Copet! E… Jambret! Kampret! E… Ngepet!” Teriak Neng Ida seraya terus mengejar.

Dengan segala upaya, Neng Ida terus berusaha menambah kecepatan langkah seribunya. Hingga tikungan jalan tepat di lampu merah yang mulai menyala motor itu tampak berhenti tak berniat menerobos sedikitpun. Kesempatan!

Ups, arrrrrrrgh, SIAL! Cepat sekali lampu merah itu berganti warna! Secepat kilat pula motor si penjambret pun meninggalkannya. Neng Ida pun kehilangan jejak.

“Dasar loe KAMPRET! Kampungan tukang ngeret! Anak sekolah tapi ko tukang copet?! MOPET loe! Motor ngepet!” Napas Neng Ida tersengal-sengal.

“Gue sumpahin loe kalau loe ketemu gue lagi suatu saat nanti loe bakal nyerahin semua hasil ngepetan loe buat gue!” Tak kunjung henti ia terus ngedumel sepanjang jalan sambil melanjutkan perjalanannya ke sekolah.

***

Tok! Tok!

“Masuk!” Terdengar suara seorang wanita dari dalam kelas membukakan pintu untuknya.

“Oh, Raida! Where have you been from, at an hour first?” Sapa wanita yang membukakan pintu kelas tadi. Tahu donk siapa dia?

So pastilah, dari ucapannya saja jelas kalau dia itu pasti guru Bahasa Inggris. Tapi… Nanya apa ya dia barusan? Ayo donk Neng Ida, katanya jago Bahasa Inggris?

“Raida Hutagalung! Saya tanya kamu tadi ‘Sudah dari mana saja kamu selama satu jam pertama’?” Tegur wanita berperawakan gemuk dengan sanggul rambutnya yang pirang.

Oh, ternyata nama lengkap Neng Ida sebetulnya adalah Raida Hutagalung toh? Bagus juga ya? Bah, Hutagalung itu marga orang Batak kan? Katanya Hutagalung itu kalau hutang ga kepalang tanggung! Alamak… Gawat kali ini! Jangan-jangan Neng Ida itu dicopet orang gara-gara ia kebanyakan hutang… Ups, tak boleh negative thinking ya!

“Yes, Ma’am!” Neng Ida memberi hormat.

“Call me Mrs. Sundari!” Sang Guru Bahasa Inggris memicingkan matanya dengan sorotan tajam.

“Yes, Ma’am!” Lagi-lagi Neng Ida memberi hormat.

Mrs. Sundari menggeram.

“Sorry, Mrs. Sundari…” Raida tampak gugup.

“So, dari mana kamu tadi pada jam pertama, sehingga pukul 8 tepat kamu baru tiba di sekolah dan terlambat mengikuti pelajaran saya? Apakah kamu baru keluar dari salon?” Intrograsi Mrs. Sundari bertubi-tubi.

“Atau kamu baru pulang habis berjemur dari pantai?” Imbuhnya lagi menambahkan pertanyaan-pertanyaan sebelumnya. Nada bicaranya seperti habis makan cabai 1 kg. Haaaaaah…. PEDES BANGET!

Melihat penampilan Neng Ida yang urakan sontak seisi kelas menertawakannya.

“Huuuuuuuu…..” Seisi kelas menyorakinya.

image

Rambutnya berantakan gara-gara terkibas-kibas saat mengejar copet yang menjambret dompetnya tadi pagi. Ia sama sekali tak menyadari kalau rambutnya telah mengembang seperti rambut singa yang tak pernah disisir. Ditambah lagi kacamata hitam yang melekat di wajahnya. Ia tidak sadar, sejak transaksi jual beli di kaki lima tadi kacamata hitam yang dibelinya tak kunjung dilepas dari wajahnya. Kebayang nggak sih, kaya apa muka singa kalau sedang memakai kacamata?

“Itu sih baru pulang jadi cheerleader buat nyorakin klub kesebelasan negara tetangga Bu!” Celetuk seorang cowok di pojok kelas.

“Kelihatannya Raida baru pulang habis pijit keliling deh, Bu!” Celetuk yang lain. Kali ini suara perempuan.

Sorak riuh rendah seisi kelas semakin menjadi.

“Come on Raida! Please answer my questions! Yang lain harap tenang!” Perintah Mrs. Sundari lagi setengah mendesak.

“Ng.. Anu Ma’am.. Tadi I have got…” Raida kebingungan tak tahu lagi harus berkata apa. Ia tidak tahu Bahasa Inggris-nya ‘jambret’ dan ‘dompet’. Padahal ia sangat ingin menjelaskan kepada Mrs. Sundari kalau dompetnya baru saja dijambret dalam perjalanan ke sekolah.

“I have got … I have got …” Raida terus mengulang kalimat yang sama karena grogi.

“Ma’am katanya Raida habis kecebur GOT tuh!” seloroh salah seorang murid lain yang juga bermulut usil. Kali ini tepat di muka kelas.

“Wahahaha…” Teman sekelasnya tak kunjung berhenti menertawakannya.

“Shut up! You all are stupid! I have got my wallet lost! A thief stole it from me when I bought this sunglasses on the way to school! I ran to chase him. But he drove his motorbike so fast! I lost him, and I lost all my money, you know! That’s why my hairs become like this!” Raida berteriak di hadapan kelas setengah emosi. Ia bahkan hampir saja menangis di hadapan teman-teman sekelasnya.

Mendadak suasana kelas berubah menjadi hening. Tak seorang pun berani bersuara mengolokinya lagi. Entah mereka merasa iba terhadap Raida, entah karena mereka tidak mengerti dengan Bahasa Inggris yang diucapkan oleh Raida. Nah loh? Tapi berbeda dengan Mrs. Sundari, entah mengapa tiba-tiba saja beliau bertepuk tangan menghampiri Raida.

“Well done, Raida! Akhirnya kamu bisa juga berbicara Bahasa Inggris! You speak English well! Congratulation!” Mrs. Sundari tersenyum bangga pada Raida.

Raida tercengang, tiba-tiba saja suasana kelas kembali berubah dan berbalik memberinya tepuk tangan. Raida bingung dan menunjuk batang hidungnya sendiri. Ia nyaris tak percaya kalau Mrs. Sundari yang terkenal jutek, baru saja memujinya.

“But, I’m sorry for your wallet! Semoga dompetmu cepat kembali!” Mrs. Sundari menutup pertemuan hari ini.

“Selamat ya Da! Kali ini loe dapat pujian dari Mrs. Sundari Sucakra! Enggak biasanya tuh Mrs. Killer muji murid di kelas kita! Selama ini kan kelas X-9 kan selalu dijuluki kelas kumpulan anak berotak ‘O’ sama tuh guru!” Vivi sahabat karib Raida yang juga teman semejanya, menghampiri dan memberi ucapan selamat kepada Raida begitu bel istirahat berbunyi.

“Berotak ‘O’? Maksud loe apaan?” Raida kebingungan.

“Ah, loe kaya nggak ngerti aja. ‘O’ itu singkatan dari ‘Oon’ alias belo’on! Memangnya selama ini ada anak di kelas kita yang nilai ulangannya di atas NOL gitu? Mana ada? Orang tiap hari sekelasan pada contekan mulu!” Urai Vivi panjang lebar.

“Dari dulu gue paling sebal sama tuh Mrs. Sundari! Cuma dia satu-satunya guru bertampang killer yang mengajar di kelas kita! Pingin banget deh, dia lenyap dari atas muka bumi ini! Ngomong-ngomong, loe tadi ngomong apa sih di kelas sampai ngamuk-ngamuk gitu? Yang gue ngerti cuma pas elo ngatain sekelas itu ‘You all are stupid!’ Loe ngatain kalau sekelas kita itu pada bego kan? Gue setuju banget deh sama elo, sekelas kita semua emang pada bego kan anaknya? Soalnya tiap kali hasil ulangan Bahasa Inggris dibagikan sama Mrs. Killer itu, pasti dia selalu ceramahin kita ‘You all are STUPID!'” Celoteh Vivi tak kalah panjang dari sebelumnya seperti seorang pejabat tengah memberikan sambutan peresmian gedung baru di kota.

Raida tidak begitu menyimak celotehan sahabat karibnya sama sekali. Ia malah asyik menyeruput es jeruk yang baru saja dipesannya dari pelayan kantin.

“Da, tadi pagi emang kenapa sih elo terlambat? Loe pasti belanja dulu kan di pasar kaki lima?” Terka Vivi dengan tepat. Ia tahu betul kebiasaan sahabat karib satu-satunya itu.

Raida tak menggubrisnya.

“Loe beli apa aja? Kacamata item kan? Terus sama apa lagi? Gue lihat donk!” Digeladahnya saku rok Raida satu-persatu.

“Vi, dengar! Gue tadi pagi kena apes! Dompet gue dijambret sama cowok pake seragam dan kabur pake motor gede! Gue udah coba kejar, tapi hasilnya nihil! Yang ada nih, malah rambut gue jadi korbannya!” Raida mengibas-ngibaskan rambutnya yang masih berantakan. Ia belum sempat membilasnya di kamar kecil untuk dirapikan kembali.

“Gila yang benar aja tuh cowok berani ngepet dompet elo? Minta dibantai kali tuh cowok! Kira-kira elo hapal motor tuh cowok kagak? Kalau enggak, seragam yang dipakai sama cowok itu kira-kira dia anak sekolah mana?” Vivi benar-benar antusias atas malapetaka yang menimpa sahabat karibnya ini.

