Contoh Makalah Penelitian Bidang Ekologi 2

                ` MAKALAH 

KEMBALIKAN HUTANKU

KEMBALIKAN OKSIGENKU

​​

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hutan adalah suatu wilayah yang memiliki banyak tumbuhan lebat yang berisi antara lain pohon, semak, paku-pakuan, rumput, jamur, dan lain sebagainya. Serta menempati daerah yang cukup luas. Wilayah Indonesia memiliki kawasan hutan yang sangat luas dan beraneka ragam jenisnya dengan tingkat kerusakan yang cukup tinggi akibat pembakaran hutan, penebangan liar, dan lain sebagainya.

Hutan memiliki banyak manfaat untuk kita semua. Hutan merupakan paru-paru dunia (planet bumi) sehingga perlu kita jaga karena jika tidak maka hanya akan membawa dampak yang buruk bagi kita di masa kini dan masa yang akan datang.

Membahas tentang penebangan dan pembakaran hutan di desa Balai Riam dan sekitarnya, penebangan dan pembakaran hutan yang terjadi akibat ulah masyarakat di desa Balai Riam yang tidak ingin mengeluarkan biaya yang cukup banyak untuk membuka lahan sehingga mereka melakukan penebangan dan pembakaran hutan secara semau mereka tanpa memikirkan dampak yang ditimbulkan dari penebangan dan pembakaran hutan.

 Hutan-hutan yang ditebang tersebut membuat ekosistem menjadi tidak seimbang. Mengapa? Karena hutan adalah tempat hidup berbagai macam flora dan fauna yang ada di hutan tersebut. Selain itu juga berakibat hilangnya tempat tinggal hewan yang ada di hutan. Itulah mengapa hewan-hewan sering muncul di pemukiman penduduk dan terkadang hewan yang muncul tersebut disebabkan karena mereka lapar kemudian mencari makan di pemukiman penduduk. Dampak buruknya jika mereka tidak menemukan makanannya bisa terjadi penyerangan hewan kepada manusia. Itulah mengapa sering terjadi hewan menyerang manusia karena mereka kehilangan tempat tinggal sekaligus makanan mereka.

 Selain dampak tersebut, ada dampak lainnya yaitu longsor dan kabut asap. Meskipun di desa Balai Riam belum ada terjadi tragedi tanah longsor, tapi kabut asap pernah terjadi di desa Balai Riam, dan kabut asap terparah terjadi pada tahun 2015 tepatnya terjadi pada bulan Agustus di mana bencana kabut asap melanda desa Balai Riam selama hampir 1 bulan mengakibatkan aktivitas belajar mengajar di SMA Negeri 1 Balai Riam menjadi terganggu dan instansi lain pun juga sempat terganggu oleh kabut asap,juga ada instruksi untuk meliburkan seluruh instansi dikarenakaan kabut asap yang semakin pekat.

 Hutan-hutan di desa Balai Riam semakin hari semakin jumlahnya berkurang akibat pembukaan lahan untuk lahan sawit dan karet. Padahal jika diamati lebih lanjut sawit dan karet belum berdampak signifikan bagi masyarakat sendiri. Tapi dikarenakan sebagai ladang penghasilan mereka mengabaikan kelestarian hutan di desa Balai Riam, dengan terus melakukan penebangan dan pembakaran hutan untuk membuka lahan yang lebih luas untuk ditanami sawit dan karet.

 Kesadaraan penduduk akan pentingnya hutan merupakan salah satu hal yang penting karena dengan kesadaran tersebut masyarakat dapat menjaga dan melestarikan hutan tanpa paksaan dari pihak manapun sehingga hutan-hutan di desa Balai Riam menjadi terawat dan terjaga kelestariannya hingga dapat lagi dimanfaatkan masyarakat untuk mensejahterakan hidupnya. Inovasi ini timbul atas keprihatinan kami kebakaran hutan yang terjadi di desa Balai Riam. Media yang kami ciptakan sebenarnya adalah media yang efektif dalam mengatasi kebakaran hutan yang ada di sekitar lingkungan perumahan. Kita sering menggunakan air dalam memadamkan api padahal air belum signifikan bisa memadamkan api. Atas dasar itulah kami mencoba inovasi baru untuk membuat sebuah media yang amat sederharna untuk memadamkan api.
B. Rumusan Masalah

1. Apa saja yang menyebabkan penebangan dan pembakaran hutan tersebut?

2. Apa dampak negatif yang ditimbulkan dari penebangan dan pembakaran hutan tersebut?

3. Bagaimana cara mengatasi pembakaran hutan di desa Balai Riam?

4. Apa manfaat inovasi yang kami buat?

5. Apakah inovasi yang kami buat berbahaya bagi lingkungan atau tidak?

6. Bagaimana kinerja larutan yang kami buat?
C. Tujuan Penelitian

1. Memahami hal-hal yang menyebabkan penebangan dan pembakaran hutan.

2. Mengetahui akibat dari penebangan dan pembakaran hutan.

3. Agar masyarakat desa Balai Riam dapat membantu mengatasi dan mencegah terjadinya penebangan dan pembakaran hutan

4. Menemukan solusi atas kebakaran hutan dengan efektif.
D. Manfaat Penelitian

a. Bagi peneliti

Peniliti dapat memahami manfaat sekaligus kerugian dari penebangan dan pembakaran hutan di desa Balai Riam. Serta menemukan solusi atas permasalahan tersebut.

.

b. Bagi sekolah 

Sebagai acuan untuk membantu pelestarian hutan yang ada di desa balai riam khususnya di lingkungan sekolah SMA Negeri 1 Balai Riam.
c. Bagi masyarakat

Masyarakat dapat memanfaatkan hasil inovasi yang ditemukan.

BAB II

MATERI

A. Deskripsi Data

1. Faktor-faktor yang menyebabkan pembakaran hutan di desa balai riam:

a. Faktor Internal

 Kesadaraan dalam diri masyarakat di desa Balai Riam masih rendah. Mengapa? Kurang kesadaraan dalam diri masyarakat untuk menjaga dan melestarikan lingkungan terutama hutan. Ini bisa dilihat di hutan yang terdapat di desa Balai Riam semakin menipis, berbeda dengan pada tahun 2004 hutan di desa Balai Riam masih lebat dan masih asri. Kicauan burung tiap pagi sangat terdengar jelas. Berbeda dengan sekarang jarang terdengar kicauan burung tiap pagi dan hutan yang lebat pun jarang terlihat lagi.

b. Faktor Eksternal

 Berdirinya perusahaan di wilayah desa Balai Riam berdampak juga dengan lingkungan terutama hutan. Dampak positifnya adalah dengan berdirinya perusahaan tersebut, masyarakat pun mempunyai lapangan pekerjaan. Biasanya masyarakat di desa Balai Riam menjadi karyawan di perusahaan tersebut. Sehingga perekonomian masyarakat pun meningkat pula. Dampak negatifnya adalah dengan berdirinya perusahaan, masyarakat berlomba-lomba ingin menanam tanaman komoditi yang bisa menjadi penghasilan sampingan yaitu karet dan sawit. Karet dan sawit pasti memerlukan tempat apalagi masyarakat berlomba-lomba untuk mempunyai sawit dan karet lebih banyak. Lahan yang luas pun sangat diperlukan untuk membuka perkebunan tersebut. Mayoritas masyarakat melakukan pembakaran hutan ketimbang menebangnya. Mengapa? Karena jika ditinjau dari segi dana pembakaran lebih efisien ketimbang menebang. Karena menebang lebih banyak memakan waktu dan biaya yang cukup besar daripada membakar lahan. Padahal jika ditinjau dari aspek kesehatan pembakaran lebih berisiko terhadap masyarakat karena asap dari pembakaran hutan mengandung karbonmonoksida yang tidak baik untuk kesehatan masyarakat. Belum lagi dari aspek keseimbangan ekosistem banyak mahluk hidup selain manusia yang dirugikan dari pembakaran hutan. Tempat tinggal dan sumber makanan mereka terancam lenyap akibat pembakaran hutan. 

 

2. Dampak pembakaran hutan

A. Terganggunya aktivitas sehari-hari. 

 Asap yang diakibatkan oleh kebakaran hutan secara otomatis menggangu aktivitas manusia, apalagi bagi yang aktivitasnya di luar ruangan.

B. Menurunnya produktivitas. 

 Terganggunya aktivitas manusia akibat kebakaran hutan dapat memengaruhi produktivitas dan penghasilan.

C. Hilangnya sejumlah mata pencaharian masyarakat di sekitar hutan. 

 Selain itu bagi masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari mengolah hasil hutan, dengan terbakarnya hutan berarti hilang pula area kerja (mata pencaharian).

D. Meningkatnya hama. 

 Kebakaran hutan akan memusnahkan sebagian spesies dan merusak keseimbangan alam sehingga spesies-spesies yang berpotensi menjadi hama tidak terkontrol. Selain itu, terbakarnya hutan akan membuat sebagian binatang kehilangan habitat yang kemudian memaksa mereka untuk keluar dari hutan dan menjadi hama seperti: gajah, kera, beruang, dan lain-lain.

E. Terganggunya kesehatan. 

 Kebakaran hutan berakibat pada pencemaran udara oleh debu, gas, Sox, Nox, Cox, dan lain-lain dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan manusia, antara lain infeksi saluran pernapasan (Ispa), sesak napas, iritasi kulit, iritasi mata, dan lain-lain.
3. Cara Mengatasi kebakaran hutan

A. Memperingatkan warga sekitar hutan untuk tidak membakar rumput atau puing-puing. Sebagian warga yang tinggal di sekitar hutan terkadang tidak memiliki pengetahuan yang memadai tentang hutan, khususnya tentang penyebab kebakaran hutan. Sebagian dari mereka membakar rumput atau puing-puing reruntuhan di dekat hutan ketika musim kemarau datang. Musim kemarau yang diiringi dengan angin kencang bisa dengan mudah menyebarkan api dari puing-puing tersebut membakar hutan sekitar.

B. Melakukan aktivitas pembakaran minimal dengan jarak yang telah ditentukan. 

 Jarak minimal yang harus diperhatikan untuk melakukan pembakaran terhadap sampah atau puing-puing adalah minimal 50 kaki dari bangunan dan 500 kaki dari hutan.

C. Memastikan api tersebut mati setelah melakukan pembakaran.

 Terhadap rumput dan puing-puing sebelum warga meninggalkan tempat pembakaran. Dan membersihkan area pembakaran tadi dari bahan-bahan yang mudah terbakar.

D. Jangan melakukan aktivitas pembakaran ketika cuaca berangin.

 Ketika cuaca berangin,pohon-pohon di hutan akan bergoyang dan akan membuat api semakin membesar, yang akibatnya bisa membahayakan hutan itu sendiri.

E. Dengan ditemukannya inovasi ini pembakaran hutan dapat diminalisir karena larutan yang bekerja sangat efektif hingga ke titik api yang ada di dalam tanah.
4. Apa manfaat inovasi yang kami buat?

 Inovasi yang kami buat sebenarnya untuk masyarakat adalah media yang amat sederhana yang menggunakan bahan alami yang mudah ditemukan. Tujuan kami menciptakan media ini untuk digunakan pada kebakaran hutan karena air belum tentu signifikan untuk memadamkan api hingga ke titik api yang ada di dalam tanah. Sedangkan media yang kami buat bisa menjangkau titik api yang ada di dalam tanah.
5. Apakah larutan yang kami buat berbahaya bagi lingkungan atau tidak?

 Pada dasarnya media yang kami buat berasal dari larutan yang alami misalnya jeruk nipis, soda kue, cuka, dan NaCl. Jadi larutan yang kami buat tidak berbahaya bagi lingkungan dikarenakan berasal dari bahan alami tanpa mengandung zat kimia berbahaya yang ada di larutan kami, dan tidak merusak PH keasaman tanah.
6. Bagaimana kinerja larutan yang kami buat?

 Larutan yang kami buat sudah di uji coba, dan hasilnya efektif untuk memadamkan api dalam skala sedang. Selain itu mampu menjangkau titik api yang ada di dalam tanah.

B. Metodelogi Penelitian

1. Jenis penelitian

Penelitian secara kuantitatif dan penelitian secara kualitatif.