“Sudahlah, mana sempat gue perhatiin, orang dia ngebut banget ko!” Timpal Raida beranjak bangkit dari duduknya.

“Udah ah, gue mau ke kamar kecil dulu, mau ngerapiin nih rambut! Berhubung gue habis kecopetan, loe bayarin es jeruk gue ya, Vivi darling!” Raida pun berlalu dari hadapan Vivi.

“Kalau sampai aku ketemu lagi sama itu maling yang sudah mencuri dompetku, awas saja nanti, akan kubuat perhitungan dengannya!” Gumam Raida kepada dirinya sendiri.

Dibasahinya rambutnya dengan air yang mengucur di wastafel. Kemudian ia menyisir perlahan.

“Ups… Tunggu-tunggu, tapi kan motornya itu keren banget. Orang yang nyetirnya juga pasti keren! Gimana kalau si penjambret itu tampangnya emang beneran keren? Kan lumayan kalau kujadikan pacar! Jadi, kalau dia datang baik-baik mau mengembalikan dompetku, dan uangku utuh, terus sebagai wujud permintaan maafnya padaku karena telah mencuri dompetku, kusuruh saja dia jadi pacarku! Asyiiik, aku enggak bakal jadi jomblo lagi! Ke mana-mana aku bakal dibonceng sama cowok keren dengan motornya yang super keren! Hahay…” Raida jadi asyik berkhayal sendiri. Ia bersenandung kecil berharap impiannya menjadi kenyataan.

***

“Fuih, akhirnya bebas juga!” Raida menarik napas lega setelah melangkah keluar meninggalkan gerbang sekolah.

“Da, elo pulang mau jalan kaki? Ikut gue aja yuk bareng naik angkot!” Tiba-tiba saja Vivi sudah ada di sampingnya dan bersiap akan menarik sebelah tangannya.

“Tapi elo bayarin ya?” Raida sok jual mahal. Padahal sebenarnya ia memang mengharapkan gratisan dari Vivi. Terlebih dalam situasi terjepit seperti ini.

“Tenang, beres deh! Loe kaya sama siapa aja gitu! Gue kan best friend elo! Gue kan tahu kalau elo habis kecopetan! Ga mungkin kan gue ngebiarin sahabat gue pulang jalan kaki?” Vivi menepuk dada.

“Maaf, permisi…” Terdengar suara seorang lelaki agak canggung di balik punggung mereka berdua.

“Apa Mbak yang bernama Raida Hutagalung?” Tanya lelaki itu hati-hati.

“Oh, bukan! Bukan saya!” Timpal Vivi sok manis dan so imut.

“Ada apa mencari saya?” Tanya Raida agak terkejut namanya disebut-sebut oleh orang yang tak dikenal.

TUING!

Aneh! Tiba-tiba saja kedua telinga si pemuda canggung bergerak ke samping menjadi caplang seperti sayap burung yang bergegas akan terbang.

Vivi tertawa terbahak memperhatikan keanehan yang terjadi pada lelaki itu.

“Boy, loe anak alien ya, kok kuping loe bisa bergerak sendiri sih?” Vivi memegangi perutnya menahan geli.

Ternyata Raida tak kalah seru, ia juga turut terpingkal mengamati keanehan yang sungguh jarang terjadi itu.

“Bukan Vi! Dia ini pasti anaknya si Bugs Bunny! Kelinci paling imut sedunia!” Lantas Raida ikut tertawa bersama Vivi, ia tak kuasa menahan perutnya kegelian melihat hal aneh tapi nyata dan sangat langka.

Melihat dirinya ditertawakan, tiba-tiba telinga si pemuda itu kembali menyusut ke posisi semula. Wajahnya memerah karena malu.

“Maaf Mbak, saya cuma mau…” Belum habis pemuda itu berbicara, Vivi sudah menginterupsinya lebih dulu.

“Kamu mau apa? Kamu mau melucu di depan kami?” Sela Vivi melecehkan si pemuda.

“Jangan panggil Mbak ya Dek, memangnya kakakmu sudah kawin dengan saya? Saya masih punya cita-cita, mau jadi astronot dulu sebelum menikah nanti! Kamu tahu kenapa saya mau jadi astronot? Supaya saya bisa mengantar kamu pulang ke bulan!” Goda Raida lagi.

Pemuda itu diam tak menggubris ataupun mengajukan gugatan protes.

“Saya cuma mau mengantarkan dompet ini! Tadi saya tidak sengaja menemukan dompet ini di jalan! Seseorang melemparkannya ke arah saya saat saya hendak menyebrang jalan!” Tutur pemuda itu sedikit lebih tegas daripada sebelumnya.

“Di dalamnya terdapat kartu pelajar SMA Negeri V atas nama Raida Hutagalung! Oleh karena itu saya mengantarkannya ke mari! Ini Mbak dompetnya, kalau begitu saya permisi!” Tandasnya mohon pamit.

“TUNGGU!” Cegah Raida.

“Jangan pergi dulu, aku mau menghitung jumlah uangku dulu! Apakah berkurang atau tidak!” Raida meraih dompetnya dari tangan si pemuda.

Saat kedua matanya bertemu sekilas pandang dengan kedua mata si pemuda, entah mengapa tiba-tiba….

DEGH! DEGH! DEGH!

Jantung Raida berdebar kencang. Hatinya berbisik, hatinya berkata, hatinya menjerit, “RAIDA GILAAAA….cowok yang ada di hadapanmu ini GANTENG BANGET!”

Raida mendadak melting dibuatnya, sampai menghitung uang dalam dompetnya sendiri pun tidak bisa berkonsentrasi. Nah loh Raida, jilat air liurmu sendiri!

“Astaga uangku seluruhnya kan Rp500.000,00, kenapa jadi tinggal Rp450.000,00 ya?” Raida benar-benar kaget.

Pemuda yang mengantarkan dompetnya pun turut kebingungan, “Demi Tuhan Mbak, saya tidak ada mengambil uang Mbak sama sekali!”

“Hm, kayanya elo cuma pura-pura ngebalikin dompet teman gue ini deh! Pasti elo kan orangnya yang nyopet tadi pagi?” Tuding Vivi pada si pemuda.

“Ayo ngaku, kalau enggak, gue bakal panggil teman-teman gue yang masih ada di gerbang sekolah! Kelihatannya elo anak sekolah lain deh! Mau loe, gue gibas sama teman-teman gue?” Vivi terus memaksa.

“Aku ke sini berniat baik! Aku sama sekali tidak tahu siapa yang sudah mencuri dompet Mbak! Dan aku juga sama sekali tidak mengambil sepeser pun uang di dalam dompet itu!” Pemuda itu bersikukuh pada pengakuannya.

“Vi, udah Vi! Gue minta elo tenang!” Raida menyuruh Vivi untuk diam. Vivi kalau sudah sewot bisa seperti bison ngamuk minta kawin.

Kemudian ia mendekat ke arah si pemuda, “Boleh kutahu siapa namamu?” Tanya Raida sedikit santun sekaligus grogi. Hatinya masih berdebar-debar. Semakin diperhatikan, wajah si pemuda itu semakin terlihat tampan di matanya.

image

“Aku tidak akan marah bila kau mau jujur padaku, kalaupun memang kau yang telah mencopetku tadi pagi. Asalkan kamu mau menebus kesalahanmu dengan cara menjadi…” Raida semakin memberanikan diri sesuai lamunannya tadi saat ia merapikan rambutnya di kamar kecil. Inikah yang dinamakan pucuk dicinta ulam pun tiba?

“Woy ada maling di sini…” Teriak Vivi memanggil teman-temannya di gerbang.

“Mbak, demi Tuhan, saya tidak mencuri! Saya hanya mengembalikan!” Pemuda itu sangat ketakutan tatkala segerombolan pemuda seumuran dengannya datang dari arah gerbang. Buru-buru ia bergegas pergi meninggalkan Raida dan Vivi.

“Hey, tunggu! Uangku masih kurang Rp50.000,00! Asem loe!” Teriak Raida sedikit jengkel karena gagal menjalankan rencananya. Gagal deh ia mendapatkan seorang kekasih yang diimpikannya.

“Huh, kelakuan anak SMA Negeri X memang benar-benar memalukan! Kedoknya saja mengembalikan, padahal sedikit-banyak mencuri juga!” Sungut Vivi sebal.

“Hah, anak tadi dari SMA Negeri X, Vi?” Mata Raida membelalak tak percaya.

“Loe kagak lihat tadi tanda lokasi yang ada di lengannya? Jelas-jelas tertulis SMA Negeri X!” Vivi masih belum bisa meredakan kesebalannya. 

“Yihaa… Benar kata pepatah, takkan lari gunung dikejar! Kalau jodoh, takkan ke mana!” Gumam Raida tersenyum-senyum sendiri.

“Apa Da? Jodoh? Jelas-jelas dia maling dompet elo kan? Bukan maling hati elo!” Tampaknya bibir Vivi semakin maju.

“Woy, ada apaan sih? Katanya ada maling ya di sini? Mana sekarang malingnya?” Tanya segerombolan siswa yang tadi Vivi panggil.

“Ga ada, dah kabur!” Gerutu Vivi masih juga sebal. Kali ini ia merasa sebal karena teman-temannya telat datang menghampirinya.

“Ke mana perginya? Emang maling apaan?” Tanya teman-temannya serempak.

“Tahu deh! Palingan maling celana dalam sama pakaian dalam!” Celetuk Vivi asal.

“Apa Vi? Berarti elo kagak pake celana dalam donk? Coba periksa dulu Vi!” Geladah teman-temannya kompak.