2. Waktu dan Tempat penelitian

Desa Balai Riam, 11 Agustus-28 Agustus 2016

3. Metode Penelitian

a. Penelitian dengan langsung terjun ke tempat lokasi (Observasi). 

b. Penelitian secara objektif atau mengamati kejadian yang pernah terjadi sebelumnya di desa Balai Riam.
C. Alat dan Bahan

a. Alat:

-Satu buah gelas Aqua;

-Satu buah Korek Api (Mancis);

-Satu buah Pisau;

-Satu buah Sendok;

-Satu buah Wajan Kecil Aluminium;

-Satu buah Kompor Kecil;

-Satu liter Minyak Tanah.

b. Bahan

– 8 Buah Jeruk Nipis (diperas)
– Satu buah botol Cuka yang memiliki kadar asam 25%
– Satu bungkus Soda Kue
– Satu botol NaCl (Cairan Infus)

– beberapa buah bara api 
D. Cara Kerja:

a. Siapkan semua bahan yang akan digunakan.

b. Siapkan 8 buah jeruk nipis, kemudian potong 8 buah jeruk nipis masing-masing menjadi 2 bagian. Kemudian peraslah semua potongan jeruk nipis tersebut ke dalam gelas Aqua.

c. Kemudian tuangkanlah sedikit NaCl ke dalam gelas Aqua.

d. Kemudian tuangkanlah sedikit cuka ke dalam gelas Aqua. 

e. Kemudian robeklah satu bungkus soda kue, setelah itu masukkanlah ke dalam gelas Aqua tersebut.

f. Jika semua larutan telah tercampur siapkanlah wajan aluminium kecil.

g. Masukkanlah beberapa bara api ke dalam wajan aluminium tersebut.

h. Tuangkan sedikit minyak tanah ke dalam wajan aluminium, kemudian nyalakan dengan korek api.

 i. Jika api sudah menyala lalu siramlah larutan ke dalam wajan aluminium tersebut.
E. Reaksi yang terbentuk akibat berbagai campuran larutan

1. Soda kue

 Penggunaan soda kue dalam kehidupan sehari-hari seperti pembuatan kue, roti, kacang telur, dan lain-lain bila dipanaskan, soda kue (NaHCO3) akan menghasilkan gas CO2 sehingga bahan makanan dapat mengembang, seperti reaksi berikut ini:

2NAHCO3> Na2O + H2O+2 CO2

 NaHCO3 yang pertama disiapkan oleh proses Solvay, merupakan reaksi kalsium karbonat, natrium klorida, amonia, dan karbondioksida dalam air. Ini diproduksi pada skala sekitar 100.000 ton/tahun (data 2001).

 NaHCO3 dapat diperoleh dengan reaksi antara karbondioksida dengan larutan natrium hidroksida. Reaksi awal menghasilkan natrium bikarbonat:

CO2+ NaOH> Na2 CO3+ H2O

 Lebih lanjut penambahan karbondioksida menghasilkan natrium bikarbonat, yang pada konsentrasi cukup tinggi akan mengendap larutan:

Na2CO3+CO2+H2O> 2NaHCO

2. Asam cuka

 Asam asetat (CH3COOH) atau asam etanoat lebih dikenal dengan nama asam cuka yang merupakan salah satu contoh dari asam karboksilat. Asam cuka dalam reaksinya menghasilkan ion H+.. Asam cuka yang beredar di pasaran pada umumnya memiliki kadar 25% karena apabila kadarnya terlalu tinggi, sifat asamnya terlalu besar sehingga akan membahayakan tubuh. Reaksi penguraian asam cuka sebagai berikut:

CH3COOH> CH3COO-+ H+

3. Jeruk nipis

 Asam sitrat (C6H8O7) merupakan asam organik lemah yang ditemukan pada daun dan buah tumbuhan genus Citrus (jeruk-jerukan). Rumus kimia asam sitrat adalah C6H8O7 (strukturnya ditunjukan pada table informasi di sebelah kanan). Fungsi dari asam sitrat adalah:

-Membuat suasana larutan menjadi asam;

-Menetralkan larutan yang bersifat basa;

-Untuk direaksikan dengan zat lain.

 Larutan jeruk ini termasuk ke dalam larutan asam karena terasa masam, bersifat korosif, dan larutan dalam air dapat menghantarkan arus listrik. Jika diidentifikasi larutan jeruk dengan menggunakan kertas lakmus, maka kertas lakmus berubah menjadi warna merah. Untuk menggunakan pH meter, larutan jeruk dengan sifat asam mempunyai pH antara 0 hingga 17 dan dinyatakan sebagai kadar ion hidrogen.

 Unsur-Unsur senyawa yang terkandung dalam jeruk. Terdapat unsur senyawa dalam air jeruk, yaitu:

-Limonen

-Linalin asetat

-Geranil asetat

-Fellandren dan Sitral

4. NaCl (Natrium Klorida)

 Natrium klorida juga dikenal dengan garam dapur atau halit, adalah senyawa kimia dengan rumus molekul NaCl. Senyawa ini adalah garam yang paling memengaruhi salinitas laut dan cairan ekstaselular pada banyak organisme multiselular. Sebagai komponen utama pada garam dapur, natrium klorida sering digunakan sebagai bumbu dan pengawet makanan. 

Alat pemadam api sederharna ini mereaksikan antara soda kue dengan cuka, jeruk nipis dan NaCl. Garam klorida seperti NaCl dan garam karbonat seperti soda kue bila bereaksi dengan suatu asam akan menghasilkan gas karbondioksida (CO2).

 Reaksi antara soda kue dengan cuka akan menghasilkan garam asetat, air dan gas karbondioksida. Sedangkan reaksi antara Jeruk nipis dengan NaCl akan menghasilkan garam sitrat, dan clorin.

 Reaksi antara soda kue dengan cuka adalah sebagai berikut:

NaHCO3 + CH3 COOH > CH3 COONa + H2O+CO2

 Reaksi antara Jeruk nipis dengan NaCl adalah sebagai berikut:

C6H8O7 + NaCl > C6H8O7Na +Cl
F. Penyebab api padam

 Di atas 60°C,maka secara bertahap akan terurai menjadi sodium soda, air , dan karbondioksida. Pada suhu 200°C:

2NaHCO3 > Na2 CO3 + H2O+ CO2

 Kebanyakan bicarbonates ini mengalami reaksi dehidrasi. Lebih lanjut Pemanasan mengubah soda menjadi oksida (sekitar 1000°C):

Na2CO3 > Na2 O + CO2

 Hasil reaksi penguraian NaHCO3 digunakan sebagai pemadam api. Larutan soda kue , cuka, jeruk nipis dan NaCl akan memproduksi karbondioksida yang berfungsi mengeliminasi kandungan oksigen pada api sehingga dapat memadamkan api. Kemudian saat melakukan percobaan kami menemukan sebuah perbedaan antara memadamkan api menggunakan media air atau menggunakan media larutan yang kami buat. Perbedaan yang bisa kami lihat terletak pada hilangnya asap, pada media air asap hilang dengan lambat sedangkan pada media larutan kami, asap hilang dengan cepat. Mengapa kami mengatakan demikian? Karena asap adalah bagian dari potensi munculnya sebuah api ke permukaan jadi apabila terjadi sebuah kebakaran hutan dan kita memadamkan api tersebut apinya hilang tapi asapnya masih ada bisa jadi di bawah tanah titik api belum mati. Apabila titik api masih ada kebakaran hutan pun pasti bisa terjadi dan pemadaman seolah-olah tidak efektif.
G. Hal-hal yang dapat diperhatikan dalam membuat alat pemadam api sederhana

1. Alat pemadam sederhana ini hanya cocok untuk memadamkan api skala sedang atau skala kecil dengan bahan bakar padat seperti kayu, kain, dan lain-lain.

2. Jangan terlalu dekat dengan sumber api ketika menggunakan alat pemadam api ini dan pastikan anda mengarahkan ke titik api bukan ke lidah api.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

 Kita harus menjaga kelestarian dan ekosistem yang ada di hutan di desa Balai Riam dengan cara tidak melakukan penebangan liar dan pembakaran hutan secara berlebihan agar ekosistem menjadi tidak rusak. Apabila kita masih mau flora dan fauna yang ada di desa Balai Riam masih dapat dilihat oleh anak dan cucu kita nanti, bukan cuma mendengar kisah dan cerita saja. Selain itu tindakan penebangan dan pembakaran hutan sekarang akan mendapat ancaman pidana baik secara materi maupun kurungan penjara. Jadi cermatlah terhadap perbuatan yang masyarakat lakukan. Karena setiap perbuatan mempunyai pertanggung jawaban masing-masing.

 Inovasi ini bekerja dengan sangat baik dan sangat membantu masyarakat dalam proses pemadaman api saat terjadi kebakaran hutan. Inovasi ini harus dipublikasikan kepada masyarakat agar masyarakat di pulau Kalimantan dan pulau lainnya yang rawan terjadi kebakaran hutan, dapat mengatasi kebakaran hutan seefektif mungkin.

-Soda kue atau NaHCO3 bersifat amfoter agak alkalis.

-Cuka (asam asetat) bersifat asam lemah dan dapat bereaksi dengan garam karbonat atau garam sitrat.

-Jeruk nipis(asam sitrat) bersifat asm lemah dan dapat bereaksi dengan garam karbonat atau garam sitrat.
B. Saran

Agar pembakaran hutan tak ada lagi, saran kami adalah:

A. Penegakan hukum harus lebih tegas

 Apabila penegakan hukum lebih tegas, masyarakat tak akan melakukan pembakaran hutan secara berlebihan. Karena mereka akan memikirkan dampak yang terjadi akibat perbuatan yang mereka lakukan.

B. Jangan membakar hutan secara berlebihan!

 Jangan membakar hutan secara berlebihan jika ingin membuat wilayah untuk rumah atau untuk tanaman komoditi seperti karet dan sawit. Tebanglah pohon yang tua. Siramlah air di pohon yang ditebang tersebut agar tetap tumbuh dan tergantikan dari penebangan hutan yang dilakukan.

 Dalam pratikum ini saya hanya ingin membuktikan bahwa inovasi bisa muncul darimana saja. Media untuk memadamkan api pun belum tentu air digunakan selamanya bisa jadi ada di alam ini media lain yang bisa digunakan untuk memadamkan api yang lebih efektif. Mohon maaf apabila di dalam penelitian ilmiah kami ada yang kurang, mohon dimaafkan karena kami juga baru mencoba untuk membuat sebuah inovasi terbaru yang bisa kami dapatkan dari alam ini.
C. Referensi

-resepkimiaindustri.blogspot.com/2015/04/asam-sitrat.html?m=1

-https://fembrisma.wordpress.com/science-1/asam-basa-dan-garam/

-noviantinurlaila.blogspot.com/2012/12/ketahui-lah-jeruk.html?m=1

-nurul-pemanfaatanbahankimi.blogspot.co.id/2012/03/asam-basa-dan-garam-bagi-kehidupan.html?m=1 

 

My Second Year In Borneo

image

July 2005
This is the second year I stayed in Borneo. Without felt I had missed my days a year that had felt like in prison for life in a completely limitations. Still remember my  previous post about Borneo? In the village where I lived there was no electricity, we could only enjoy electricity village 5 hours a day (lit at 5 pm extinguished at 10 pm). There was no telephone line of any operator as well. The only means of communication was just a public phone booth located in the village shopping center (sorry not the market) was about 2 kilometers from our house. So when our family from Java needed to contact us, they could only contact the booth guard. Then the booth guard would pick us up so we called back our family who had contacted the booth guard, yet again we had to pay Rp15,000 once shuttle pick-up service, since in our village there was no public transportation.

The temperature in Borneo was very hot, and the water contains a very high acid pH. So do not be surprised if you see people from Java or Sumatra and Sulawesi, their skin will turn dark after a few days stay in Borneo. And their skin will be cleaner when returning to their home land. Not to mention common diseases are toothache. Know why? Because the levels of acidic substances too high in water content in Borneo. Unlike the indigenous tribes: Dayak, Malay, and Banjar, their skin white despite the hot temperature. Even the  Dayaks teeth were good because of their habits are like ‘menginang’. Menginang is chewing ripe pinang and lime paste covered by betel leaf.