“Eeh, apa-apaan sih? Jangan pada kurangajar ya kalian!” Vivi pun lantas berlari menghindar.

***

“Cowok itu, siapa ya namanya dia? Kok, aku jadi penasaran ya?” Raida merenung seorang diri di dalam kamarnya yang sunyi.

Sebuah laptop terbuka di atas meja belajarnya memancarkan cahaya dari layar monitor, menampilkan tulisan-tulisan berisi catatan hariannya di sebuah blog jejaring sosial. Kali ini Raida bercerita mengenai peristiwa yang dialaminya tadi pagi. Mulai dari peristiwa penjambretan dompet yang terjadi di trotoar kaki lima langganannya hingga pertemuannya dengan si pemuda tampan berkuping aneh sepulang sekolah.

“Ah, aku panggil saja dia si Mr. Bunny! Habis dia lucu sih, kaya kelinci!” ketik Raida di laptopnya.

“Euleuh… Euleuh anak Ambu teh lagi jatuh cinta ya?” tiba-tiba saja suara lembut nan memilukan itu terdengar persis di samping telinga kanan Raida. Entah sejak kapan wanita paruh baya itu sudah berdiri di sebelahnya.

“Iih, Ambu! Ambu teh sudah lama di sini?” Raida bergegas menutup laptopnya tanpa log out terlebih dahulu dari akun blognya.

“Kira-kira atuh Neng, kamu teh jatuh cinta sama kelinci?” Ambu membelai rambut Raida penuh kehangatan.

“Dosa apa Ambu sama Gusti Allah, sampai Neng Ida jatuh cinta sama kelinci? Ya Allah Gusti Pangeran, ampunilah dosa hamba-Mu ini yang telah salah dalam mendidik Neng Ida, sehingga Neng Ida jatuh cinta sama Pangeran Kelinci. Orang mah jatuh cinta teh sama Pangeran Kodok, ini malah sama Pangeran Kelinci! Emangnya ada gitu Pangeran Kelinci, ya Allah?” Mulut Ambu komat-kamit seraya menengadahkan kedua tangannya berdoa kepada Tuhan.

“Beu.. Si Ambu mah lagi datang kumatnya! Mendingan Ida tidur saja, ah! Siapa tahu mimpi ketemu Mr. Bunny!” Raida bergegas naik ke atas ranjang dan menarik selimut.

“E..eh, tunggu dulu atuh, Neng Ida kan belum cerita apa-apa sama Ambu soal si Pangeran Kelinci itu! Saha eta namanya teh tadi, si Mr. Bunny nya?” Ambu beringsut duduk di tepian ranjang memijit-mijit kaki Raida.

“Duuuh, Ambu kepo banget sih, mau tahuuu terus urusan orang!” Cibir Raida sedikit grogi.

“Ah, Neng Ida mah sok main rahasia-rahasiaan saja. Biar jelek begini nih, biar Ambu teh bukan ibu kandungnya Neng Ida, tapi kan Ambu sudah menganggap Neng Ida itu anak Ambu sendiri! Dari kecil sejak ibunya Neng Ida tiada, Ambu yang selalu menjaga dan merawat Neng Ida. Pan anak suami teh, anak Ambu juga! Masa anak lagi jatuh cinta, Ambu nggak boleh tahu sama siapa jatuh cintanya teh! Ayo sok, mangga cerita atuh!” Ambu benar-benar sangat perhatian kepada satu-satunya anak tiri yang dimilikinya.

Raida mendekap tubuh Ambu erat. Ia bahagia betul memiliki ibu tiri yang begitu tulus menyayanginya. Ia yakin, kasih sayang yang diberikan Ambu kepadanya selama ini adalah kasih sayang seorang ibu kepada anaknya. Bukan semata karena Ambu tidak bisa memberikan keturunan kepada ayahnya tercinta yang telah menikahinya selama hampir 17 tahun lamanya.

“Ambu…” Raida terisak.

“Lagi jatuh cinta kok malah nangis? Orang lagi jatuh cinta aturan mah perasaannya bahagia, senang, berbunga-bunga. Pokoknya mah kata orang Jerman teh ‘bagja pisan euy!’ Ayo Neng Ida bilang saja, siapa lelaki yang sudah bikin Neng Ida klepek-klepek kaya ayam habis disembelih?” Tangan Ambu menyeka air mata yang mulai keluar di pelupuk mata Raida.

“Ih, si Ambu teh gimana sih? Masa nyamain Ida sama ayam yang baru disembelih? Ga level atuh Ambu!” Protes Raida dengan bibir merengut.

“Ida juga enggak tahu siapa lelaki itu. Ketemunya aja baru sekali ini. Mudah-mudahan saja Ida sama dia berjodoh ya Ambu?”

Ambu mengangguk mengaminkan harapan Ida.

“Pokoknya Ambu mah cuma bisa mendoakan untuk kebahagiaan Neng Ida. Semoga Gusti Allah selalu memberikan yang terbaik buat Neng Ida! Ya kalau enggak dapat Pangeran Kelinci siapa tahu malah dapat Pangeran Kodok!”

“Iiiih…. AMBU!” Raida mencibir sebal.

Ambu geleng-geleng kepala sambil melempar seutas senyuman. “Eh, ini teh kacamata baru?” Tanya Ambu tiba-tiba meraih sebuah kacamata yang baru saja dibeli Raida tadi pagi. Kacamata hitam itu teronggok di atas nakas samping tempat tidur.

“Bagus ya Neng? Apalagi kalau Ambu yang pakai! Dipakainya pas lagi di pantai, terus Ambu juga pakai bikini, duh pasti Ambu bakalan kelihatan semok dah! Cowok-cowok bakal ngeliatin Ambuuuu terus! Pasti mereka bilang Cameron Diaz mah lewat deuh! Britney Spears lewat juga! Apalagi Tamara Bleszinsky sama Luna Maya kali ya, pasti malah Ambu yang numpang lewat!” Dicobanya kacamata hitam itu ke wajah Ambu. Wanita paruh baya itu malah tersenyum-senyum sendiri di depan cermin mematut-matut diri.

“Ih, Ambu narsis! Eh, ngomong-ngomong soal kacamata kok aku jadi teringat sesuatu ya?” Raida berusaha mencoba mengingat runutan peristiwa tadi pagi.

“Ingat apaan Neng? Ingat sama Bang Bokir tukang jualan di pasar kaki lima ya?” Goda Ambu menyikut bahu Raida.

“Astaga! Uang Rp50.000,00-ku sebenarnya tidak hilang! Tadi pagi kan aku sempat bayar kacamata itu pada Bang Bokir, tapi belum sempat terima kembalian!” Raida menepuk keningnya pelan.

“Kalau begitu, aku besok harus menemui cowok itu di sekolahnya! Aku harus meminta maaf sama dia atas peristiwa tadi siang sepulang sekolah! Kayanya dia memang tidak salah kok! Bukan dia yang menjambret dompetku, lagian kan cowok yang mengembalikan dompetku tadi siang tidak kelihatan mengendarai motor, dia justru malah kabur naik angkot!” Gumam Raida berbicara kepada dirinya sendiri.

Ambu terperangah melihat Raida meracau tidak karuan, “Ya Allah, ampunilah dosaku ya Allah, jangan Kau buat Neng Ida menjadi gila hanya karena sedang jatuh cinta ya Allah! Biarkan dia menikmati masa mudanya ya Allah! Hamba mohon kabulkanlah doa hamba ya Allah!” Kembali tangan Ambu menengadah ke atas memanjatkan doa.

“Ambu, terima kasih Ambu! Berkat Ambu, aku jadi bisa bertemu lelaki itu lagi Ambu. Hore.. Sik, asik, sik, asik kenal dirimu!” Raida mengguncang bahu Ambunya tersayang, kemudian jingkrak-jingkrak tidak karuan. Gilakah dia?

#BERSAMBUNG#

My Novel

I started being an author since I was a student of senior high school after bored drawing my own superheroes comics. I wrote my ideas on my diary, I created the main characters and the plot. Actually  what I wrote was all about romance. Then all my notes half-completed as novelets. :heart:

My first novelet was titled ‘Intricate Story’, about young & energetic boy named Ricky being involved in a dealing triangle love by twin girls, Julia & Rika. Rika is a controversial alcoholic lover, she has a good manner in front of Ricky but behind him she’s betrayal. While Julia is a loyal girl who really loves Ricky since their first sight. But at that time Julia has been Fery’s girlfriend. Julia doesn’t love Fery but because of a secret she must be Fery’s lover. Actually Fery is Ricky’s best friend. He knows all about the twins but at the contrary Ricky doesn’t know at all. The story gets intricate when the problem spreads into their friendship. Yanto their friend, has an intercourse with Vista, Vladimir’s sister. Vista gets pregnant and the issue ‘get smelt’ by Dara, Yanto’s engager. Vladimir force Rika to die together with him. They suicide from the roof of their campus. Knowing this incident Vista follows her brother into death. Thus Yanto becomes crazy because of Vista’s death.