The story begins, so after I returned home from Bogor to spend my vacation there, I was surprised to come back to Borneo, my aunt said that while I was away on vacation, our neighbor Mr. Iwan  had several visits to the aunt’s house to look for me. What is it? I thought at that time. Until finally I decided to see him in his home. Shocking news was received from him. “You are being called by Mr. Arif, head of SMA Negeri 1 Balai Riam. He would like to ask you to teach English. Do you mind?” Mr. Iwan said that time. Without thinking, the same day accompanied by my cousin, we went  to Mr. Arif’s house in order to confirm about this vacancy and I would like to apply for the job. But it turns out he was not in his house, no pains we also managed to see him planting acacia trees around the school.

Mr. Arifandi is familiarly called Mr. Arif, a humorous stocky with a rather low height, and sense of humor. In short at the meeting He directly gave me details duties as a faculty member of SMA Negeri 1 Balai Riam, newly opened government school. Its previous status was a private school under the auspices of PGRI (the unity of Indonesian teachers). He asked me to teach literature: English, Indonesian, and Japanese! No half-hearted, not! Was it just a dream? I was just a high school graduate, but I had to teach in high school! Frankly, taught in high school was my dream when I was in senior high school. While still in high school I saw seemed engrossed that I associate English-Japanese literature-and Indonesia to become one! I want to explain to the public variables are inter-related literature. Perhaps by way of being a teacher, I could do it. Unfortunately, my dream of becoming a teacher did not have the support of my mother, “So the teacher salary is not enough for you to live!” She sneered. But she also did not sue me what I should be in the future, all probably because my mother was not able to pay me university tuition fee.

SMA Negeri 1 Balai Riam only had 4 classrooms with the number of students ranges from 128 people. The number of teaching staff at that time there were only 6 persons, among them: Mr. Jahrani, Mrs. Yani, Mr. Yani, Mrs. Wulan, Mrs. Yuli, and I. Each teacher must hold at least 2 subjects. In between us just Mr. Jahrani was the only teacher who was civil servant. But over time every year SMA 1 Balai Riam (well-known as SMANBA) received additional new building plus a new teacher who was placed in charge at our school after a civil servant appointed by the local government. One day, because of a problem, Mrs. Yani resigned. While there was no one who could replace her. So, because my brain was still fresh and lessons in high school was still stuck in my head, I was sorry for my students to miss class, then I ventured to replace Mrs. Yani temporarily until sometime in the future there would be more appropriate for the teaching field. So finally I taught to 9 subjects in SMANBA: English, Bahasa Indonesia, Japanese Language, Economics, Sociology, Anthropology, Econometrics, Finance and State Administration. Wow! Fortunately it only lasted one semester, because new teachers began to emerge in the next semester.

My life was getting excited as I taught in SMANBA. Perhaps the reader think, I like to teach in high school because in high school many teenagers are soothing eye? Sorry, I never thought there. That sometimes I was a little paranoid if I met students who were local people of Borneo island (Dayak tribe). Even when I entered the Balai Riam region where the majority of the population was ethnic Dayak! I often recalled events Tragedy Sambas and Sampit when met Dayaks. Although I’m not the Madurese, I sometimes feel insecure when I met Dayak inland. Somehow I often feared itself when I thought of two devastating tragedies in Borneo’s land. But there was one event that my fear was dispelled. One day when I was walking alone in the village of Dayaks, I met an old woman who also was walking toward in the opposite direction to me. She was barefoot, in her head tied a basket (buya) made of woven rattan. Her ears were very long and filled with large earrings. Somewhat afraid I greeted the old woman, “Where are you going to, Grandma?” Then the old woman replied in the Dayak language I did not understand at all. I told her that I did not fully understand the Dayak language. Then the old woman suddenly smiled and said, “I’m going home, let’s visit my house! My house is across the river!” See hospitality in the face of the old woman, my fear of the Dayak vanished. To what we fear to others if we do not feel guilty. Never judge others from their appearance, but look at their hearts!

image

Faced with high school students in SMANBA was a surprise to me. I experienced culture shock was so great, but fits the saying goes “Other another desert locust! Other other bottom fish too!” So I should be able to adapt to local custom. If used during school in Bogor, all students would be subject to and shook their teacher hand politely as they passed in the street. So in different SMANBA no student wanted to shake the hands of the teacher as old as any teacher. Here, the teacher was seen as a friend, not a surrogate parent in the home. Many fellow teachers who courted his own. So no wonder that saw students being disrespectful to the teacher. Once, when I was teaching, one of my students (Dayaks) did not listen to the subject matter that was being explained. He even fun lying on the floor. Spontaneous I was admonished allow him to leave the class, because snoring very distract other students. What did I receive? He was even reluctant to move from where he threatened me, “What’s your right not let me sleep in class? You’re just newcomer, I’m inlander here! Shall I bring mandau for you?” Mandau is a traditional weapon Dayak. At first I was afraid of the threat that my student, frankly scared me not because he was indigenous, but because of the age of my student was a little older than me, funny right? I was afraid he meant by his words. But thankfully, my other students and also fellow Dayaks defended me, “You must learn manners, customs from your village do not be carried around here! That’s what the school for!” They shouted. The bad guy was immediately left the classroom after being reprimanded his friends.

One other thing that is different from SMANBA compared to other schools are myriad accomplishments achieved by way of a lot of practice! Mr. Arif really loves art, especially the art of music and dance. His movements are very graceful when bringing Dayak dances. The funny thing is he had a rule aimed at teachers like this: “If there is a race preparation activities extracurricullar or whatever it is, please sought not to interfere with teaching and learning activities in the classroom! Perform such activities outside school hours!” Then no one else in between our teachers who dared to violate the rules. But you know, what happens if Mr. Arif want SMANBA engage in contests dancing? Three consecutive months of intense dance training carried out regardless of whether the clock is still school hours or not! Dung crunch teng teng nong drum music sound was audible noise to a radius of 2 km. If you have this, the entire school was not able to concentrate on the lesson. Who has violated the rules?

Although I taught in high school did not mean I stopped teaching English in primary school! I still taught at the primary school only one full day! So 5 days I focused in high school. During the first few years I taught in SMANBA, I used to walk back and forth. Though the distance from the village of Balai Riam-Bangun Jaya to approximately 10 km! So every day I traveled 20 km. Still no luck so Oemar Bakri left teaching to ride a bicycle! Yes, this is the life! Life is a chain of struggle that there is never a break!

It seems that in the second year I lived in Borneo (2005) I started to feel like living in Borneo. Mainly because of its natural, cultural, and interesting things that I like is to see a village that slowly began to evolve. Over time I see a lot of changes that have occurred in this remote area. Masts mobile phone towers have been glued, the communication more smoothly. Mobile phone counters increasingly popping up. The streets are paved, access to the city, the better. Houses more feasible, they changed the former board house transmigration into concrete houses like a magnificent palace. Many residents live well, luxury cars, nice bike, plus yield lucrative oil every month. No need to work as an employee, simply waving legs at home! However, unlike me who do not have a palm oil plantation, I can only be a spectator! So I can not wait for the harvest demoted foot arrived! My role is simply advancing education in the realm of the interior of this growing! Although it is now (2015) after 11 years I became a resident of Borneo and my income started to increase as a positive impact on the residents income increased oil yield, I still want to be able to realize my dream of studying in cherry country, Japan! However Kalimantan soil is a bright prospect for my future, but the future will not be in balance if not balanced with science! I can only continue to live with the remnants of which still had the spirit of struggle. Someday maybe I can make it happen, hopefully!

Tahun Ketigaku di Kalimantan : Bule Nyasar Penakluk Dunia!

image

Peristiwa ini sudah sangat lama terjadi, akupun nyaris tidak ingat kapan tepatnya. Akan tetapi aku sengaja menulisnya kembali di sini sekadar untuk nostalgia meskipun tanpa foto sama sekali karena pada waktu itu di tempat tinggalku belum marak ponsel berkamera apalagi kamera digital. Maklum namanya juga tinggal di daerah pedalaman kan, semua serba dalam keterbatasan. Hehe…  😉

Kejadian ini berlangsung kira-kira pada kuartal pertama tahun 2006, semester kedua aku mengajar di SMA Negeri 1 Balai Riam, atau lebih tepatnya memasuki tahun ketiga aku tinggal di Kalimantan. Masih kuingat dengan jelas kala itu adalah hari Jumat di mana kegiatan di sekolah tempatku mengajar ini sangat leluasa. Biasanya kegiatan di sekolah pada hari Jumat hanya sebatas senam jantung sehat, kerja bakti membersihkan lingkungan sekolah, dan satu mata pelajaran tertentu di setiap kelas. Singkat cerita ketika aku sedang mengisi jam terakhir di salah satu kelas, salah seorang murid senior dari kelas XII yang bernama Mispansyah, mengetuk pintu ruangan di mana aku sedang mengajar.

“Permisi Pak, Bapak diminta warga untuk ke Balai sekarang juga! Kami kedatangan dua orang bule dan kami enggak ngerti sama sekali mereka mau apa,” tutur Mispansyah seraya ngos-ngosan seperti habis dikejar hantu.

Karena kebetulan saat itu adalah jam bubar sekolah, aku langsung berkemas dan berpamitan kepada murid-muridku. Sebelum aku naik ke atas boncengan motor Mispansyah, beberapa orang guru, para rekan kerjaku sempat mengutarakan hal yang sama seperti apa yang disampaikan oleh Mispansyah. “Cepat Pak, kedatangan Bapak sudah ditunggu di Balai Riam!” tandas Pak Jahrani guru senior kami.

Mispansyah langsung melaju menuju rumah Pak Siong, salah seorang warga yang rumahnya menjadi tempat penampungan para bule tersebut. Ternyata mereka adalah pasangan suami-istri yang bernama Sergey dan Michelle. Mereka berasal dari Rusia dan sedang melakukan hitch-hiking. Awalnya aku tidak mengerti apa itu hitch-hiking. Tetapi dengan ramah mereka menjelaskan kepadaku bahwa mereka sedang melakukan perjalanan keliling dunia hanya dengan cara berjalan kaki dan menumpang kendaraan di setiap jalur yang mereka tempuh. Wow, kedengarannya menarik ya? Itu artinya mereka keliling dunia gratis. Lantas Sergey bercerita kalau mereka sudah menjelajah 2/3 belahan dunia. Mereka pernah kehabisan air minum di gurun Kalahari Afrika, dan kehabisan bekal makanan di gurun Gobi China, juga sempat menjadi tawanan penduduk di pedalaman Thailand. Sampai akhirnya tibalah mereka di Indonesia. Mereka bahkan sempat menjadi sorotan penduduk Pulau Batam sampai masuk koran. Dan Sergey memperlihatkan kepadaku potongan artikel koran tersebut yang memuat berita tentang mereka selama di Batam. Andai mereka paham Bahasa Indonesia, mereka mungkin malu atau marah. Karena isi artikel tersebut adalah penduduk Batam sempat menilai mereka sebagai gembel yang jalan-jalan tanpa membawa duit tapi menginginkan keliling dunia gratis. Aduh, cucian… (U_U)

Perjalanan pun berlanjut ke Kalimantan setelah mereka berhasil menjelajahi Pulau Jawa. Setelah menempuh rute Pangkalan Bun-Kudangan dengan menumpangi sebuah truk, mereka bermaksud melanjutkan perjalanan menuju Pontianak untuk memperpanjang masa berlaku visa. Sialnya seharusnya mereka bisa terus lanjut ke Pontianak via Kudangan, akan tetapi karena miskomunikasi antara mereka dengan supir truk yang sama sekali tak bisa berbahasa Inggris, pasangan Sergey dan Michelle terbawa supir truk ke Balai Riam, kecamatan di mana aku tinggal. Lalu berjodohlah aku dengan mereka. Hehe…  😀