My famous novelet was From Jakarta to Tokyo. My students like this story very much. Because it’s still Japanese style era before K-Pop spread their viruses to Indonesia. The story about young boy named Ryu, student of first grade high school. His mother left him because of hemophiliacs. Then he was adopted by his headmaster, Mr. Rifat, with his kind wife Mrs. Hazanah. They have 2 daughters who fall in love with Ryu because of his cute face : Anggun (a stewardess), and Laura (Ryu’s classmate). Anggun realizes the age between her and Ryu is impossible to make a love relationship. Though she knows that Ryu can be in love with her. Anggun shows Ryu his mother diary. From the diary Ryu gets an information that his beloved father is still alive and now lives in Japan. So however Ryu decides to go to Japan to meet his father. The conflicts are not the triangle love between Ryu with the daughters of Mr. Rifat only, but also it comes from Fendy a jealousy boy who really wants to make Laura as his girlfriend, but Laura refused him. Even when Laura heard Ryu would move to Japan, she wanted to follow him in order to avoid Fendy. That’s why Fendy likes to beat Ryu every time at school. He bullies Ryu until Ryu weak. The story is still very long. Until Ryu succeed going to Japan, he gets refreshment. A nice atmosphere and friendly relation with his new friendship with Japanese man : Kiko, Japanese woman : Kyoko, and Yukari. Also a friend the same nation, Sony. Together they establish their unity named FUJATTO (an abbreviation stands for From Jakarta to Tokyo). At first the group smell if Ryu is in a very close relationship with Kyoko. But they misunderstand. The fact that Kyoko likes to chat with Ryu to share her feeling to Kiko, their leader. Ryu is a good listener in their group. The close relation between Ryu with Kyoko makes Yukari jealous. She’s silently falling in love with Ryu and wished Ryu would ‘shoot’ her to be his girlfriend. But it never comes true. The gank is going to break. They know if Ryu has the same feeling to Yukari, but Ryu’s shy. So they force Ryu to confirm it. Time always go-round-goes Ryu never joins the meeting in his group. He assures his thought that he decided to find his genuine father first. Meanwhile unrealized Ryu has the same illness with his mother. So can he successfully meet his father? What about the gank?

My funny novelet was Pembalasan Markonah (Markonah’s Revenge). It tells about a boy who has characteristic like a girl, so soft, pure, girly and nitty-gritty. Then a young man adopted him from orphanage institution in Jakarta to inland of Borneo island. Surprisingly there he must be a girl, wear a blouse, a wig, and full make up. He’s threatened in a prostitution complex. Since then his name change from originally named Markoni into Markonah. So now he becomes a hermaphrodite. With the other hermaphrodites such : Marsemah, Marpunah, Mardianah, Maradonah, Marjombah, etc. They struggle for emancipation and real orientation.

My best seller novels : Namamu Kupinjam (Your Name, I Borrow). This novel is based a true story and because of it my students like to buy my novel and it becomes a trending topic at school everyday. My students like to discuss it every time, wherever I walk, step, and turn around, my students will call me and talk about this novel. :happy:   The main characters are Badai, a smart guy, who desires to make friendship with Mario, and Mario is an athletic guy who becomes an idol at school because he’s a captain of school basket team, besides he’s the strongest candidate for being a leader of school intracurricullar organization. That’s why many girls are crazy of Mario, includes Badai. Yes, Badai has gay orientation. He tries to protest curriculum teacher in order to move him into the same class with Mario. Unfortunately Mario has persuaded their teacher to move him into Badai classroom. Mario has a target in Badai class, a mysterious-unfriendly-tomboy girl, named Kedasih. To relief his jealousy Badai disguises to be a girl on the web. He creates an account on facebook by using his rival’s pictures in the singing contest, Putri Erliana. But Badai introduces himself as Princess Aurelia. Look the profile pictures that he uploads are very beautiful, many guys are attracted to know more about Princes Aurelia. Badai has a melodious voice like his mother again disguises as Princess Aurelia and cheat the guys who are mad of Princess Aurelia. Through a voice changer application in his smart phone Badai cheats the guys. Somehow Badai has a prestige as a good singer at school, and actually many girls like him as the second idol after Mario. Even Kedasih is falling in love with Badai, but Badai doesn’t realize her feeling to him. His eyes are blind to see Kedasih who truly loves him. His true love only Mario. This novel is too long to retell. I guess if you want to know more about the story just read it yourself in this blog. It’s available by using Indonesian language. Xixixi…  🙂

My latest novel, title : “Bangkok, My Dreams!” Will be the 22nd my own collection. And this one will be my first novel which is translated into English then into Thai language. I have never translated my novels into other languages before.  A friend of mine in Thailand has already cooperated with me as my translator. Bangkok My Dreams will be released in July-September. Perhaps this novel will be successful like my novels before. 😉

#Namamu Kupinjam 1#

image

#Namamu Kupinjam 1#

    ==00•00==!!O•O!!==00•00==

           A Story by SUGIH

Pagi yang cerah, matahari membagi
rata sinarnya ke atas dunia. Awan-awan sirus turut menghiasi kubah biru raksasa maha karya Sang Pencipta. Bunga-bunga bungur berwarna keunguan menambah indahnya panorama pagi itu, sangat mirip suasana mekarnya bunga sakura pada musim semi di Jepang.

Lebah-lebah madu beterbangan
menghinggapi bunga dari satu
tangkai ke tangkai yang lain.
Seorang pemuda berlari-lari kecil
menapaki trotoar jalan raya yang
lengang dan dipenuhi kelopak bunga bungur yang berguguran.

Sepanjang jalan kompleks perumahan elite itu
memang ditanami pohon bungur
yang berbaris memanjang dan
tertata rapi.

“Pagi Mario!” Sapa pemuda itu pada lelaki yang tengah dikejarnya.

Lelaki yang disapa melirik ke
samping, arah suara si penyapa.

“Wah, pagi-pagi begini sudah ada
badai! Harus cepat-cepat nih…”
Sahut Mario mempercepat
langkahnya.

“Huh, kebiasaan deh! Pagi ini indah tahu, tuh lihat bunga-bunga bungur bermekaran, so enggak mungkinlah di pagi seindah ini timbul badai!”
pemuda tadi memprotes.

“Ada! Badainya itu kamu!” Koreksi Mario seraya tersengih.

“Yee.. Itu sih emang namaku
kalee…” Cibir si pemuda yang
ternyata bernama Badai.

Ya, nama lengkap pemuda itu adalah Badai Ombak Samudra. Mungkin orang yang mendengar namanya akan tertawa terbahak-bahak.

Jangan-jangan anak itu lahir di atas kapal, atau dulu waktu ibunya melahirkannya sedang jalan-jalan di tepi pantai dan tiba-tiba dilanda badai topan atau badai ombak dari laut.

“Eh, kamu kok buru-buru amat sih? Kamu enggak suka ya jalan bareng sama aku?” Seloroh Badai.

Ia berusaha menyamai langkah Mario yang tergesa-gesa.
Mario menoleh. Kemudian tersenyum tipis.

“Tahulah, ini kan hari pertama
ajaran baru! So harus semangat
dong!” Mario semakin mempercepat langkahnya.

“Semangat sih semangat! Tapi tidak perlu terburu-buru kan? Nikmati saja hari yang cerah ini! Sayang kan,
pemandangan indah begini untuk
dilewatkan?” Badai menengadahkan
telapak tangannya ke langit
menyambut gugurnya helaian
kembang bungur.

“Ah kau, kaya cewek saja pakai
menikmati bunga segala! Sorry nih, aku udah enggak sabar pengen sampai di sekolah, pengen tahu pembagian kelas baru. Siapa tahu orang yang aku suka sekelas dengan aku!”

DEGH!

Mendengar untaian kalimat yang
diungkapkan oleh Mario membuat Badai terkesiap. Entah mengapa Badai jadi merasa lemas tubuhnya seakan kehilangan energi yang telah
memberinya kekuatan, padahal tadi pagi ia sudah sarapan sereal
kesukaannya.

Belum sempat ia menimpali
perkataan Mario, lelaki berwajah
Indo-Eropa itu telah jauh berada di depan meninggalkannya.

“Semoga kita menjadi kawan sekelas ya, Mario!” Gumam Badai.

                ==¤¤00¤¤==

“Pagi Mario!” Sapa sekelompok gadis di koridor sekolah.

“Pagi semua!” Sahut Mario dengan senyum cool-nya.

Kyaa.. Gadis-gadis itu pun
mengerumuni Mario bak artis idola.

“Nah itu dia!” Pikir Badai.

“Dekati jangan ya?” Gumamnya lagi kepada dirinya sendiri.

Tapi Badai lebih memutuskan untuk berdiri di kejauhan saja. Ia khawatir Mario akan merasa bosan dengannya. Selama ini Mario selalu menghindar bila didekati oleh Badai tanpa sebab yang jelas perkaranya.

“Mario, kamu sudah lihat
pengumuman pembagian kelas?”
Tanya seorang gadis yang memiliki rambut sepinggang terurai. Ia hanya mengenakan bando merah di kepala.

“Sudah, tadi kulihat aku diterima di kelas XI IPA A!” Jawab Mario
bersahaja.

“XI IPA A? Wah, Mario hebat ya..
Kalau tidak salah kata Bu Sri-
wakasek kurikulum, anak yang masuk kelas XI IPA A itu kan anak yang nilai rata-rata rapornya di atas 8,5!
Selamat ya Mario, kamu beruntung!” Puji gadis lain yang memiliki kulit paling putih di antara mereka.

“Iya kamu hebat Mario, selamat ya!” Iring yang lain.

Mario hanya dapat mengusap
rambut di belakang kepalanya
mendengar pujian para gadis itu.
Mungkinkah ia menjadi besar
kepala?! Who knows…

“Oh, jadi Mario masuk kelas XI IPA A ya?! Hmm, harus segera cari tahu nih, sekelas enggak ya sama aku?”

Badai bergegas mencari papan
informasi.

“Permisi, permisi, Badai mau lewat!” Badai menyerobot gerombolan siswa-siswi yang sedang mencari data
kelas barunya.

Mendengar namanya sendiri
disebutkan kontan para gerombolan itu pun menyingkir mengalah pada Badai.

“Wah, badainya kali ini badai
halilintar!” Celetuk salah seorang
siswa.

Badai tak menggubris. Perhatiannya terfokus pada sederet nama di
lembar daftar nama siswa yang
diterima di Kelas XI IPA A.

“Rata-rata raporku kan 8,6! So pasti dong aku sekelas sama Mario! Kalau
enggak…”

Tuk..tuk..tuk..

Berulang kali jari telunjuk Badai
berseluncur di papan informasi
tepat di lembar daftar nama siswa Kelas XI IPA A. Tetapi tidak ada namanya tertera di sana. Badai merasa tidak percaya pada apa yang dilihatnya. Kedua matanya melotot menatapi lembar satu-satunya yang
diharapkannya.

“Sudah selesai mencari infonya?”
Sungut seorang gadis yang berdiri di samping Badai.

“Apaan sih? Jutek banget!” Timpal
Badai menoleh ke arah si gadis.

“Nih ya, namamu ada di lembar yang ini!” Tunjuk si gadis tadi ke kolom kertas lain yang mencantumkan nama Badai Ombak Samudra.

Dipandanginya lembar tersebut
dengan rasa tidak puas.

XI IPA B
1. Alvino Bachtiar
2. Amirudin Sarapi
3. Badai Ombak Samudra
4. …

“What? XI IPA B? Kok bisa? Nilai
rata-rata raporku kan 8,6!” Umpat Badai senewen.

“Mana kutahu!” Seringai gadis tadi dengan pandangan menakutkan.

Wajahnya merah padam.

“Sudah selesai?” ulang gadis itu
lagi.

Ia berkacak pinggang. Wajahnya
mendekat ke wajah Badai. Membuat Badai menelan air liurnya sendiri saking takutnya menatap wajah gadis itu.

“Su…sudah!” Jawab Badai terbata.

“Kalau sudah, jangan lupa meminta maaf ya!” Gadis itu menunjuk ke tanah.

Ternyata sejak tadi kaki kanan Badai telah menginjak kaki kiri gadis yang sekarang ini sedang bersungut sebal padanya.
Tiba-tiba saja Badai jadi merasa
malu dan segera mengangkat kaki kanannya dari pijakannya.

“Ma.. Maaf ya! Enggak sengaja!”
Badai merapatkan kedua tangannya memberi sembah.

Gadis itu hanya mendengus.
Badai langsung ngibrit takut
masalah akan bertambah runyam.

“E..eh..ruang kelas XI IPA B itu di
sebelah mana ya?” Tegur Badai pada seseorang yang berpapasan
dengannya di koridor.

“Itu di pojok dekat kantin!” Sahut
seorang anak lelaki yang ditanya.

“Kalau kelas XI IPA A?” Tanya Badai lagi.

“Masa nggak tahu sih? Noh di lantai atas dekat ruang laboratorium biologi!” Tunjuk si anak lelaki ke arah anak tangga yang tidak jauh dari mereka.

“Oke, thanks ya dah kasih tahu!”
timpal Badai cengengesan.

“Wah, jauh sekali ya antara kelasku dengan kelasnya Mario!” Batin Badai.

“Aku tidak terima! Aku harus
menemui para wakasek kurikulum dan kesiswaan, seharusnya kan aku masuk kelas XI IPA A! Pokoknya aku harus menggugat supaya aku bisa
dikembalikan ke habitatku! Ups,
habitat? Emangnya aku binatang apa ya, pakai habitat segala!” Racau Badai pada dirinya sendiri, tidak karuan.

Badai berlari menuju ruang guru.
Masih ada waktu 15 menit baginya sebelum bel berdentang untuk berkumpul di lapangan sekolah. Hari ini seperti biasanya Kepala Sekolah akan memberikan pidato tahunan
penyambutan penerimaan siswa
baru.

BUGH!

Dalam keadaan tergesa-gesa tubuh Badai bertubrukan dengan tubuh seorang murid baru berseragam SMP. Anak lelaki itu muncul tiba-tiba dari lorong lain. Keduanya ambruk bersamaan ke lantai.

“Maaf Kak, saya tidak sengaja! Saya terburu-buru!” Anak laki-laki itu berusaha bangkit seraya memunguti atribut MOS yang terlepas dari badannya saat bertubrukan dengan Badai tadi.

“Ouch, lututku sakit!” Badai
meringis.

“Mari, Kak, saya bantu!” Anak
berseragam SMP itu pun memapah Badai.

“Makanya punya mata jangan taruh di dengkul! Uh, apes banget deh gue
hari ini!” Rutuk Badai kesal.

“Saya kan sudah minta maaf Kak!”
Wajah anak itu memelas.

“Maaf sih ma…” Belum selesai ia
berkata hendak mencaci-maki, Badai terkesima.

“Kamu…” Badai terdiam sesaat.

“Kenapa dengan saya, Kak?” Tanya anak baru itu dengan pandangan heran.

“Wahahaha..” Badai terpingkal-
pingkal.

“Kamu lucu! Kok mau sih, pakai
kalung bawang putih & make up
merah putih kaya badut! Memang di
sekolah ini banyak vampirnya ya
Dek!”

“Yee.. Namanya juga sedang
mengikuti kegiatan Masa Orientasi Siswa, Kak!” Cibir anak itu keki.

“Kak, saya permisi ya, soalnya lagi buru-buru nih! Sekali lagi saya minta maaf atas kesalahan saya ini,”
Anak itu bergegas meninggalkan
Badai.

“Woy, tunggu, aku belum tahu nama kamu! Urusan kita belum selesai!” Teriak Badai sambil berjalan tertatih.

“Namaku Obby, Kak! Obby Afrizon!”
Anak itu terus berlari tak lagi
menoleh.

“Hmm… Obby, Obby Afrizon nama yang lucu juga aneh! Pasti dia lahirnya di Afrika deh!” Badai
berbalik, ia teringat akan niatnya
untuk menemui para wakil kepala sekolah di ruang guru.

Tok! Tok!

“Permisi Bu!”

“Ya, masuk! Ada apa ya?” Bu Sri
Sudaryanti wakasek kurikulum
tengah mengemasi berkas di atas
meja kerjanya.

Badai mencium tangan Bu Sri.

“Bu, saya mau tanya, apa benar
kalau anak-anak yang masuk di kelas XI IPA A itu adalah anak-anak yang nilai rata-rata rapornya di atas 8,5?”
Tanya Badai hati-hati.

Salah bicara sedikit saja maka akan dibayar oleh Bu Sri dengan celoteh panjang berisi mantera-mantera nasihat yang sakti.

“Iya betul!” Bu Sri memasang
kacamata yang terlipat di atas meja ke wajahnya.

“Kenapa Badai?” Gantian Bu Sri
bertanya.

“Anu…” Entah mengapa perasaan
gugup menyelimuti hati Badai.

Tiba-tiba saja ia merasa kehilangan kata-kata yang sudah dirancangnya untuk menghadap Bu Sri Sudaryanti,
wakasek kurikulum yang terkenal
sangat teliti dalam pelajaran
akuntansi di sekolah. Sayang di kelas XI kini Badai tidak akan diajar lagi oleh beliau. Enggak mungkin kan ada pelajaran akuntansi di kelas program IPA? Ditambah pembawaan
Bu Sri yang cerewet membuat nyali Badai ciut untuk berbicara, hmm..
menjadi suatu keuntungan bagi
Badai tidak diajar lagi oleh guru
yang super cerewet. Pasalnya ia
tidak terlalu menyukai guru yang
sering berceloteh memberi petuah-petuah kepada siswa.

Tetapi dalam kondisinya saat ini,
suka tidak suka, mau tidak mau,
Badai harus berbicara kepada Ibu
Sri Sudaryanti. Mengajukan gugatan untuk mutasi kelas bahwa Badai telah ditempatkan di kelas yang tidak semestinya.

“Anu Bu…” Badai masih gugup.

Berulang kali ia mengatur nafas agar kondisinya menjadi stabil dan ia dapat berbicara dengan lancar.

“Memangnya kenapa dengan
anumu? Bicara itu yang jelas to Nak! Anumu itu sudah disunat toh? Kalau belum disunat bukan pada Ibu tempat meminta, tugas Ibu di sini hanya untuk mengajar kamu dan teman-temanmu. Kalau kamu butuh rekomendasi mantri sunat paling masyur di kota ini, nanti Ibu bisa
kenalkan kamu dengan teman-teman sekolah Ibu dulu. Kamu mau?” Bu Sri memegangi sebelah frame setengah terlepas.

Bola matanya sengaja dipamerkan membesar.

Haha… Ternyata Bu Sri doyan
bercanda juga. Ditanya seperti itu
lantas membuat Badai semakin
grogi.

“Ergh, maksud saya begini Bu…”

“Maksudmu, nilai rata-rata rapormu memenuhi kriteria untuk dapat masuk kelas XI IPA A, begitu?”

PLASS!!

Lega rasanya bagi Badai. Ternyata
Bu Sri dapat membaca apa yang
sedang berkecamuk dalam pikiran Badai saat ini.

“Iya Bu, tetapi saya malah
ditempatkan di kelas XI IPA B.
Bagaimana ini Bu?” Tampaknya
keberanian Badai mulai timbul.