Aku sangat kagum kepada Sergey dan Michelle, di usia yang masih terbilang muda mereka sudah berhasil menjelajahi 2/3 belahan dunia antara lain : Eropa, Afrika, Australia, dan Asia. Tujuan terakhir mereka tentu adalah benua Amerika dan barangkali termasuk Antartika. Kunjungan mereka di Balai Riam akan berlangsung selama 3 hari 2 malam. Karena mereka sengaja ingin beristirahat sejenak setelah menempuh perjalanan yang sangat panjang dan melelahkan. Sebagai tuan rumah yang baik, aku sengaja mengajak mereka berkeliling melihat-lihat keadaan di Balai Riam. Pertama aku mengajak mereka melihat pemukiman penduduk di kampung seberang (kampung lama). Sergey dan Michelle terkagum-kagum melihat rumah adat daerah kami yang terbuat dari kayu ulin dan sangat awet puluhan hingga ratusan tahun. Masyarakat begitu antusias menyambut kedatangan mereka. “Pak, tolong bilang sama mereka nanti malam kita adakan pesta buat mereka. Kita bikin babi panggang!” ujar salah seorang warga di kampung seberang. Ketika kusampaikan kepada Sergey dan Michelle perihal tersebut, mereka amat gembira seakan sudah lama tidak menikmati hidangan lezat, terlebih saat aku menyebutkan hidangan spesialnya adalah ‘pork barbeque’. Air liur mereka nyaris menetes setelah mendengarnya. Hadeuh, dasar bule…

Saat tiba di rumah ketua adat, kami disambut dengan upacara dan pesta minum arak. Tanganku dan tangan pasangan bule itu masing-masing diikat oleh seutas tali yang terbuat dari ilalang dan dianyam sedemikian rupa sehingga terlihat seperti gelang yang amat cantik. Ini menandakan bahwa kami telah terikat menjadi bagian dari Suku Dayak khususnya daerah Balai Riam. Kami telah menjadi bagian dari keluarga di tanah permata kecubung ini. Kami tidak boleh memutuskan tali yang mengikat pergelangan tangan kami secara sengaja. Sebab tali tersebut akan putus dengan sendirinya tepat pada hari ketiga, keempat, atau kelima. Dan ajaib, ternyata benar! Tali yang mengikat pergelangan tanganku terputus begitu saja pada hari ketiga. Padahal tanganku tidak mengalami gesekan dengan benda apapun. Pesta yang diselenggarakan di rumah ketua adat berlangsung meriah. Sergey dan Michelle menari-nari mengikuti gerakan para penari Dayak yang membentuk lingkaran. Sambil menari kami diharuskan minum arak dan tuak secara bergantian. Berhubung aku muslim, maka aku hanya cukup mendekatkan gelas ke bibir tanpa meminumnya setetes pun. Fiuh, lega rasanya…  (

Sore harinya aku kembali mengajak mereka berdua berkeliling sambil jogging melihat-lihat hutan dan mencari singkong untuk kami goreng. Tidak sangka ternyata Michelle sangat gemar sekali goreng singkong. Baginya singkong adalah makanan terlezat yang pernah dinikmatinya. Wah, untunglah pelayan Pak Siong tidak keberatan untuk menggorengkannya untuk Michelle. Anak-anak terus mengikuti kami sepanjang perjalanan yang kami tempuh, mereka bahkan rela membantu Michelle mencarikan singkong yang tumbuh di hutan.

Pada malam harinya, usai selepas menunaikan shalat maghrib, aku meminta Pak Arif, kepala sekolah pimpinanku, untuk mengantar kami menemui pak camat di rumahnya. Kedatangan kami disambut dengan hangat oleh pak camat. Beliau banyak menjelaskan mengenai komposisi penduduk di kecamatan Balai Riam, serta jumlah penduduk di setiap desa. Tak pernah kusangka, kami bisa mengobrol akrab bersama hingga tertawa lepas. Sergey dan Michelle merasa sangat terkesan dengan pelayanan kami terhadap mereka. Sepulang dari rumah pak camat, aku diminta khusus oleh keluarga Pak Siong untuk bermalam di rumah mereka. Khawatir bila terjadi apa-apa terhadap mereka atau mereka memerlukan sesuatu sementara Pak Siong tidak mengerti bahasa yang mereka gunakan. Maka sepanjang malam itu aku bersama Sergey dan Michelle menghabiskan waktu bertukar cerita bersama.

Sergey mengajarkanku aksara Cyrillic yang merupakan abjad Rusia. Menurutku bahasa Rusia sangat sulit tetapi sangat menarik. Berkali-kali Sergey melatihku cara membaca setiap abjad Rusia yang ditulisnya di secarik kertas. Aku sangat kesulitan melafalkannya, tapi Sergey orang yang sabar dan humoris. Ada petikan percakapan yang masih membekas dalam ingatanku.

Aku Yang Penasaran (AYP) : “Sergey, bisa tolong ceritakan kehidupan di negaramu selama masa kejayaan Uni Sovyet?”

Sergey (S) : “Apa yang ingin kamu ketahui mengenai Uni Sovyet?”

AYP : “Terus terang bila mendengar nama Uni Sovyet, banyak orang Indonesia yang ketakutan.”

S : “Apa yang ditakutkan?”

AYP : “Uni Sovyet kan negara komunis. Dulu negara kami juga pernah nyaris menjadi negara komunis.”

S : “Lalu?”

(Duh ini si Sergey kok malah balik nanya terus ya?)

AYP : “Partai komunis di negara kami pernah melakukan insiden besar. Sejumlah pemimpin tentara kami ditangkap dan dibunuh. Tempat-tempat ibadah seperti mesjid dan surau dibakar. Tentu saja kami takut terhadap komunis dan melarang keras keberadaan partai komunis di negara kami.”

S : “Di negara kami itu sudah menjadi hal biasa.”

AYP : “Apakah hal tersebut tidak meresahkan masyarakat di negaramu?”

S : “Mengapa harus resah? Biarkan semuanya mengalir begitu saja dan masyarakat pun perlahan-lahan akan menikmatinya!”

AYP : “Kudengar sistem perekonomian di negaramu menganut sistem perekonomian terpusat. Bisa tolong jelaskan seperti apa perekonomian di sana?”

S : “Yup, itu benar! Jadi selama masa pemerintahan sosialis, hampir semua warga tidak memiliki izin usaha. Karena seluruh kegiatan masyarakat dikendalikan oleh negara. Kegiatan pertanian, peternakan, perindustrian, perikanan, perkebunan, dan lain sebagainya dikelola oleh negara. Sehingga dengan demikian kesejahteraan masyarakat merata. Di sana tidak ada siapa orang yang paling kaya ataupun paling miskin seperti di sini!”

AYP : “Oh, jadi begitu ya. Lalu bagaimana dengan kegiatan peribadatan? Apakah dikendalikan oleh pemerintah juga?”