“Hmm.. Sebenarnya bukan hanya
kamu yang terpaksa Ibu tempatkan di kelas XI IPA B! Masalahnya kapasitas jumlah siswa di kelas XI IPA A maksimum hanya 36 orang.
Dan ini sudah full! Sehingga mohon maaf bila Ibu terpaksa
menempatkanmu di kelas XI IPA B!”

Bu Sri menimpali dengan tatapan
enteng.

“Tapi saya ingin masuk kelas XI IPA A, Bu!” Badai mulai mengutarakan hasratnya.

“Tidak apa-apa Badai di kelas XI IPA B pun! Toh, di kelasmu itu juga masih ada sebagian yang nilai rata-rata rapornya di atas 8,5! Kamu tidak
usah cemas ya Badai!” Bu Sri
beranjak dari tempat duduknya.

“Atau kamu mau dipindahkan ke
kelas XI IPA E?” Tawar Bu Sri seraya tersenyum mengembang.

XI IPA E? Konon posisi kelas tersebut dalam denah sekolah Badai terletak di samping toilet siswa. Dan sudah tak diragukan lagi, aroma WC pun
tercium hingga ke ruang kelas itu.

Hiii… Badai bergidik jijik.

“Bu, tak bisakah saya dipindahkan ke
kelas XI IPA A?” Badai mulai
bernegosiasi.

“Apa sih yang memotivasi kamu
supaya bisa masuk kelas XI IPA A?”
Kulik Bu Sri dengan pandangan
curiga.

“Engh… Itu… Itu…” Badai kembali kehilangan kata-kata.

“Begini Bu, Ibu kan tahu sendiri
kalau kelas XI IPA B itu ada di
sebelah kantin, otomatis bau
masakan menyebar ke ruang kelas itu Bu! Saya ini termasuk tipe anak yang tidak bisa belajar kalau mencium aroma masakan, Bu!” Badai mencoba berkelakar.

Bu Sri berpikir sejenak. Lalu…

“Ibu paham maksud kamu, kami
selaku dewan guru sudah membahas masalah ini dengan kepala sekolah dan komite sekolah. Menurut rencana mulai bulan depan kantin sekolah kita akan dipindahkan ke lokasi yang lebih sesuai agar tidak
terlalu mengganggu konsentrasi para siswa yang ruang kelasnya berada di sekitar kantin, terutama kelasmu itu,”

“Tapi Bu, sudah selayaknya kan saya ditempatkan di kelas XI IPA A?”
Badai mempertahankan
keinginannya.

“Ibu tak bisa mengambil keputusan sendiri Badai! Karena Ibu juga harus membicarakannya dengan Pak Ruspita, wakasek kesiswaan!”

JLEGH!

Benar dugaannya masalah ini harus dibicarakan dengan dua orang wakil kepala sekolah sekaligus.

Neeet… Neeet… Neeet…

Tidak seperti biasanya bel sekolah berbunyi melalui sistem intercom berangkaian seri. Padahal lonceng
raksasa di halaman sekolah tadi pagi saat Badai melintasinya terlihat baik-baik saja.

“Nah, bel sekolah sudah berbunyi. Sebaiknya kamu lekas berbaris di lapangan agar tidak terlambat mengikuti upacara tahunan!” Bu Sri
mendorong pelan tubuh Badai keluar ruangan.

“Tapi Bu, saya berharap untuk
benar-benar bisa masuk kelas XI IPA A!”
Bu Sri menutup pintu kantornya.

Ia menyamai langkah Badai di
depannya.

“Begini saja Badai, sebenarnya
keputusan pembagian kelas itu
sudah final. Tidak dapat diganggu
gugat! Tetapi Ibu bisa memberi
kamu kompensasi, bila ada anak di Kelas XI IPA A yang bersedia
bertukar kelas denganmu, maka
permintaanmu akan Ibu kabulkan!”

“Tidak ada cara lainkah Bu?” Badai terus memaksa.

“Hanya itu satu-satunya cara untuk kamu supaya bisa masuk kelas XI IPA A!” Tegas Bu Sri.

                 =••00¤00••=

“Huah lega rasanya bisa bebas!
Bosan tiap kali upacara hari Senin, apa yang disampaikan oleh kepsek selalu kata-kata ‘Pake otakmu! Bukan
dengkulmu!’ Fiuh enggak ada kalimat favorit yang lain lagi apa?” Badai ngedumel seorang diri.

Ia melangkah memasuki ruang kelas yang tak diinginkannya.

“Sebenarnya sih kelas ini enggak
jelek juga! Tapi karena gue enggak sekelas sama…” Badai mendesah.

“Wey, kenapa ngomong sendiri cuy? Lu lagi stress ya?” Celetuk seseorang yang berjalan di belakang Badai.

“Hati-hati cyn, stress bisa
menyebabkan gangguan kejiwaan!” Timpal anak yang lain.

“Can-cyn! Can-cyn! Emang eike cowok apaan?” Sungut Badai sebal.

Kontan gerutuan Badai disambut
gelak tawa seisi kelas.

“Walah, enggak ada bangku kosong lagi apa?” Badai celingak-celinguk mengamati susunan meja kursi dalam kelas.

Hampir semua meja dan kursi sudah terisi oleh para siswa yang datang lebih awal. Tadi pagi Badai tidak sempat mencari tempat duduk di
kelas ini karena ia telah terobsesi
untuk dapat mutasi ke kelas XI IPA A. Ia terlalu berambisi untuk dapat duduk satu kelas dengan Mario.

“Badai, lu nyari meja kosong? Nih, di sini!” Sorak seorang cewek di baris paling depan deret kedua dari pintu.

Cewek itu menunjuk meja kosong di belakangnya yang ditempati oleh
seorang siswi berambut panjang
hitam legam, dia sedang
membelakangi Badai.

Badai menghampiri meja yang telah ditunjuk. Ia meletakkan tasnya di laci meja yang terbuka. Saat ia akan merebahkan pantatnya di kursi…

“Kamu…”

“Iya, kenapa?” Sahut si empu kursi sebelah berpaling menengok.

Badai bergidik ngeri, ia teringat
kejadian tadi pagi. Gadis jutek
berwajah masam yang kakinya
terinjak olehnya saat ia membaca
papan informasi. Sekarang menjadi teman satu kelasnya, bahkan menjadi teman satu meja
dengannya.

“Kenapa bengong Dai?” Cewek yang tadi bersorak memanggilnya
mengibas-ngibaskan telapak
tangannya di hadapan wajah Badai.

Cewek itu duduk persis di depan
kursi Badai.

“Oh, eh…” Badai terkesiap.

“Lu terpana sama yang duduk di
sebelah lu ini ya?” Goda cewek itu pada Badai.

What, terpana? Ketakutan malah iya, batin Badai.

“Oh, ya kenalin gue Camelia! Cewek yang duduk di sebelah lu ini dah kenal kali ya?” Camelia melirik si gadis jutek.

“Emang dia siapa?” Badai melongo.

“Ah, elu Dai, mentang-mentang
populer di sekolah, sengak ya, pura-pura kagak kenal sama kembang sekolah!” Camelia menyikut bahu Badai.

“Siapa sih yang enggak kenal sama Kedasih, gadis bertangan besi di SMA tercinta kita ini!” Camelia melirik ke arah Kedasih untuk ke sekian kalinya.

Merasa sedang dibicarakan, Kedasih pun berdeham.

“Bertangan besi?” Badai keheranan.

“Ah, lu beneran kagak tahu dia,
apa?” Camelia melonjak.

Perhatian seisi kelas sempat tersedot oleh lonjakan Camelia yang sangat surprise itu.

Badai memberi isyarat telunjuk di depan bibirnya agar Camelia bicara tidak terlalu gaduh.

“Sst.. Kedasih ini bukan anak
perguruan bela diri mana pun, tapi konon katanya dia pernah
mematahkan tangan beberapa orang cowok yang mencoba berniat jahat padanya! Gila, kebayang nggak sama
lu, gimana hebatnya dia?!” Camelia berbisik pelan di telinga Badai, namun sangat jelas terdengar.

Badai mencuri-curi pandang pada
Kedasih yang sedang mengalihkan pandangan dan mengobrol dengan
teman yang duduk di seberang
mejanya.

Badai semakin bergidik ketakutan.

“Semoga besok gue dipindahkan ke kelas XI IPA A deh!” Harap Badai dalam hati.

“Camelia, gue bisa gak pindah
duduk sama lu?” Badai berbisik di
telinga Camelia.

“Kenapa lu Dai, masa cuma dengar cerita gue aja lu langsung takut gitu sih?” Camelia mengerutkan kening.

“Masalahnya tadi pagi gue dah bikin masalah sama dia!” Badai gemetar.

“Tenang aja Dai, masalah lu sama
dia bukan masalah kriminal kan?”
Camelia memastikan.

“Jadi lu gak usah takut lagi lah sama dia! Hati-hati loh, lama-lama rasa
takut lu itu nanti bisa berubah jadi perasaan cinta sama dia!” Camelia
menepuk bahu Badai seraya
tersenyum menggoda.

“Eh, Dai, gue senang banget bisa
sekelas sama lu, udah lama gue
pengin belajar vokal sama lu! Lu
mau kan ajarin gue nyanyi?” Tatapan mata Camelia mengerjap-ngerjap penuh arti.

“Wah, sayang ya Camelia, lu baik
sama gue! Tapi mungkin besok guedah enggak di kelas ini lagi! Gue besok mau pindah ke kelas XI IPA A. Hari ini gue mesti nyari anak di kelas XI IPA A yang mau tukeran kelas sama gue!” Badai membatin. Ia
berbicara pada dirinya sendiri.

“Gimana Dai? Lu mau kan ngajarin gue olah vokal? Gue pengin banget bisa pintar nyanyi kaya lu! Terkenal
satu sekolah, wah asyik banget pasti tuh!” Camelia berangan-angan.

“Selamat pagi anak-anak!” Sapa
suara seorang wanita setengah baya berperawakan gemuk dengan betisnya yang besar memasuki ruangan kelas.

“Maafkan kalau kedatangan Ibu
pada hari ini terlambat!” Wanita itu berdiri di muka kelas.

Penampilannya sangat rapi dan
sopan. Sebuah blazer biru menutupi tubuhnya. Karena badannya yang gemuk ia memiliki dua lipatan di
bawah dagunya. Rambutnya keriting diikat dengan sehelai kain pengikat rambut bermotif bunga-bunga.

“Enggak apa-apa Bu, biasalah Jakarta macet kan Bu?” Seloroh seisi kelas dengan nada bercanda mencoba mengakrabkan diri dengan guru
yang tampak asing ini. Baru kali
pertama mereka berjumpa.

“Maklumlah Bu, pembangunan
monorail di Jakarta masih belum
selesai kan? Nanti kalau saya jadi
menteri, akan saya buat Jembatan Kaliwa supaya bisa menghubungkan Pulau Kalimantan dengan Jawa!”
Lanjut anak yang bergurau tadi
disusul gelak tawa seisi kelas.

“Iya, nunggu elu jadi menteri Pulau Jawa keburu tenggelam men! Noh, gunung-gunung berapi di Jawa dah
pada ngadat terus!” Timpal Camelia asal tak kalah sengit.

“Sudah, sudah, semuanya harap
tenang! Sebelumnya perkenalkan, nama saya Sugeng Saraswati Sosroamijoyo! Saya baru saja dimutasikan ke sekolah ini dari SMAN X!” Wanita itu kembali mengeluarkan suara begitu mendayu-dayu berirama merdu di telinga setiap orang yang mendengarnya.

“Weleh-weleh, bapaknya Ibu masinis ya? Nama Ibu panjang amir kaya kereta! Si Amir aja anunya enggak panjang-panjang gitu,” Goda seorang
siswa dengan tatapan genit kepada teman yang duduk di sebelahnya dan kebetulan bernama Amir.

Sontak seluruh perhatian tertuju
kepada siswa yang bernama Amir di kelas ini. Dan tertawa terpingkal begitu Amir ternganga menjadi
bahan lelucon teman sebelah
mejanya.

“Hehe, nama Ibu sebenarnya hanya Sugeng Saraswati! Sedangkan Sosroamijoyo itu nama belakang suami Ibu. Tapi kalian bisa panggil Ibu cukup Ibu Sugeng saja!” Bu Sugeng menebar senyuman ramah.

“Wow, Bu Sugeng men! Susunya
ageng!” Celetuk salah seorang siswa kurang ajar dengan suara berbisik.

Sontak, teman-teman yang
dibisikinya pun tertawa cekikikan.

“Jagoan cewek pula men!” Sahut
teman yang lain tak kalah kurang
ajar masih dengan suara berbisik.

Tiba-tiba salah seorang siswa
bertampang preman, dua kancing
teratas kemeja seragamnya sengaja tidak dikancingkan, ia mengacungkan jari.

“Bu Guru, berarti kalau kami ada
perlu dengan Ibu, kami harus
menghubungi 008 ya?” Celetuk si
preman yang tidak diketahui
namanya dengan spontan.

Tawa pun kian meledak membahana ke seluruh ruangan. Para pedagang dari kantin sebelah berusaha mengintip melalui jendela kelas, kehebohan apa yang sedang terjadi di kelas XI IPA B.

“Saras 008!” Seru salah seorang
siswa pada si Amir.

“Bagi yang memerlukan kontak Ibu, silakan menemui Ibu di luar jam pelajaran. Karena kebetulan Ibu ditunjuk oleh bapak kepala sekolah untuk menjadi guru wali kelas di kelas XI IPA B ini!”

“Horeee…” Sorak riuh-rendah seisi kelas diiringi tepuk tangan nan meriah menyambut pengumuman tersebut.

Para penghuni kelas XI IPA B menilai kelihatannya guru wali kelas mereka itu adalah guru yang sangat ramah
dan baik, beliau tidak mudah
tersinggung meski beberapa orang siswa sudah mengolok-olok namanya.

Setidaknya beliau tidak secerewet Bu Sri Sudaryanti, wakasek kurikulum
yang suka berceloteh panjang
memberikan petuah kepada siswa.

Karena itulah mereka merasa senang atas pengumuman Ibu Sugeng sebagai wali kelas.
Sebenarnya masih terdapat
segelintir siswa kurang ajar yang
berceletuk macam-macam perihal wali kelas mereka ini, seperti,

“Suaminya Bu Sugeng pasti tukang jualan teh botol! Tuh, dari namanya saja sudah kelihatan SOSROamijoyo!”

Tapi suasana yang semakin akrab
mengingatkan bahwa mereka sedang berada dalam forum lingkungan sekolah.

“By the way, Ibu mengajar pelajaran apa nih Bu? Biologi ya Bu?” Terka seluruh siswa mengingat tubuh Bu
Sugeng yang terlampau besar untuk ukuran manusia normal.

“Ibu mengajar dua mata pelajaran, yaitu Matematika dan Seni Budaya! Jadi bagi kalian yang merasa jenuh
dengan pelajaran hitung-hitungan, kita bisa berhibur diri di pelajaran Seni Budaya!”

“Untuk jam pelajaran hari ini
kebetulan adalah Seni Budaya,
bagaimana kalau kita isi dengan
bernyanyi? Adakah di antara kalian yang memiliki hobi atau berbakat menyanyi?” Tatap Bu Sugeng satu-persatu seluruh siswanya.

Semua mata siswa tertuju pada
Badai.

“Di sekolah ini yang terkenal jago
nyanyi Badai, Bu,” Camelia unjuk
suara mempromosikan Badai.

“Woo, hati-hati Bu, kalau Badai
nyanyi, bisa-bisa kelas ini jadi
ambruk,” gurau si preman tadi.

Sayang, kali ini tak ada lagi yang
tertawa. Apalagi terpingkal dan
terkekeh. Semua terdiam tatkala Bu Sugeng memberi kode untuk tenang kepada semua murid dalam ruangan.

“Di kelas ini, siapa yang bernama
Badai?” Tanya Bu Sugeng.

“Saya Bu,” Badai bangkit dari
duduknya.

“Bagus, dengan cara seperti ini Ibu dapat mengenal kalian satu-
persatu,” Bu Sugeng memegang
bahu Badai dari belakang.

“Rasanya kita pernah bertemu
sebelumnya ya?” Sapa Bu Sugeng
pada Badai mengingat-ingat seakan sudah mengenalinya.

Badai mengangguk.

“Kamu yang juara vokal solo tingkat provinsi bulan lalu kan?” Bu Sugeng berhasil memulihkan ingatannya.

“Kebetulan sekali anak-anak, Ibu
pernah menjadi juri kontes vokal
solo tingkat provinsi!”

Oooo… Gemuruh seisi kelas
membulatkan suara.

“Nyanyi! Nyanyi! Nyanyi!” Daulat
seisi kelas pada Badai.

Ditatapnya sekilas wajah Bu Sugeng, yang dibalas dengan sebuah anggukan. Tak lama kemudian Badai pun bernyanyi melantunkan lagu Terlanjur Sayang yang dulu pernah
dilantunkan oleh Memes ibunda
Kevin Aprillio (komposer muda
berbakat) dan kini didendangkan
kembali oleh seorang pemuda
berparas tampan keturunan
Indonesia yang menjadi penduduk tetap negara Singapura, Nathan Hartono.

           “Terlanjur Sayang”

Segala cintaku yang kau jala
membawa diriku pun percaya
Memberikan hatiku hanya
kepada dirimu selamanya
sampai kapan juga
Menjaga segala rasamu agar
dirimu selalu merasa akan
cinta kita

Apakah diriku yang bersalah
hingga pisah di depan mata
Tetapi diriku masih tetap
cinta kamu kasih selamanya
sampai kapan juga
Menjagakan cinta kita agar
tetap di tempatnya sehingga
takkan sampai punah

Seribu ragu yang kian
menyerang tapi diriku
terlanjur sayang
Walau arah mata angin
melawan tapi ku bertahan
dan ku berjalan

Apakah diriku yang bersalah
hingga pisah di depan mata
Tetapi diriku masih tetap
cinta kamu kasih selamanya
sampai kapan juga
Menjagakan cinta kita agar
tetap di tempatnya sehingga
takkan sampai punah

Seribu ragu yang kian
menyerang tapi diriku
terlanjur sayang
Walau arah mata angin
melawan tapi ku bertahan
dan ku berjalan
Santun berkata kau pun
menanyakan mengapa cinta
dipertahankan
Tetapi haruskah
dipertanyakan bila ku
terlanjur ku terlanjur sayang

Seribu ragu yang kian
menyerang tapi diriku
terlanjur sayang
Walau arah mata angin
melawan tapi ku bertahan
dan ku berjalan
Wooo wooo mengapa cinta
dipertahankan
Tetapi haruskah
dipertanyakan bila ku
terlanjur (ku terlanjur)
Ku terlanjur (ku terlanjur)
sayang

Badai terlihat begitu menghayati
saat menyanyikan lagu tersebut.
Para gadis di kelasnya terhanyut
oleh perasaan saat Badai
membawakannya seakan mereka
melihat langsung seorang Nathan
Hartono yang sedang bernyanyi di hadapan mereka. Walaupun secara fisik, penampilan Badai tidak setampan Nathan Hartono.