S : “Tentu saja. Bila tidak begitu, masyarakat di negara kami tidak akan teratur. Intinya semua kegiatan masyarakat dikendalikan oleh negara. Kau tahu, termasuk kami yang pasangan suami istri ini juga bila sedang ingin bercinta harus menunggu mandat dari negara!”

(Sergey melirik Michelle dengan tatapan penuh canda)

Michelle terkikik mendengar penuturan suaminya,”Untuk kalimat terakhir yang diucapkannya tolong jangan dipercaya!” ujar Michelle seraya melempar pandangan ke arahku.

AYP : “Wew!”

Sergey amat tertarik mendengarkan mitos-mitos suku Dayak pedalaman yang kuceritakan kepadanya, seperti kuyang, kayau (head hunter), tuju, dan lain sebagainya. Sementara Michelle lebih tertarik mendengarkan cerita tragedi Sambas dan Sampit yang memiliki kesamaan latar belakang kronologi. Keduanya meminta kepadaku agar aku berkenan menuliskan semuanya dan mengirimkan ke alamat email mereka untuk mereka publikasikan ke dalam bentuk buku yang diterbitkan di negaranya. Ternyata pekerjaan sampingan mereka adalah jurnalis. Sedikit curhat juga kepadaku alasan mereka melakukan hitch-hiking, karena latar belakang persoalan mereka. Usut punya usut rupanya mereka adalah pasangan suami-istri yang melakukan kawin lari karena tidak direstui oleh kedua orang tua mereka. OMG, hari gini masih ada ‘run-away marriage’. Pak Deny… tolong dong! (meniru gaya Jarwo Kwat Indonesian Lawak Klub).

Pada hari terakhir pertemuan kami, atas seizin Pak Arif pada malam sebelumnya aku sengaja mengajak Sergey dan Michelle berkunjung ke SMA Negeri 1 Balai Riam tempatku bekerja. Aku sengaja meminta mereka untuk menjadi native speaker pada jam pelajaran Bahasa Inggris. Hmm, ternyata biar kata mereka adalah bule, belum tentu jaminan kalau bahasa Inggris mereka bagus lho! Buktinya melafalkan kata ‘banana’ saja yang seharusnya dilafalkan ‘benane’ malah dilafalkan sama seperti orang Indonesia kebanyakan yang awam Bahasa Inggris. Tapi sesi pertemuan ini sangat berkesan bagi murid-muridku. Yah, walaupun mereka hanya bisa menegur ‘how are you?’, ‘good morning’, dan ‘what is your name?’ akan tetapi kami semua sangat menikmati kebersamaan yang hanya sesaat ini. Sergey bahkan sempat berbagi ilmu kepada kami bagaimana caranya dia dan Michelle mendapatkan air minum di tengah padang pasir yang luas di saat perbekalan air minum mereka habis sementara tidak ada oase di sekitar mereka. Cara yang amat menarik dan kami pun mempraktikkannya, hasilnya luar biasa. Sinar matahari yang menyengat sangat membantu percobaan kami. Cara ini kami sebut sebagai ‘air kondensasi matahari’.

Menjelang detik-detik terakhir kebersamaan kami, aku dan murid-muridku mengajak mereka berdua untuk bermain kasti di lapangan sekolah. Sergey bilang permainan kasti Indonesia sangat mirip dengan permainan cricket.  Sebelum mereka benar-benar pergi aku sangat penasaran dengan tas ransel yang dibawa oleh mereka. Menurut penjelasan Sergey isi tas ransel mereka antara lain : tenda, pasak besi, kompor, panci, wajan, pakaian, senter, peta, sepatu dan lain-lain. Aku sempat diperbolehkan oleh mereka untuk mengangkat tas ransel milik mereka yang begitu besar, dan di luar ekspektasiku tas mereka itu amat sangat buerat buanget… Sampai-sampai aku jatuh terjengkang menggendongnya. Bagaimana tidak, berat badanku saja hanya 50 kg sementara tas Sergey 60 kg, ibarat kuda menggendong badak kan…

Sebagai kenang-kenangan dariku agar mereka selalu mengenang Indonesia, aku sengaja memberi Sergey sebuah baju batik khas Jawa. Untunglah ukuran baju kami sama. Dan salah seorang muridku memberi sebuah bingkisan kepada Michelle yang entah apa isinya, aku sendiri pun tidak tahu. Moga-moga saja bukan bom atau batu. Hehe…  😀

Selang beberapa saat menunggu mobil yang lewat, melintaslah sebuah Estrada silver di hadapan kami dan aku menyetopnya. Untunglah aku mengenal pengemudi kendaraan tersebut. Beliau adalah Pak Darmadi yang sedang dalam perjalanan pulang ke HHK Timur, Kalbar. Kepada beliau aku sedikit menceritakan perihal Sergey dan Michelle, aku menitipkan pasangan suami-istri tersebut kepada beliau sampai di HHK Timur dan mempertemukannya dengan Mrs. Ani, salah seorang kenalanku yang juga berprofesi sebagai guru Bahasa Inggris di HHK Timur. Tak lupa aku menitipkan sepucuk surat untuk Mrs. Ani agar Mrs. Ani berkenan menunjukkan kepada Sergey dan Michelle jalan menuju Pontianak, sehingga mereka tidak tersesat lagi atau dibawa salah jalan oleh supir truk yang sama sekali tidak mengerti Bahasa Inggris seperti yang baru saja dialami mereka kemarin.

Satu minggu setelah kepergian mereka…
“Pak, Dina baru saja balik kampung dari Tumbangtiti, Kalbar. Eh, di sana Dina ketemu lagi sama bule yang dari Rusia itu lho Pak. Terus Dina minta tolong sama saudara Dina di sana supaya mengantar mereka ke Pontianak, Alhamdulillah sekarang mereka sudah nyampe!” tutur seorang muridku yang bernama Dina.

Ah, syukurlah. Semoga mereka senantiasa diberi keselamatan, dan kesehatan oleh tuhan selama menempuh perjalanan guna mewujudkan impian mereka. Cita-cita bukan untuk sekadar menjadi mimpi belaka. Melainkan harus menjadi rantai perjuangan yang tidak pernah ada putusnya. Karena hidup bukan sekadar untuk bermimpi!