Prok! Prok! Prok!

Tepuk tangan seisi kelas mengantar
Badai ke posisi tempat duduknya.

“Badai I love you!” Histeria beberapa orang siswi seraya mencubiti pipi Badai gemas.

Tak kalah dengan para siswa, tubuh mereka nyaris terkapar karena terlena mendengar kemerduan dan
kelembutan suara Badai yang begitu mempesona. Apakah ini terlalu hiperbola? Sungguh suara yang teramat dahsyat. Wajar saja bila Badai berhasil menyabet juara vokal solo di tingkat provinsi. Dan menurut rencana Badai akan dikirim untuk mewakili provinsi menuju
kontes vokal solo di tingkat nasional.

Badai duduk kembali di kursinya, ia sempat menengok ke arah Kedasih si gadis jutek yang duduk di sebelahnya. Aneh, aura yang dipancarkan Kedasih yang
sebelumnya terlihat menyeramkan bagi Badai, kini berubah menjadi lebih ramah.

Badai mengucek matanya, apakah ia telah salah
lihat? Tidak, Kedasih benar-benar
tersenyum padanya walau hanya
seutas senyuman simpul.

Sepertinya setelah penampilan Badai bernyanyi di hadapan teman-teman sekelas tadi, Kedasih mulai mempunyai
sedikit perasaan kagum kepada
Badai.

Badai mencoba menerka-nerka
makna senyuman yang dilontarkan Kedasih itu.

“Kenalkan namaku Kedasih Amelia!” baru kali ini pula Kedasih berkenan mengulurkan tangannya pada Badai
setelah peristiwa yang tidak
mengenakkan di antara keduanya
beberapa jam yang lalu.

Badai menyambut uluran tangan
Kedasih,”Kamu sudah tahu namaku kan? Badai Ombak Samudra.”

Kedasih tersengih, tawanya nyaris
meledak kalau saja tangannya tidak berhasil menutup rapat mulutnya.

“Nama kamu lucu ya? Pasti ibu kamu melahirkan kamu di tengah laut ya?”

Badai hanya menjawabnya dengan sebuah senyuman.

“Silakan tertawa jika memang namaku aneh menurutmu!”
Sirna sudah perasaan takutnya
kepada Kedasih, gadis bertangan
besi.

Camelia melirik,”Cie..cie..kenalannya baru sekarang sih?” sindir Camelia seraya tersenyum.

Terdengar suara Bu Sugeng
memanggil nama Amir untuk tampil bernyanyi ke depan kelas.

Camelia masih belum beranjak dari pandangannya kepada Badai dan Kedasih yang duduk di belakangnya.

“Camelia… maafkanlah aku!” Amir mulai bersenandung membawakan salah satu judul milik penyanyi Irwansyah.

                 
                 “Camelia”

Camelia maafkanlah aku
Karena ku tak bisa temani tidurmu
Camelia lupakanlah aku
Jangan pernah lagi kau temui aku
Kau wanita terhebat
Yang pernah singgah di hatiku
Kau wanita yang tegar
Aku mohon lupakan aku

[*]
Sudahlah jangan menangis lagi
Ku rasa cukup sampai di sini
Mungkin di suatu saat nanti
Kau temui cinta yang sejati

[**]
Sudah cepat lupakanlah aku
Jangan pernah ungkit masa lalu
Ku takut kekasihku pun tahu
Kau pernah menjadi simpananku
Camelia…
Kau wanita terhebat
Yang pernah singgah di hatiku

Seisi kelas mulai menyoraki ke arah Camelia. Detik itu juga rona wajah Camelia berubah menjadi merah padam. Ia sama sekali tak
menyangka akan menjadi objek
sasaran Amir saat bernyanyi, apa
maksud Amir menyanyikan lagu itu dan sengaja ditujukan kepadanya? Padahal antara dirinya dengan Amir
sama sekali tidak ada hubungan
khusus.

               ==00♥00==

Pak Ruspita wakasek kesiswaan
menghampiri Badai di penghujung jam istirahat ke-2. Senada dengan Ibu Sri Sudaryanti yang terbilang
tegas, Pak Ruspita lebih dikenal
sebagai sosok guru yang tidak neko-neko. Artinya tidak banyak tawar-menawar. Jadi keputusan yang akan diambil untuk pengajuan mutasi kelas oleh Badai hanya YA atau TIDAK!

“Bapak dengar dari Bu Sri, kamu
minta pindah kelas ya?” tanya Pak
Ruspita to the point.

Badai mengangguk,”Betul Pak!”

Pak Ruspita menatap Badai
lekat,”Padahal Bapak sengaja
menempatkanmu di kelas XI IPA B supaya kamu bisa berlatih vokal lebih intens dengan Bu Sugeng! Bulan depan kamu berangkat mewakili provinsi loh!”

Badai tidak mengacuhkan perkataan Pak Ruspita, baginya yang diinginkan
olehnya saat ini adalah bisa sekelas dengan Mario, cowok paling ngetop di sekolah.

Badai menundukkan kepala tak
berani membalas tatapan guru olah raganya itu,”Jadi saya tidak bisa pindah ke kelas XI IPA A ya Pak?”

“Tadi pagi Bu Sri sudah bilang apa
padamu?” kulik Pak Ruspita.

“Beliau memberikan kompensasi
bahwa bila ada anak kelas XI IPA A yang bersedia bertukar kelas dengan saya maka saya diperbolehkan untuk
bertukar kelas dengan anak itu,”
Badai masih tak kuasa mengangkat dagunya sedikit lebih tinggi.

“Kamu mau pindah sekarang? Atau mau pindah besok?” tanya Pak Ruspita seolah telah mengabulkan keinginan Badai tanpa harus memenuhi kompensasi yang diberikan oleh Bu Sri.

“Maksud Bapak?” Badai mulai
menatap pandangan Pak Ruspita,
dalam benaknya masih terbersit rasa heran.

“Kalau kamu mau masuk di kelas XI IPA A sekarang juga, silakan masuk jam terakhir sehabis jam istirahat ini!” Pak Ruspita mengepulkan asap
rokok yang dihisapnya ke luar
jendela.

“Saya bertukar kelas dengan siapa
Pak?” tatapan Badai berbinar, ia
merasa senang keinginannya telah dikabulkan oleh para wakasek.

“REVALDO MARIO!” jawab Pak
Ruspita datar.

Badai mendadak tercengang seakan ada duri tersangkut di
kerongkongannya,”Hah? Eng, maaf Pak, maksud Bapak yang bertukar kelas dengan saya itu adalah Mario? Kapten tim basket sekolah kita? Anak yang terpilih mengikuti lomba pidato
Bahasa Inggris tingkat nasional itu, Pak?”

Pak Ruspita hanya menganggukan
kepala sekali untuk menjawab
serentetan pertanyaan yang
dikemukakan oleh Badai.

Tubuh Badai terasa lunglai, padahal tujuan ia pindah kelas adalah ingin duduk satu kelas dengan Mario, tetapi mengapa justru malah Mario
ingin pindah ke kelas XI IPA B?!
Badai mencoba mengingat-ingat
sesuatu kejadian yang baru saja
dialaminya semenjak pagi ia
berangkat sekolah dengan Mario.
Tetapi yang ia ingat hanya sebuah
perasaan kalau Mario kurang
menyukai kedekatannya. Mario
terlihat terburu-buru berangkat ke sekolah tadi pagi.

“Pak, maaf, kalau boleh tahu lagi,
apakah Mario tahu kalau dia
bertukar kelas dengan saya?” selidik Badai hati-hati, ia khawatir Pak Ruspita akan balik mencurigainya.

“Saat kamu menemui Ibu Sri, Mario pun menemui saya, mengutarakan hal yang sama denganmu! Tapi sampai sekarang saya belum bertemu lagi dengan Mario, tampaknya ia sangat sibuk menjadi panitia kegiatan MOS!” Beber Pak Ruspita detail.

Syukurlah, Mario belum mengetahui hal ini. Batin Badai dalam hati.

“Maaf Pak, saya tidak mau bertukar kelas dengan Mario. Terus terang, tujuan saya pindah ke kelas XI IPA A, agar saya dapat bersaing secara
kompetitif dengan Mario!”

Pak Ruspita terperanjat,”Memangnya kamu mau bersaing dalam hal apa
dengan Mario? Setiap orang itu
memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, Badai. Tanpa harus
sekelas dengannya pun kalian tetap dapat berkompetisi di bidang masing-masing kan? Jangan-jangan Mario mengajukan pindah kelas pun karena mempunyai motivasi yang
sama denganmu? Kalau begitu
pengajuan kalian berdua saya tolak!”

“Tapi Pak…” belum sempat Badai
memohon, Pak Ruspita telah
beranjak pergi memasuki sebuah
ruangan lain dan menutup pintu
ruangan tersebut tanpa memberi
kesempatan pada Badai untuk
menyelesaikan pembicaraannya.

           ==BERSAMBUNG==

Nantikan kelanjutan kisah ini pada postingan saya selanjutnya. Anda suka silakan beri jempol. Komentar dan apresiasi sangat saya harapkan demi kemajuan saya menulis di masa yang akan datang.

Pertama dipublikasikan pada :

http://my.opera.com/HidingPrinceOfBorneo/blog/2012/12/27/namamu-kupinjam-1-3